IWF 2020: 12 Sebutan Perempuan dalam Kata-kata, Sister Fillah!

Posisi perempuan inferior atau superior? #IWF2020

Perempuan dalam kata-kata adalah salah satu sesi webinar dari Indonesia Writers Festival 2020 yang diadakan oleh IDN Times pada 22 September 2020. Acara tersebut diisi oleh dua perempuan yang vokal, yakni Kalis Mardiasih dan Ligwina Hananto. Bagaimana sebutan-sebutan perempuan berpengaruh dan mempengaruhi individu setiap perempuan?

Berikut ini 12 sebutan perempuan yang dibicarakan pada sesi webinar perempuan dalam kata-kata tersebut. Harapannya artikel ini dapat menjadi sebuah refleksi yang menyentuh kesadaran setiap perempuan dan lelaki Indonesia perihal pandangan atau penilaian yang disematkan terhadap kaum perempuan.

1. Makhluk yang lemah dan subordinate

IWF 2020: 12 Sebutan Perempuan dalam Kata-kata, Sister Fillah!pexels/freestocks.org

Sebutan perempuan makhluk yang lemah dikarenakan perempuan kerap lebih menggunakan perasaan dibandingkan logika dalam menghadapi dan menjalani keseharian hidupnya. Oleh karena itu, dalam ranah domestik dan publik--terutama kehidupan ekonomi, perempuan berada di posisi subordinat terhadap lelaki.

Pada acara IWF 2020 yang bertajuk "Perempuan dalam Kata-kata" ini mengangkat persoalan anggapan-anggapan terhadap perempuan dari kacamata Ligwina dan Kalis, sebagai sosok perempuan yang berani berpendapat di ruang publik. Ternyata anggapan terhadap perempuan beragam.

Menurut Ligwina, tidak semua perempuan dianggap sebagai makhluk lemah yang menempati posisi subordinat. Maka sebutan perempuan ini ada yang bermakna inferior dan superior.

2. Sister fillah

IWF 2020: 12 Sebutan Perempuan dalam Kata-kata, Sister Fillah!idntimes.com/Cahaya Padang

Sister fillah merupakan sebutan yang ada pada judul buku Kalis terbaru, yakni Sister fillah You'll Never be Alone. Saat ini sebutan Sister fillah akrab didengar yang mana sebelumnya lebih dikenal dengan akhwat fillah. Sebutan itu disematkan pada persaudaraan kaum perempuan muslim atau muslimah.

Sebagai sesama muslimah, tentunya anggapan negatif yang disematkan pada kaum perempuan perlu diluruskan. Baik melalui memperdalam atau memperbaharui informasi dan pengetahuan.

3. Kaum yang tidak boleh vokal

IWF 2020: 12 Sebutan Perempuan dalam Kata-kata, Sister Fillah!pexels.com/RF._.Studio

Perempuan sebagai kaum yang lemah dan kerap menggunakan perasaan ini kemudian dilihat sebagai kaum yang tidak boleh vokal. Tidak boleh vokal berarti diam dan menurut saja. Sebagian perempuan memang merasakan jika dia menyuarakan pendapatnya di ruang publik merasa takun akan dirundung.

Baca Juga: IWF 2020: 5 Kiat Pemberdayaan Difabel Netra Melalui Sastra

4. Kaum privilege

IWF 2020: 12 Sebutan Perempuan dalam Kata-kata, Sister Fillah!pexels.com/R._.F Studio

Menurut Ligwina, justru perempuan di kalangan tertentu suaranya vokal dan menentukan. Kalangan perempuan yang dimaksudkan Ligwina ialah, ibu-ibu muslimah, berjilbab, dari suku Sunda atau Jawa.

Perempuan dari kalangan tersebut adalah perempuan yang dapat membuat kehebohan di jalanan hingga menentukan siapa presiden selanjutnya. Apalagi jika kaum perempuan dari kalangan yang disebutkan di atas berwawasan luas, utamanya perihal Al-Qur'an dan Hadist.

Tidak ada yang berani mengecilkan atau melawan perempuan muslimah dari suku Sunda dan Jawa. Perempuan tersebut dinyatakan Ligwina dengan kaum privilege, atau kaum perempuan yang memiliki keistimewaan tertentu.

5. Perempuan intelektual ala Kalis

IWF 2020: 12 Sebutan Perempuan dalam Kata-kata, Sister Fillah!www.idntimes/tyas hanina

Kalis menyebut dirinya sebagai Kalis versi intelektual. Hal tersebut berarti ada versi-versi lain dirinya sebagai seorang perempuan. Sebagai diri Kalis yang versi intelektual, ia memberi alasan kenapa sebagai perempuan dirinya mesti menjadi vokal atau berbicara dan menulis.

Alasannya adalah untuk merebut otoritas dan merebut tafsir perihal pandangan perempuan atau wanita yang disuarakan oleh bukan kaum perempuan, yaitu lelaki. Sehingga nilai dan pandangan perempuan tidak dikendalikan oleh suara-suara kaum lelaki.

6. Kaum yang terkena kutukan

IWF 2020: 12 Sebutan Perempuan dalam Kata-kata, Sister Fillah!pexels.com/Thirdman

Salah satu contoh pandangan terhadap perempuan yang disuarakan bukan dari perempuan itu sendiri, sebagaimana dipaparkan Kalis Mardiasih, ialah perempuan adalah kaum yang terkena kutukan. Perempuan dewasa yang mengalami haid itu kotor, tidak boleh didekati. Kutukan itu terjadi karena perempuan telah menggoda lelaki, yakni Adam.

Pandangan tersebut tidak berasal dari perempuan dan lelaki tidak menentukan pengalaman tubuh reproduksi wanita. Haid terjadi karena sel telur untuk reproduksi tidak dibuahi. Menurut Kalis, sebagaimana dinyatakan Rasulullah, bagian tubuh perempuan selain kemaluannya tidaklah kotor. 

7. Figur Mamah Dedeh

IWF 2020: 12 Sebutan Perempuan dalam Kata-kata, Sister Fillah!instagram.com/mamahdedeh24

Merebut tafsir dan otoritas tersebut berarti perempuan memiliki pengaruh dan legitimasi. Kalis melanjutkan penjelasannya, contoh dari kaum perempuan yang berpengaruh dan memiliki legitimasi sehingga memiliki tafsir dan otoritasnya ialah sosok Mamah Dedeh.

Sosok Mamah Dedeh dari suara dan tubuhnya bukan atau tidak dianggap aurat. Seorang aktor sosial yang berbicara di media dan apa yang dibicarakannya didengar oleh penonton dan pendengarnya. Bukan hanya memiliki pengaruh, tetapi juga legitimasi dalam pembicaraannya.

dm-player

Karena itulah perempuan mesti bersuara untuk menyuarakan suara perempuan itu sendiri. Memberikan dan atau mewakili suara kepada yang tidak dapat bersuara.

8. Kaum yang memiliki ketakutan dirundung ketika berbeda pendapat di media sosial 

IWF 2020: 12 Sebutan Perempuan dalam Kata-kata, Sister Fillah!pexels.com/Andrea Piacquadio

Karena tidak semua perempuan dapat bersuara, maka ada pula sebagian dari kaum perempuan yang merasa ketakutan untuk berpendapat atau berbeda pendapat di publik. Berpendapat di publik pada masa era digital ini, berarti berpendapat di media sosial.

Sebagian perempuan takut dirundung untuk berpendapat, berbeda pendapat atau mempertahankan argumentasi di media sosial. Ligwina melihat cara beropini di media sosial itu bagaimana diri kita menyampaikan dan merespon komentarnya.

Ligwina menyarankan untuk melihat konsekuensi atas pendapat kita dan jujur dengan diri sendiri. Berpendapat tidak perlu disampaikan dengan lantang atau dipublikasikan besar-besaran dan menerima serta mengakui kebenaran komentar orang lain atas pendapat kita atau diri kita sendiri.

Tetapi bukan berarti jujur dan menerima konsekuensi berpendapat di publik itu menjadi bersikap lemah. Kita perlu juga mempertahankan hal-hal yang prinsip. Walaupun perempuan single lebih rentan dikecilkan atau dikucilkan dibandingkan perempuan yang telah bersuami untuk bersuara. Tetap perlu bagi perempuan untuk melatih bersuara di ruang publik.

Kalis berpendapat bahwa kita mesti bertanggung jawab untuk berpendapat dan bersuara di publik perihal apa yang dibicarakan. Mesti mengukur diri, bersikap hati-hati dengan informasi dan komentar sendiri, sehingga berbuat salah dan tidak bersikap bias.

9. Feminis garis bucin

IWF 2020: 12 Sebutan Perempuan dalam Kata-kata, Sister Fillah!pexels.com/rebrand cities

Perempuan feminis disematkan kepada kaum perempuan yang berani bersuara dan berpendapat perihal hak-hak perempuan. Sementara itu terdapat keluhan bahwa perempuan single lebih sulit untuk bersuara atau berpendapat dibandingkan perempuan yang telah menikah.

Ligwina menyebut feminis garis bucin untuk kaum perempuan yang telah menikah namun berani bersuara dan berpendapat perihal hak-hak perempuan. Walaupun perempuan yang telah menikah lebih aman berpendapat dan bersuara di publik, bukan berarti perempuan single tidak berhak dan malah bersikap lemah dan takut. 

10. Perempuan tidak pernah salah

IWF 2020: 12 Sebutan Perempuan dalam Kata-kata, Sister Fillah!pexels.com/Moose Photos

Anggapan perempuan tidak pernah salah kerap ada pada kutipan di media sosial atau percakapan keseharian. Anggapan itu ada karena perempuan adalah kaum yang tidak ingin disalahkan, utamanya pada kaum perempuan yang vokal.

Berani berpendapat atau bersuara di media sosial menurut Ligwina sebaiknya dapat jujur dengan diri sendiri dan mengakui kesalahan jika memang salah. Ligwina sendiri seringkali menjadi pelupa dengan perdebatan di media sosial yang telah berlalu.

Sementara Kalis menyarankan sebaiknya enggak perlu serius menanggapi komentar di media sosial. Menurutnya, kita mesti menyadari kondisi orang lain yang berbeda-beda ketika menyatakan atau berkomentar di media sosial.

Selain itu, Kalis menambahkan bahwa kita enggak perlu menanggapi komentar orang lain yang tidak menangkap maksud pendapat yang kita suarakan di media sosial. Maka perempuan yang vokal inilah yang disematkan dengan anggapan makhluk yang tidak pernah salah. 

11. SJW (Social Justice Warrior) feminis

IWF 2020: 12 Sebutan Perempuan dalam Kata-kata, Sister Fillah!pexels.com/Flavia Jacquier

Ligwina menyebutkan istilah SJW feminis. Istilah SJW (Social Justice Warrior) sebagai pejuang keadilan sosial (menyangkut pandangan progresivisme sosial, termasuk feminisme, hak sipil, multikulturalisme, dan politik identitas.) itu sendiri telah mengalami perubahan makna peyoratif.

Pejuang keadilan sosial yang berpendapat di media sosial kini telah dianggap hanya mengutarakan kesoktahuannya saja dan hanya ingin membenarkan pendapatnya. Menurut Ligwina, SJW Feminis juga dikecilkan ketika bersuara atau berpendapat di media sosial.

Sarannya, perempuan atau SJW feminis dapat mulai mengemukakan pendapatnya dengan menyetujui suatu pendapat, tidak memulainya dengan pertentangan. Sehingga pendapat di media sosial tidak selalu negatif. Perempuan tetap mesti berlatih mengemukakan pendapatnya agar perempuan dapat merdeka berpikir, berpendapat dan menentukan jalan hidupnya sendiri.

12. Wanita karier

IWF 2020: 12 Sebutan Perempuan dalam Kata-kata, Sister Fillah!pexels.com/andrea pacquadio

Sebutan wanita karir ini disematkan pada perempuan yang bekerja. Menutur pernyataan Ligwina, perempuan mesti independen untuk mendapatkan penghasilan sendiri. Walaupun perempuan telah menikah dan dinafkahi suaminya, perempuan mesti diberikan ruang dan kesempatan mendapatkan penghasilannya sendiri.

Penghasilan dapat diperoleh perempuan melalui bekerja atau berkarir, berdagang atau berbisnis, berkegiatan sosial, serta dari kegiatan seni dan pertunjukan. Pentingnya perempuan memiliki ruang dan kesempatan menghasilkan pendapatannya sendiri untuk berjaga-jaga di masa depan (pisah dengan pasangannya) atau hanya untuk tidak terlalu mengharapkan atau membebani lelaki atau pasangannya.

Itulah keduabelas sebutan untuk perempuan yang ternyata beragam. Mulai dari anggapan inferior dan superior, sebutan-sebutan tersebut kembali ke perempuan itu sendiri dampak negatif dan positifnya. Keep strong, Ladies!

IDN Times menggelar Indonesia Writers Festival 2020. Acara yang juga dikenal dengan IWF 2020 ini adalah pertemuan independen yang berkomitmen untuk memberdayakan Indonesia melalui bidang menulis. Acara dengan slogan Empowering Indonesians Through Writing ini dilangsungkan pada 21 hingga 26 September 2020 melalui Zoom dan Youtube channel IDN Times.

IWF 2020 sendiri menghadirkan lebih dari 20 pembicara kompeten di berbagai latar belakang seperti Nadin Amizah, Sal Priadi, Agus Noor, Ivan lanin, Tsana, Kalis Mardiasih, dan masih banyak lainnya.

Simak terus keseruan setiap sesinya di situs kami, idntimes.com, ya!

Baca Juga: IWF 2020: 5 Kiat Jitu Nulis Artikel dari Konten Viral Ala Nabila Inaya

Yulia Erni Photo Verified Writer Yulia Erni

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya