Anindita Zein, Alumni LPDP yang Berdayakan Ibu lewat 'Lab Belajar Ibu'

Setiap ibu punya kesempatan untuk belajar

Menikah dan menjadi ibu rumah tangga bukanlah alasan untuk berdiam diri tanpa menelurkan suatu karya bagi Annisa Anindita Zein. Seorang ibu juga berkesempatan untuk terus mengasah diri agar bisa berdampak bagi lingkungannya.

Hal ini digaungkan oleh perempuan yang akrab disapa Dita, seorang founder sekaligus Kepala Penggerak Komunitas Lab Belajar Ibu (LBI). Melalui komunitasnya, Dita berusaha membangun dan memberdayakan ibu-ibu untuk tidak pernah lelah berhenti belajar.

Lantas, apa yang mendorongnya untuk senantiasa merangkul para ibu untuk terus mengembangkan diri? Anindita Zein membagikan ceritanya mengembangkan LBI dan pengalamannya sebagai alumni beasiswa LPDP secara daring dengan IDN Times pada Rabu (21/12/2022).

1. Inisiatif mendirikan Lab Belajar Ibu berangkat dari kegalauan para ibu dalam masa transisi

Anindita Zein, Alumni LPDP yang Berdayakan Ibu lewat 'Lab Belajar Ibu'Lab Belajar Ibu (dok. Anindita Zein)

Dita dan founder-founder lainnya yang merupakan lulusan LPDP dan tersebar di berbagai negara, rupanya memiliki keresahan yang sama. Sebagai alumni LPDP angkatan kedua, Dita merasakan peliknya transisi dari pelajar ke ibu rumah tangga atau dilema seorang ibu rumah tangga pasca lulus.

"Founder LBI ada lima, lima orang ini adalah mantan penerima beasiswa LPDP. Kita menyadari ada kewajiban bagi kita untuk berbuat baik ke masyarakat dengan cara empower ibu-ibu," jelasnya.

Awalnya ia dan teman-temannya yang lain merasa ada kekosongan. Dita merasa gak berdaya sebagai alumni LPDP karena belum menemukan tempat untuk berkarya khusus buat ibu-ibu yang memang pernah mengenyam pendidikan di luar negeri dan kembali ke Indonesia.

"Akhirnya kita buat si Lab Belajar Ibu karena pas banget udah mulai banyak yang berangkat ke luar negeri. Mulai banyak juga ibu-ibu yang balik ke domestik setelah menjadi mahasiswa dan itu rasanya beda banget. Awalnya kita memang berdiri dari ibu-ibu yang transisi ke domestik. Tapi kita menyadari bahwa pahitnya transisi ini gak cuma ibu balik ke domestik tapi ibu yang dari domestik balik ke publik itu juga sulit," imbuh Dita.

Maka dari itu, Dita dan para founder lainnya membuat Lab Belajar Ibu pada akhir 2022. Mengapa Lab Belajar Ibu? Tujuannya tentu menjadi laboratorium kehidupan tempat Ibu pembelajar yang percaya diri dan bahagia.

Selain itu, Dita merasa bahwa Lab Belajar Ibu merupakan suatu wadah yang tidak menggaungkan salah satu goal saja. Dalam artian, Dita berupaya membantu ibu yang mau transisi ke domestik, transisi ke publik, maupun ibu yang mau jadi mahasiswa melalui LBI. 

Dita mengungkapkan bahwa saat ini sudah ada 337 anggota. Ia pun mengatakan bahwa setidaknya setiap orang yang ingin bergabung harus tahu atau mengikuti acara LBI sehingga bisa memahami value-value LBI.

2. Lab Belajar Ibu berupaya merangkul para ibu dengan berbagai latar belakang untuk mencapai tujuan yang sama

Anindita Zein, Alumni LPDP yang Berdayakan Ibu lewat 'Lab Belajar Ibu'Lab Belajar Ibu (dok. Anindita Zein)

Khusus di tahun 2022, Dita menyampaikan bahwa ada tiga highlight utama yang disediakan LBI untuk memberdayakan para ibu. Pertama adalah kelas menulis dengan harapan bahwa setiap ibu bisa belajar membuat tulisan ilmiah dan bisa memonetisasi skill mereka.

"Kedua, kita membantu teman-teman mahasiswa di Universitas Terbuka untuk mendapatkan pengajaran yang lebih baik dengan membuat kelas bantu belajar mahasiswa. Ada Ibu Back to School, rangkaian acara yang besar tentang rangkaian IG Live, pelatihan, ada juga webinar. Intinya dari LBI adalah selain memaksimalkan media yang kita punya dari mulai website, newsletter, podcast, dan instagram," pungkas perempuan yang menyukai budaya dan kerajinan tangan Jepang.

Dita menjelaskan bahwa Ibu Back to School memang dihadirkan untuk ibu yang mau sekolah lagi setelah gap year atau tidak ada gap year tetapi membutuhkan support. Rasanya berbeda ketika ingin kembali bersekolah saat sudah menjadi ibu. 

"Bukan dalam konteks suami gak support. Bahkan dalam kondisi suami support banget tetep aja rasanya beda. Ketika kita tahu bahwa orang-orang seumur kita udah gak uda lagi, udah punya anak, lagi berjuang dan menghadapi keresahan yang sama, rasanya kayak punya teman," tuturnya.

Dita juga melihat bahwa ternyata banyak sekali orang yang terlibat di LBI itu memiliki keahlian khusus. Diskusi yang berjalan pun menjadi semakin 'kaya' dan membuat Dita berpengharapan bahwa LBI bisa merangkul semua ibu untuk menghasilkan karya sesuai dengan keahlian atau bidang studi yang digeluti.

Ia mengungkapkan bahwa ia selalu mendukung setiap ibu yang senang belajar. Bukan dalam artian belajar secara formal, melainkan belajar apa pun. 

3. Meski harus mengelola komunitas, Dita mengaku skill-nya sudah terasah dengan menghabiskan waktu untuk berorganisasi saat kuliah

Anindita Zein, Alumni LPDP yang Berdayakan Ibu lewat 'Lab Belajar Ibu'Lab Belajar Ibu (dok. Anindita Zein)

Ada 40 ibu-ibu menjadi tim inti dari Lab Belajar Ibu. Tentu saja bukan hal yang mudah untuk mengoordinasikan 40 pikiran yang berbeda-beda dalam satu tujuan.

Meski begitu, Dita bersyukur menghabiskan masa mudanya sewaktu kuliah dengan aktif berorganisasi. Sekalipun susah, ia merasa enjoy karena jiwa kepemimpinannya sudah terlatih sejak dini.

Dita merupakan lulusan Institut Teknologi Bandung tahun 2011. Sejak dulu, ia memiliki tekad untuk mengikuti segala macam kepanitiaan hingga rela menginap di kampus. Namun, itulah yang membuatnya tumbuh menjadi pribadi yang tangguh ketika harus berhadapan dengan medan yang lebih besar dan berat.

Ia sempat mengikuti program pertukaran pelajar ke Kanazawa University di Jepang pada tahun 2011-2012 dengan beasiswa JASSO. Kemudian, ia mengambil pendidikan Master of Arts di Tokyo Institute of Technology dengan beasiswa LPDP pada tahun 2013-2015.

"Sebetulnya aku merasa sama Tuhan diberikan jalur organisasi yang memang pelan-pelan naik levelnya. Ketika di luar negeri, aku kan harus berhadapan dengan ibu-ibu. Yang biasanya jalan banget itu adalah PPI dan organisasi ibu-ibu. Jadi ketika aku tinggal di Nagoya, aku tinggal di lingkungan yang ibu-ibunya itu kuat banget. Di situ aku belajar untuk mengorganisasikan ibu-ibu tapi jumlahnya waktu itu masih 15, skalanya masih kota gitu kan sampai ke LBI yang 40 orang dan online lagi se-Indonesia," ungkap ibu satu anak ini.

Bahkan, masa-masa menunggunya pasca lulus S2 tetap diisi dengan berbagai kegiatan produktif. Selagi menemani suami yang saat itu mengenyam pendidikan doktoral di Jepang juga, Dita merasa harus melakukan hal lain.

dm-player

"Akhirnya mulai tuh aku berkarier di dunia organisasi. Misalnya, aku jadi kepala bagian kelas bahasa ketika di Jepang, nge-lead tim pelajaran bahasa Indonesia dan Jepang untuk anak-anak di Jepang. Terus aku juga jadi kepala kelompok bermain selama di Nagoya. Jadi aku banyak memegang organisasi dan komunitas. Di situlah yang memberanikan aku ketika pulang ke Indonesia harus membuat sesuatu lagi, nih. Akhirnya aku dan teman-teman membuat Lab Belajar Ibu," katanya.

4. Tak disangka, titel sebagai penerima beasiswa LPDP ternyata memberikan tekanan sekaligus dorongan untuk berbuat lebih bagi masyarakat

Anindita Zein, Alumni LPDP yang Berdayakan Ibu lewat 'Lab Belajar Ibu'Lab Belajar Ibu (dok. Anindita Zein)

Usai mendapatkan gelar sarjana, Dita sempat mengikuti student exchange dan memegang proyek sebagai karyawan magang di salah satu perusahaan industri oil dan gas. Tak merasa cocok di situ, perjalanannya berlanjut ke negeri bunga Sakura.

Namun, Dita mengaku ada perasaan yang berbeda hidup sebagai pelajar di negeri orang dengan beasiswa LPDP. Terlebih selang beberapa bulan di Jepang, ia menikah dan statusnya otomatis bertambah menjadi seorang ibu rumah tangga sekaligus pelajar.

"Nah, di masa-masa transisi aku dari pelajar ke ibu rumah tangga itu tuh radikal. Aku harus mengisi kegiatan karena aku kan mantan penerima beasiswa LPDP. Beda ya statusnya ibu rumah tangga tanpa titel akademik di belakang dengan ibu rumah tangga bertitel akademik plus dibiayai negara. Kebayang gak kayak ada pressure apa? Dan lagi kita di luar negeri," tambahnya.

Perempuan yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal untuk PPI Jepang ini lantas menyadari bahwa ternyata menjadi penerima beasiswa justru memberinya tekanan. Namun, tekanan itu baik karena membuatnya terus bergerak dan mencari cara untuk memperlihatkan diri bahwa ia berbeda.

Baca Juga: Nia Umar, Perempuan yang Tak Lelah Dorong Para Ibu Perjuangkan ASI

5. Menjalani tiga peran sekaligus sebagai pelajar, ibu, dan istri, tak lantas menyurutkan semangat Dita

Anindita Zein, Alumni LPDP yang Berdayakan Ibu lewat 'Lab Belajar Ibu'Anindita Zein, Founder dan Kepala Penggerak Komunitas Lab Belajar Ibu (instagram.com/aninditazein)

Hidup di negeri orang mungkin tak seindah yang dibayangkan. Pasti ada berbagai tantangan dan kesulitan yang mungkin menghadang. Terlebih menyandang peran sebagai pelajar, ibu, sekaligus istri membuat Dita belajar untuk menyesuaikan diri lebih ekstra.

"Memang sulit sekali membuat orang Jepang merasa bahwa kita adalah bagian dari mereka. Jadi memang agak susah adaptasi masuk ke orang Jepangnya. Yang paling sulit adalah nunjukin bahwa kita orang Indonesia, terlebih lagi aku dengan identitas jilbab ini bisa memberikan kontribusi di lab. Kalau di Jepang, kita kan masuk ke lab-lab kecil sesuai dengan topik riset kita. Jadinya gimana kita nunjukin sebagaimana orang Indonesia punya progres riset yang baik justru gak membuat orang melihat Indonesia dengan cara berbeda," ucapnya.

Saat mengambil Decision Science and Technology di Tokyo Tech, Dita melewatinya dalam kondisi hamil. Bukan perkara mudah, ia harus benar-benar bisa memanfaatkan momen untuk istirahat tetapi tugas tetap terselesaikan. 

"Pas banget ketika aku hamil, aku bukan hamil yang sehat dan aktif. kehamilan 5 bulan pertama aku kebanyakan bedrest. Alhamdulilahnya itu bukan saat aku harus aktif hadir di kelas, jadi aku udah banyak bisa di rumah," imbuhnya.

Dita menambahkan, "Aku berusaha banget ketika aku memutuskan nikah dan kemungkinan besar karena kita gak nunda jadi hamil, aku berusaha untuk menyelesaikan syarat-syarat lulus di depan. Jadi jangan sampai kita bisa gak lulus karena ada syarat yang gak oke dan gak bisa diselesaikan."

6. Di balik setiap tantangan, pasti ada hikmah yang bisa dipetik sebagai alumni LPDP

Anindita Zein, Alumni LPDP yang Berdayakan Ibu lewat 'Lab Belajar Ibu'Lab Belajar Ibu (dok. Anindita Zein)

Sebagai alumni LPDP, Dita merasa bahwa ia dipilih oleh negara sehingga hal itulah yang membuatnya merasa tergerak untuk berbuat baik kepada orang lain. Dita percaya bahwa ketika dirinya membantu orang lain, maka suatu saat Allah SWT akan membantunya juga.

Ia juga mengingatkan, "Gak ada hal yang bikin kita rugi dengan nge-bantu orang lain. Nge-bantu orang lain balik lagi akan ngasih benefit ke diri kita juga tanpa kita sadari."

Dari awal pun, Dita sudah merasa salah jurusan dan gak merasa cocok dengan professor. Namun, ia sadar bahwa semua akan ada hikmahnya. Justru jurusan yang semula dirasa salah menyadarkannya tentang hal-hal baru yang selama ini ia sukai.

"Mau gimana pun insya Allah ada hikmahnya dan memang ada hikmahnya. Kayak misalnya contoh ya saya riset tentang tekstil. Riset tentang tekstil itu ternyata saya suka dengan tekstil. Saya gak nyangka bahwa ternyata topik itu adalah topik yang saya suka. S1-nya saya Human Capital, tiba-tiba S2 riset tekstil, ih jauh banget. Ternyata dengan belajar itu saya menyadari kalau saya suka dengan dunia entrepreneurship, dunia tentang micro small business," tegasnya.

Melalui riset itu pula, Dita banyak mengenal pengrajin Jepang dan berhasil diwawancarai oleh koran Jepang karena membuat produk yang mengawinkan budaya Islam dan Jepang.

"Kalau saya gak nyebur dan pindah topik riset, gak akan muncul tuh muka saya ada di koran. Walaupun awalnya kek 'apaan sih ini!' dan menyadari itu ketika 5 tahun berjalan. Kalau misalnya saya gak diceburin ke topik riset baru itu mungkin nanti saya bingung riset S3 saya gimana karena ternyata saya suka banget tuh sama topik riset yang berubah banget dari S1-nya," kata perempuan yang sedang berusaha untuk S3.

7. Ibu adalah titel mewah yang sudah diberikan Tuhan

Anindita Zein, Alumni LPDP yang Berdayakan Ibu lewat 'Lab Belajar Ibu'Lab Belajar Ibu (dok. Anindita Zein)

Mungkin kamu sering mendengar kalimat bahwa surga ada di telapak kaki ibu, 'kan? Bagi Dita, ibu merupakan titel mewah yang diberikan Tuhan untuknya. Sekalipun ada peran yang bisa digantikan oleh bapak, ada peran-peran tertentu yang membuat seorang ibu tampak lebih spesial.

Namun, Dita juga menyadari bahwa perannya sebagai seorang ibu gak akan bisa berjalan tanpa ada dukungan dari suami. Di balik ibu yang hebat juga ada suami yang hebat karena keduanya ada dalam satu tim.

"Perempuan yang hebat adalah perempuan yang tahu meskipun diluar memang disegani oleh orang sekitarnya, koleganya, tapi dia tahu bahwa ketika dalam rumah tangga ada suami yang pemimpin dia. Tapi itu gak membuat dia mengecil, justru untuk melindungi dan menjadi partner," tutur perempuan berhijab ini.

Hal ini pun yang menguatkannya untuk terus menggerakkan perempuan dan ibu-ibu melalui LBI. Dita berharap LBI bisa menjadi organisasi yang mewadahi perempuan dan ibu-ibu untuk berdaya secara keilmuan dan bisa menjadi pusat penggerak pendidikan. Semoga kisah inspiratif Anindita Zein ini juga bisa memberikan insight baru, ya!

Baca Juga: Kisah Inspiratif Fery Farhati Selama Jadi Istri Gubernur DKI Jakarta

Topik:

  • Pinka Wima

Berita Terkini Lainnya