Seluk-Beluk Industri Mode di Mata Desainer dan Pengamat Fashion
Intinya Sih...
- Desainer mode dihadapkan pada tantangan berupa perjuangan panjang dan sulit dalam membangun bisnisnya.
- Kegigihan, konsistensi, dan kejujuran terhadap diri sendiri merupakan kunci untuk bertahan di industri mode Indonesia.
- Pelaku industri mode memerlukan kritik untuk pengembangan bisnis, meskipun tren dan target pasar yang besar ada di Indonesia.
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Indonesia bukan hanya kaya dengan sumber daya alam dan kebudayaan. Negara dengan populasi 279 juta orang ini, juga memiliki banyak desainer-desainer berbakat yang berani unjuk gigi.
JF3 Talk menggelar diskusi panel dengan tema "Is Indonesia’s Next Generation Ready to Lead the Future Fashion Industry?". Diskusi ini mengungkap seluk-beluk industri mode Indonesia di mata desainer dan pengamat fashion. Simak artikelnya, ya!
1. Fashion designer punya tantangan berat untuk survive di dunia mode
Tiap profesi memiliki jalannya masing-masing yang gak bisa disamakan. Tiap profesi juga memiliki kekurangan dan kelebihan. Hal ini tentu dirasakan juga oleh para desainer yang gigih menunjukkan karya-karya mereka.
"Kalau kita melihat makro, bisnis fashion designer itu gak simpel. It is not about making clothes dan dijual," ungkap desaiiner Hartono Gan dalam JF3 Talk Vol.2 di Teras Lakon, Serpong, pada Rabu (15/5/2024).
Sebagai seorang desainer yang sudah berkarya lebih dari 10 tahun, Hartono menyadari bahwa sampai di titik saat ini, merupakan perjalanan dan perjuangan yang panjang. Menurutnya, hampir semua desainer di Indonesia berdiri pada kaki sendiri yang tak mudah. Namun, apa yang terlihat oleh masyarakat berbeda dengan apa yang ia rasakan.
"Kita desainer gak bisa mengetok pintu tiap orang untuk bikin baju. Itu gak bisa kita lakukan. Kalau makanan direct, pay one for two, pay two for five. Kalau desainer kan tricky ya. Di satu sisi, kita udah berdarah-darah butuh cash flow, di satu sisi it's a glamour industry. Itu susahnya minta ampun. Bukan masalah lagi, tapi itu yang kita hadapi dan alami," jelasnya.
2. Di industri mode, perlu kegigihan untuk bisa bersaing dengan kompetitor
Berprofesi sebagai desainer pun, membuatnya mengamati mode dan perkembangan bisnis. Gak banyak orang bisa berkembang di industri yang sama dalam waktu yang lama. Maka dari itu, Hartono Gan memandang bahwa kegigihan dan konsistensi merupakan kunci untuk bisa bersaing dan bertahan di industri mode Indonesia.
Mengikuti tren bukan jaminan bahwa bisnis akan bertahan. Hartono melihat banyaknya brand-brand yang hilang dan timbul. Itu sebabnya, penting untuk mengenal jati diri dan memiliki sikap persisten dalam melakoni pekerjaan serta bisnis di bidang ini.
"Ada beberapa desainer yang persisten untuk tidak berubah haluan. Gue yakin butuh waktu lima sampai sepuluh tahun untuk bisa merasuki pikiran orang agar setuju dengan apa yang kamu lakukan," katanya.
Dulu, baginya menjadi fashion designer sangatlah prestise dan glamor. Namun, ia lantas menyadari bahwa pekerjaan ini tidaklah mudah karena tidak semua desainer berasal dari background yang mumpuni berkaitan dengan fashion atau bisnis.
3. Penting bagi desainer untuk jujur dengan diri sendiri dan mempertahankan jati dirinya
Editor’s picks
Salah satu hal yang penting dimiliki oleh desainer adalah kejujuran terhadap diri sendiri. Hal itulah yang disampaikan Mira Hoeng sebagai Founder MIWA Pattern dan seorang textile designer. Tinggalkan karier di Walt Disney Company, ia kemudian melanjutkan bisnis keluarga dan mulai menginisiasi MIWA Pattern.
"Semua orang bisa jadi kritikus, bisa jadi blogger, influencer. Gak usah punya background yang legit. At end of the day, kita balik ke jati diri masing-masing," katanya.
Mira mengaku tidak pernah mengikuti tren. Semua karyanya merupakan hasil handdrawn yang benar-benar dibuat saat itu. Hal itulah yang ia pegang kuat sebagai seniman.
"Just make things beautiful. Just listen to your hearts. True to your identity. Semesta akan mencarikan jalannya. Kedengarannya naif, tapi itu aku lakukan delapan tahun. Benar-benar do you something with your heart. I believe semesta atau Tuhan akan menunjukkan jalannya," sambungnya.
Tentu, desainer tetap memerlukan kritik dari orang lain. Bagi Mira, ia juga harus jujur pada dirinya sendiri selain mendengarkan pelanggan. Ketika ia mengikuti kata hatinya, maka pelanggan akan datang sendiri.
"Supaya kita gak gila dengan semua tantangan itu, listen to your heart and be true to yourself," ucapnya.
Baca Juga: Gaya Fashion Lama yang Kembali Populer, Old School Vibes!
4. Indonesia merupakan target market yang sangat besar di bidang fashion
Menurut pengamat mode sekaligus fashion journalist Syahmedi Dean, Indonesia merupakan salah satu negara dengan target market yang besar. Gak mengherankan apabila banyak sekali brand-brand luar yang masuk ke pasar mode Indonesia.
"Di Indonesia, ada 158 juta konsumen yang berpotensi berbelanja. Umumnya, orang Indonesia memang impulsive buyers," ujarnya.
Dengan keberagaman budaya, pelaku industri mode memiliki banyak peluang besar untuk berkembang di dalam negeri. Banyak sekali budaya-budaya yang tidak ditemukan di luar negeri. Itulah yang membuat fashion terus berputar karena kebutuhan akan fashion selalu ada.
5. Kritik diperlukan dalam industri mode Indonesia
Bukan terpaku pada inovasi dan kreativitas saja, pelaku industri mode juga memerlukan kritik guna mengembangkan bisnis. Hartono Gan menyebut ada dua brand ternama di dunia yang kerap dihujat oleh banyak fashion editor karena koleksi yang kurang bagus. Namun, nyatanya kedua brand itulah yang memiliki angka penjualan tertinggi.
"Kritik itu membuat industri menjadi whole, penuh, lengkap. Kritik membuat kita merasa 'lu adalah desainer eligible makanya dikritik'. Kita perlu eligible kritik. Bagi label fashion baru, fokuslah di produk. Itu membuat titik yang sangat penting buat sekarang. Kritisi fashion diperlukan, sales juga diperlukan," tutup Hartono Gan.
Baca Juga: Makeup Hacks hingga Tips Fashion Adel dan Michie JKT48, Penasaran?