Riuh Rindu

Sepotong rindu untuk kakak

Senja berlalu pergi seperti biasa. Jingga tak lagi bersahabat se-syahdu dulu ketika tawamu masih akrab di telinga. Sore ini, hanya terlihat lambaian ilalang mengusik siluet bayangmu yang kautumpahkan ke seluruh pikiranku. Namun seketika ia berlalu. Malam kini merambah datang. Sinar rembulan membanjiri bumi dengan sendu. Gemintang memayungi bumi tampak redup. Kusadari senyummu telah hilang di sekian malam, tergantikan malam yang suram di rumah yang mulai memeluk sepi. Riuh rindu yang mulai gaduh berceloteh di langit malam, menyanyikan sederet namamu yang berada jauh di seberang sana.

Di sudut-sudut ruang minimalis itu masih lekat kenangan tentang kita yang saling melempar debat tak berujung. Terkadang dengus sebal yang kerap kudengar hanya kauulas dengan senyummu yang menenangkan, nasihatmu yang tegas, dan tatapmu yang membuatku nyaman. Kini hanya bisa kutatap jendela kusam di balik kamarmu yang hening. Tak peduli betapa gaduhnya di luar sana, aku tetaplah sebingkai nestapa yang dipasung kerinduan yang meraja. Detik dan menit tak pernah selambat ini semenjak jejakmu bersisa debu. Semua terasa tak bernyawa teruntuk semangatku yang telah layu.

Kita berada di bawah langit yang sama, sementara di dalam tubuh kita mengalir darah yang sama, tapi tak ada yang bisa kuperbuat selain hanyut dalam dekap doa dan airmata. Rengekan yang menjadi-jadi tak kunjung terwujud oleh pertemuan, hanya janji-janji maya yang akrab memekakkan telingaku saja. Aku benar-benar benci hari-hariku setelah kepergianmu. Aku benci melakukan semuanya sendiri, bahkan aku benci saat adegan lucu di televisi itu harus terjadi tanpa adanya dirimu di sampingku.

dm-player

Telah kuperbincangkan pada malam bahwa hariku kian kelabu, namun malam tak jua mendekapku walau kemilau bintang di atas sana memujanya. Isak tangis bulan yang menderaku membuatku semakin hanyut di bawah atap yang sunyi ini. Asaku membuncah saat pagi bertandang, berharap semua hanya mimpi dan aromamu akan membangunkanku, namun asa itu harus kutepikan lagi bersama waktu yang enggan beranjak.

Aku butuh suaramu setiap pagi untuk memastikan kamu baik-baik saja, untuk memastikan bahwa aku masih punya tempat untuk merengek dengan semua keinginanku, dan untuk meyakinkanku bahwa jarak bukan lagi alasanku untuk menangisimu. Kusadari semua ini tak mudah kujalani. Namun, ragamu yang jauh tetap tinggalkan energi di sini, yang berusaha kuhirup demi semangatku sendiri.

Bagaimanapun, sejauh apa pun jarak, kasih sayang tetap bisa mematahkannya. Walau tak sehangat dulu, setidaknya gigil akan merindumu tak akan bisa membunuhku.

Ana Zuhri Photo Writer Ana Zuhri

Aku tak selalu tulisanku // IG: @naa7x_

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ernia Karina

Berita Terkini Lainnya