Untuk Semua Pertengkaran yang Terjadi, Bu Maafkan Anakmu Ini

Aku sangat menyesal, bu.

“Bu, izinkan aku mengantarkan maaf setelah semua kesalahanku padamu”

Pertengkaran sore kemarin terputar kembali di kepalaku. Ya, aku dan ibu baru saja terlibat dalam perdebatan sengit setelah ibu memarahiku karena terlalu lama tenggelam bersama laptop kesayangan seharian. Harus kuakui, sejak aku bergulat dengan pekerjaan ini setengah dari waktu yang kupunya dipakai untuk berkencan dengan laptop dan koneksi internet. Tanpa sadar aku tengah bertransformasi jadi manusia egois, asyik dengan diri sendiri dan membiarkan ibu kesepian tanpa teman.

Masih terngiang kalimat kasarku yang menuding ibu tak mengerti anak zaman sekarang. Padahal ibu hanya mengingatkan untuk makan setelah seharian diriku sibuk memandangi layar.

Untuk Semua Pertengkaran yang Terjadi, Bu Maafkan Anakmu IniSumber Gambar: huffingtonpost.com
Di antara banyaknya perseteruan sengit yang pernah pecah di antara kita, mungkin masalah ini adalah yang paling kusesali. Bagaimana tidak, harusnya aku bisa lebih menahan emosi ketika ibu meluapkan kemarahan karena aku terlalu sibuk dengan pekerjaan. Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Aku membalas kegusaran ibu dengan tensi yang sama tingginya.

Sebetulnya jika dipikir kembali, masalah kita adalah hal sepele yang tak perlu mengundang adu urat. Ibu mungkin terlalu khawatir dengan kesehatanku yang akan terganggu jika terlalu lama menunda waktu makan. Maka dari itu ibu langsung marah saat mendapatiku belum juga makan setelah berkali-kali diingatkan. Tapi bukannya berterima kasih, diriku malah membalas kemarahan ibu dengan kalimat:

dm-player

“Aku lagi sibuk. Ah, ibu memang nggak ngerti anak zaman sekarang” – yang kini ku ketahui begitu menyakitimu.

Setiap kali kita bertengkar, ibu seringkali membandingkan kebiasaan anak zaman sekarang dengan dulu. Maksud ibu tentu baik ingin mengingatkan, tapi yang terjadi cara ini tak jarang membuat kemarahanku makin besar.

Untuk Semua Pertengkaran yang Terjadi, Bu Maafkan Anakmu IniSumber Gambar: huffingtonpost.com

Kemarahanku bertambah tinggi ketika ibu mulai membandingkan kebiasaanmu dulu dengan aku sekarang. Kata ibu, anak zaman dulu jauh lebih penurut jika dibandingkan perilaku anak masa kini. Ketika orangtua bicara tak ada satupun anak yang berani membantah. Menurut ibu juga kalau dulu tak ada yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya sampai bersikap acuh tak acuh.

Rentetan kalimat ibu tak ayal memancing rasa marahku berlanjut. Aku berkali-kali bilang kalau zaman sudah berubah. Rasanya tak pas aja kalau ibu terus-menerus membandingkan perilaku sekarang dan zaman dulu. Aku juga mengatakan pada ibu mungkin tidak adanya anak yang terlalu sibuk dengan gadget-nya diakibatkan memang waktu itu penggunaan alat-alat canggih tidaklah semarak sekarang. Sebetulnya aku tidak ingin bertengkar dengan ibu sampai sebegininya. Tapi entah mengapa kalimat-kalimat yang keluar dari mulut ibu membuatku gagal mengendalikan emosi.

Adu mulut yang terjadi antara kita kemarin membuatku merasa ibu memang sulit mengerti diriku sebagai anak. Bahkan, aku menilai ibu memang orangtua yang tidak pernah perduli pada kebutuhanku.

Untuk Semua Pertengkaran yang Terjadi, Bu Maafkan Anakmu IniSumber Gambar: howtoparentateen.wordpress.com

Pertengkaran kita pun berlanjut saat ibu memasuki kamarku dan masih terus mempertahankan argumen bahwa kali ini aku salah karena terlalu membela pekerjaan. Aku yang tidak terima pun juga semakin marah dengan hal ini. Menurutku kemarahan ibu adalah bentuk ketidak mengertian atas pekerjaan yang sedang kulakukan. Bahkan karena rasa marah itu aku mengatakan bahwa selama ini memang ibu tidak mengerti diriku.

Bu, aku tidak pernah memiliki niat untuk mengatakan kalimat sekasar itu padamu. Jelas ibu sangat perduli padaku. Kemarahanmu ini adalah salah satu buktinya. Ibu jengkel karena aku terlambat makan. Hanya saja kepalaku terlanjur dipenuhi emosi dan tidak mampu melihat bahwa kemarahan ibu terjadi karena ibu terlalu menyayangiku. Bu, maafkan kekhilafan anakmu ini ya.

Tidak hanya soal aktivitas menyelesaikan pekerjaan saja. Kemarin saat pertengkaran kita pecah, ibu juga menyinggung soal kebiasaanku yang lebih asyik berkomunikasi dengan teman-teman lewat media sosial. Katamu, aku terlalu larut dengan media itu sampai seolah tak memiliki waktu lagi untuk bercengkrama dengan keluarga. Tapi bukannya mengalah, aku malah bertambah marah. Seharusnya aku mengerti bahwa ibu mungkin sedikit cemburu karena merasa anaknya kini lebih mementingkan orang lain daripada dirinya.

Maafkan aku ibu karena menilaimu terlalu cerewet berkomentar ini dan itu. Aku sering lupa bahwa keikut campuranmu adalah karena rasa pedulimu.

Untuk Semua Pertengkaran yang Terjadi, Bu Maafkan Anakmu IniSumber Gambar: chinaelevatorstories.com

Mungkin letak permasalahan yang membuat kita bertengkar adalah karena aku menilai ibu terlalu ikut campur atas semua urusanku. Aku gusar ketika ibu berkomentar terlalu banyak tentang ini dan itu. Apalagi bila komentar ibu berisi kalimat kritik, terus terang itu langsung memancing kemarahanku.

Padahal semua kemarahan dan kritik ibu adalah karena dirimu begitu perduli. Ibu tidak ingin aku larut dalam pekerjaan sehingga tak memiliki dunia sosial. Dirimu juga tak mau bila aku tidak berhubungan keluarga karena terlalu asyik dengan aktivitas dunia maya. 
Di akhir pertengkaran kemarin aku juga mengatakan pada ibu, “Bu sudah deh ya yang jalanin hidup ini kan aku, jadi jangan terlalu banyak komentar”.

Setelah kalimat ini meluncur ibu pun langsung diam dan keluar dari kamar sambil menangis. Aku memahami sekarang kalau kalimatku itu memang keterlaluan. Untuk semua pengorbanan yang telah ibu lakukan, pantasnya aku tidak mengeluarkan kalimat seperti itu. Ya inilah penyesalan anakmu ini bu.

Semoga aku masih punya kesempatan untuk menjemput maaf dari tangan ibu. Aku sangat menyesal bu, tolong maafkan aku.

Untuk Semua Pertengkaran yang Terjadi, Bu Maafkan Anakmu IniSumber Gambar: nextavenue.org

Tidak ada kata yang lebih tepat menggambarkan perasaanku saat ini selain rasa sesal. Pertengkaran, adu argumen, dan semua kalimat kasarku yang kukatakan kemarin seolah menamparku berkali-kali. Tentu tidak ada pembelaan yang tepat untuk membenarkan perbuatanku. Sebagai anak yang dibesarkan dengan penuh kasih sayang aku jelas tak pantas mengatakan itu padamu.

Kini anakmu menyadari bahwa yang ibu lakukan adalah karena rasa sayangmu yang begitu dalam. Ibu sesungguhnya hanya butuh perhatian dan penjelasan tentang apa sedang dilakukan oleh anaknya. Bu, aku sangat menyesali pertengkaran itu dan semua kalimat kasar yang terlontar dari mulutku. 

Topik:

Berita Terkini Lainnya