Kisah Endri Kurniawati, Kehidupan Kedua Sang Penyintas Kanker

#AkuPerempuan Menyiapkan kematian dengan tergesa-gesa.

Bagaimana perasaanmu jika kamu divonis mengidap kanker? Khususnya para cewek yang harus kehilangan "simbol identitas" dan mahkotanya alias payudara? Bisa jadi semua harapan pupus seketika.

Semua rencana masa depan yang kita rancang seolah pudar. Meski semua yang berjiwa pasti akan mati, rasanya tak ada satu pun yang ingin dekat dengan ajal. 

Endri Kurniawati, menghadapi kenyataan pahit tersebut. Seperti orang kebanyakan, dia sempat merasa down di titik paling rendah dalam hidupnya. Bagaimana tidak, dia divonis mengidap kanker stadium 2A di saat banyak rencana masa depan yang ia persiapkan secara matang.

Lalu, bagaimana perjuangannya sehingga ia bisa bangkit kembali? Simak ulasannya berikut ini ya.

1. Merasa dekat dengan kematian, Endri mulai membagi-bagikan warisannya

Kisah Endri Kurniawati, Kehidupan Kedua Sang Penyintas KankerFacebook/Endri Kurniawati

Down, menangis, merasa hidup sudah habis. Begitu rasanya. Bahkan, Endri sempat membagi-bagikan warisan yang dia punya. Baginya, pengidap kanker sepertinya bisa menemui ajal kapan saja. Meski demikian, ia masih ingin berjuang keras melakukan sebaiknya, pengobatan akurat dengan dokter terbaik, mengusahakan semuanya secara terukur, dan tercepat.

"Aku sudah diberi nyawa, amanat itu harus kupegang. Down iya, tapi manusia harus berusaha," kata alumni Universitas Airlangga Surabaya itu.

Bukan tanpa alasan dia membagi-bagian warisan sedini mungkin. Kata Endri, "Aku tak punya anak, aku juga bukan seorang guru." Padahal ada tiga amalan yang pahalanya terus mengalir meski manusia sudah tak lagi hidup di dunia. Di antaranya ilmu yang bermanfaat, doa anak saleh, dan amal jariyah.

"Ya satu-satunya yang aku punya hanya amal jariyah. Aku juga gak punya anak," ujarnya.

Sejak divonis kanker pada 2012 lalu, rasanya ia harus menyiapkan kematian secara tergesa-gesa. Tak ada yang tahu kapan usianya berakhir di angka berapa, apalagi ada monster jahat bergelayut di badannya. Begitu katanya. 

Kalau kamu mengira Endri memiliki gaya hidup tidak sehat dan suka makan junk food, kamu salah besar. Sejak kecil, perempuan kelahiran Madura itu, tak pernah sembarangan soal hidupnya, termasuk makanan dan minuman yang ia konsumsi. Ia berolahraga secara teratur, bahkan tergabung sebagai anggota karate, tidak minum soda atau alkohol, tidak merokok, dan tidak banyak makan makanan yang digoreng. 

"Saya punya lambung sangat sensitif, sehingga harus benar-benar menjaga pola makan. Tidak pernah jajan sembarangan atau pinggir jalan," tuturnya.

Namun, kembali lagi kepada Tuhan, pemilik segala kehidupan. "Gak semua yang kita usakan bisa kita kontrol juga hasilnya. Di kantor, saya dijuluki perempuan paling sehat hidupnya, tapi toh akhirnya kena kanker juga."

Usut punya usut, sel kanker yang hinggap di tubuhnya bukan akibat gaya hidup yang keliru. Tapi, faktor keturunan membuatnya merasakan "jatah" serupa. 

2. Bermula dari rasa lelah sepanjang hari dan penemuan benjolan kecil

Kisah Endri Kurniawati, Kehidupan Kedua Sang Penyintas KankerDok. IDN Times/Istimewa

Kanker di tubuhnya diketahui sejak 2012 lalu. Dia merasa ada yang tak beres dengan tubuhnya. Dulu, ia sangat kuat. Olahraga 4-5 kali dalam sepekan, bekerja seharian di kantor, belum lagi berdagang batik di pagi hari sebelum ngantor dan weekend. Namun, ia tak lagi mengenali tubuhnya beberapa pekan sebelum menemukan benjolan kecil sekitar 2,5 centimeter di payudaranya. 

Ia merasa kelelahan sepanjang hari, bahkan setelah bangun tidur. Badannya tak pernah lagi merasa bugar. Selalu saja capek yang teramat sangat. Tak cuma itu, dia juga kerap merasa mendadak kedinginan parah di saat matahari Jakarta sangat terik. Bertumpuk selimut dan jaket tebal, baju berlapis, hingga kaos kaki tak mampu menghangatkannya. 

Sempat rawat inap hampir sepekan di salah satu rumah sakit di Jakarta Pusat, Endri merasa tak ada perubahan sama sekali. Dokter mendiagnosanya sakit typus, padahal hasil laboratorium menyatakan darahnya sangat bagus, termasuk trombositnya.

Hingga suatu hari, ia tak sengaja menemukan benjolan kecil di payudaranya saat mandi. "Oh, mungkin karena menstruasi," pikirnya waktu itu. Dia menunggu hingga sepekan ke depan. Biasanya, masa-masa menstruasi, kondisi tubuh wanita sering mengalami anomali. Sayangnya, benjolan itu tak beranjak meski menstruasinya telah berakhir sepekan kemudian. 

Dia memutuskan untuk periksa ke Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jakarta Barat. Setelah menjalani beberapa tes, hasilnya keluar sepekan kemudian. "Saya divonis kanker payudara." Dokter menyarankan untuk segera operasi. "Rasanya dunia runtuh, saya seperti tersambar petir di siang hari."

Setelah menerima vonis "mematikan" di siang hari itu, dia kembali ke kantor. Bekerja seperti biasa dengan perasaan campur aduk. Menjelang malam, saat tugasnya sudah selesai, ia menceritakan vonis pahit itu kepada atasannya. "Aku menangis sejadi-jadinya. Atasan dan teman kerja pada gak percaya," katanya.

3. Memutuskan menjalani pengobatan di Surabaya

Kisah Endri Kurniawati, Kehidupan Kedua Sang Penyintas KankerFacebook/Endri Kurniawati

Setelah riset dan bertanya sana-sini, Endri memutuskan menjalani pengobatan di RS Onkologi Surabaya. "Syukur Alhamdulillah, saya mendapat dukungan luar biasa dari semua teman dan atasan. Karena harus pindah ke Surabaya untuk menjalani pengobatan intensif, saya mendapat izin cuti sampai sembuh," kata wartawan Tempo tersebut.

dm-player

Rangkaian pengobatan medis dia jalani dengan ekstra sabar. Ketangguhannya melawan "monster" dalam tubuhnya tak main-main.

"Saya selalu merasa diberkahi karena punya banyak teman yang baik-baik. Selama sakit, dukungan terus mengalir seperti air, banyak yang datang, menelpon, mengirim SMS, mengirim makanan sehat, buah, dan apa pun yang saya butuhkan," ujarnya. "Saya pun heran, kok bisa begitu ya. Padahal saya orangnya galak hahaha."

Sempat galau untuk menolak operasi, akhirnya Endri mengiyakan saran dokter. Payudara kanannya terpaksa diangkat, sedangkan yang kiri dioperasi pengambilan tumor. Ya, tumor. Ternyata bukan hanya kanker saja yang hinggap di tubuhnya, tetapi juga tumor. "Saya harus kehilangan "identitas" saya sebagai perempuan. Mahkota saya harus diambil," kata Endri.

Ia sempat "posesif" dengan tubuhnya sendiri ketika banyak yang menyarankan untuk operasi dan pengangkatan payudara. "Ibu saya bilang, buat apa mempertahankan payudara kalau harus kehilangan nyawa." Benar juga kata ibu, pikirnya.

Setelah operasi berhasil, ia harus menjalani kemoterapi enam kali. Tak berhenti sampai di situ. Dia juga harus minum obat selama 5 tahun, ditambah 10 tahun ke depan. "Sampai sekarang pun saya masih minum obat, gak boleh telat."

Kisah Endri Kurniawati, Kehidupan Kedua Sang Penyintas KankerFacebook/Endri Kurniawati

Merasa "bertanggung jawab" untuk membagikan kisahnya kepada pengidap kanker yang lain, Endri akhirnya menulis buku. Judulnya "Kehidupan Kedua Penyintas Kanker" yang dia rilis pada tahun lalu. Tujuannya mulia.

Dia ingin masyarakat, terutama pengidap kanker, menjalani pengobatan medis secara akurat dan terukur. Karena dengan begitu, potensi sembuh lebih besar. Sebab, fenomena pengobatan non-medis kian berkembang. Ada pula ramuan-ramuan tertentu, yang belum tentu cocok untuk tubuh sang penderita.

"Saya juga ingin berbagi kisah bagaimana psikis pengidap kanker. Karena sembuh tidaknya seseorang, itu tergantung kondisi psikisnya," tutur perempuan yang hobi bernyanyi itu.

Kini, tubuhnya lebih terlihat bugar, meski tak bisa kembali sesehat sebelumnya. Yang awalnya disiplin dan ketat soal makanan, Endri lebih memperketatnya lagi. Dia juga masih rutin berolahraga dengan jalan kaki maksimal 40 menit. "Hanya dengan disiplin, saya bisa mengusahakan hidup sehat dan berharap panjang umur." 

Ketangguhan dan kesabarannya menjalani kehidupan membuatnya dikenal sebagai sosok perempuan yang menginspirasi. Meski bukan pahlawan yang berperang untuk Indonesia, Endri layak dijadikan sosok "Kartini" masa kini. Ia tak pernah menyerah berperang melawan "monster jahat" di tubuhnya, sekaligus sukses berbagi inspirasi melalui bukunya kepada publik.

Secara pribadi, dia memiliki pendapat unik tentang bagaimana perempuan semestinya. 

Baca Juga: Kisah Bermusik Asteriska, Perempuan Pemilik Gerakan Indah di Barasuara

4. Perempuan harus pintar memposisikan diri supaya layak dihormati orang lain, terutama laki-laki

Kisah Endri Kurniawati, Kehidupan Kedua Sang Penyintas KankerFacebook/Endri Kurniawati

Menurut Endri, hak perempuan sama seperti laki-laki, kebiasaannya juga, meski ada beberapa pekerjaan fisik yang memang laki-laki lebih kuat dibanding perempuan. Kalau perkara menahan sakit, tingkat ketahanannya bisa sama, bisa lebih kuat perempuan. 

Soal kebiasaan, misalnya masak, baik laki-laki maupun perempuan harusnya bisa melakukannya. Karena itu kebutuhan dan skill dasar. Yang gak bisa dilakukan laki-laki secara kodrati antara lain melahirkan, menyusui, pendekatan ibu kepada anak secara psikologis, dan sebagainya.

Di Asia, masih banyak yang berpikir bahwa perempuan selalu nomor dua. Presiden RI keempat Megawati Soekarnoputri pernah bilang kalau perempuan masih banyak terhambat. Masih sulit untuk beraktivitas layaknya seorang pria, karena harus mengantongi izin dari suami (bagi yang sudah berumah tangga).

Perempuan harus bisa menghargai diri sendiri, meski harus berhadapan dengan laki-laki. Menghargai orang lain gak bisa instan. Dia sendiri harus memposisikan diri sebagai orang yang layak untuk dihormati. Salah satunya dengan meningkatkan skill. Dengan cara itu, orang lain akan itung-itungan kepada kita.

"Kalau bisa memposisikan diri, bermartabat, laki-laki gak bisa main-main," tutur perempuan yang berulang tahun pada 13 Desember itu.

5. Peran perempuan sangat berat karena tanggung jawabnya ganda

Kisah Endri Kurniawati, Kehidupan Kedua Sang Penyintas KankerFacebook/Endri Kurniawati

Jauh lebih berat dibanding laki-laki. Ada beban ganda. Laki-laki pergi ke kantor, cari nafkah, ya sudah. Perempuan ngantor, manajemen keluarga, dituntut jadi ibu dan istri sekaligus. Dia belum keluar, urusan domestiknya saja sudah berat, apalagi publik. "Nah, laki-laki gak dibebani urusan rumah," katanya.

Hal lainnya, meski pun punya power dan lebih pintar, nyatanya perempuan masih sering diremehkan. Di kampung Endri, pernah ada maling yang tertangkap basah. Dia dipukuli sama warga, itu laki-laki semua isinya (yang menghakimi). "Saya masuk, mencoba melerai. Karena saya minoritas, mereka meminta saya untuk mundur, gak usah ikut campur katanya."

Langsung saya katakan, "Saya perempuan, bayar pajak, jangan-jangan pajak saya lebih besar daripada kalian." Nah, meski perempuan, kalau bisa memposisikan diri, orang lain juga akan menghormati, kata Endri.

Baca Juga: Hernisa Clara: Berkarya untuk Maksimalkan Kepuasan Pengguna Aplikasi

Topik:

  • Pinka Wima
  • Febriyanti Revitasari

Berita Terkini Lainnya