Belajar Tegar dari Ani Widiastuti, Dosen UGM dengan Segudang Prestasi

#AkuPerempuan Sehancur apapun hatimu, prestasi tetap jalan

Para perempuan butuh sosok inspiratif untuk terus berkembang menghadapi segala bentuk kehidupan yang dilaluinya. Ada satu kisah inspiratif seorang perempuan yang patut diacungi empat jempol. Ia adalah Ani Widiastuti, Ph.D., dosen dan peneliti di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta yang sering bolak-balik ke Jepang untuk penelitian. Berikut kisah inspiratifnya.

1. Ani adalah pribadi yang hangat

Belajar Tegar dari Ani Widiastuti, Dosen UGM dengan Segudang PrestasiDok. Pribadi/Ant. Febri Hendratmo

Ani Widiastuti adalah sosok yang mampu, bahkan sangat mampu menerima keadaan siapapun itu yang ada di sekitarnya. Contohnya adalah saya sendiri. Waktu itu di Jepang, saya adalah mahasiswi kecil yang mengkhawatirkan dan sering bikin deg-degan Bu Ani yang sedang menempuh program doktoral di Ibaraki University, Jepang. Kenapa? Bu Ani adalah orang yang secara tidak langsung bertanggung jawab terhadap keberadaan saya di Jepang karena ia satu institusi dengan saya, yaitu UGM.

Saya yang bertubuh mini ini sering jalan-jalan jauh sendirian bahkan lebih dari 100 km ketika tidak ada kelas. Kalau terjadi apa-apa pastilah ia yang akan panik untuk diwawancara pihak universitas. Dengan saya yang seperti itu, Bu Ani tetap menerima dan selalu menyambut saya dengan hangat di rumahnya. Tutur katanya halus dan lembut mengena di sanubari.

Satu yang tak bisa saya lupakan selain senyumnya yang selalu mengembang adalah ketika di sana saya tidak bisa makan masakan restoran Jepang, justru di rumahnyalah saya bisa makan dengan sangat lahap. Saya tidak pernah tidak bisa makan lahap ketika menerima masakan darinya yang sudah berkeluarga ini.   

2. Sosok yang berprestasi

Belajar Tegar dari Ani Widiastuti, Dosen UGM dengan Segudang PrestasiDok. Pribadi/Ant. Febri Hendratmo

Bu Ani ketika menempuh pendidikan doktoralnya sering dihadapkan dengan yang namanya sakit kepala dan badan pegal-pegal karena kelelahan. Rasa sakit yang seperti itu pasti mengganggu proses pembelajarannya, apalagi pada saat itu ia juga hamil anak pertama, sebuah pengalaman baru yang mendebarkan bagi seorang ibu.

Hal-hal seperti itu memang memberatkan tetapi ia mampu menghadapinya. Bahkan, ia dipuji jenius oleh dosen supervisinya di hadapan banyak peserta seminar. Paradoks bukan?

Tak tanggung-tanggung, penelitiannya tentang Mechanism, Potency, and Practical Application of Heat Shock-Induced Resistance sebagai dasar penciptaan alat penyiram air panas untuk heat shock treatment di Ibaraki University diganjar penghargaan dari Ministry of Agriculture, Forestry, and Fisheries Japan. Ia adalah satu-satunya perempuan yang mendapatkan penghargaan dalam ajang International Young Agricultural Researcher 2015.

Selain sebagai researcher, kepiawaiannya sebagai presenter pun menghantarkannya meraih Best Research Presenter in Indonesian Toray Science Foundation (ITSF). Tidak hanya itu, setelah dua kali mendapat NFP (Netherland Fellowship Program) Scholarship for International Short Course bidang pertanian yang diselenggarakan oleh pemerintah Belanda.

Tahun 2017 Ani dipercaya NFP dan Wageningen University and Research (WUR) untuk menjadi salah satu koordinator bersama tim WUR dalam menyelenggarakan International Refresher Course bagi alumni NFP di Yogyakarta dan masih banyak lagi prestasi yang telah ia torehkan hingga tingkat internasional.

Sekalipun banyak prestasi yang sudah didapat, Bu Ani tak pernah berpikir telah menjadi `apa-apa`. Ia berkata,”Di Indonesia sendiri aku cuma seekor piyik (anak ayam).”

Baca Juga: Menderita Thalasemia, Fitri Asih Tetap Aktif Jadi Pejuang Pendidikan

3. Memiliki anak yang aktif membuatnya menjadi sabar

Belajar Tegar dari Ani Widiastuti, Dosen UGM dengan Segudang PrestasiDok. Pribadi/Ant. Febri Hendratmo

Putra Bu Ani, Brian, adalah sosok anak yang sangat aktif dan sering membuat ibunya kewalahan sehingga ibunya ini sering berpikir apakah anak ini masih dalam batas wajar? Brian itu normal tetapi memang adik kecil satu ini merupakan tipikal anak yang tidak bisa diam dan ibunya menghadapinya dengan sangat sabar.

Kisahnya yang baru-baru ini ditulis lewat instagram (@aniwidia) menceritakan pertemuan Brian dan orangtua dengan guru dan kepala sekolah SD-nya di Jepang. Sewaktu menghadap, Brian selalu bergerak-gerak sendiri, menggambar sendiri, dan melihat-lihat sekitarnya.

Dihadapkan pada peristiwa seperti itu sejujurnya ia merasa sangat tidak enak dengan guru dan kepala sekolah Brian yang segala pembawaan budayanya adalah tenang. Namun, tetap saja perempuan berpendidikan tinggi ini menghadapinya dengan sabar bahkan ia malah merasa dirinya harus lebih belajar bersabar.

dm-player

4. Semakin tegar ketika anak keduanya lahir

Belajar Tegar dari Ani Widiastuti, Dosen UGM dengan Segudang PrestasiDok. Pribadi/Ant. Febri Hendratmo

Bu Ani dikaruniai anak kedua yang bernama Marvella. Baby Marvella terlahir dalam keadaan trisomi 18 (sindrom edward). Marvella sejak keluar dari rahim ibunya pada tanggal 11 April 2014, sudah merasakan yang namanya sakit bocor jantung (Ventricular Septal Defect), paru-paru, kista di otak, otot-otot lemah, tidak punya reflek menelan (harus memakai feeding tube), dan tidak bisa mendengar.

Satu saja penyakit organ vital yang Marvella derita apabila terjadi pada kita yang sudah dewasa ini, tentu untuk sekadar beristirahat saja susah. Yang Marvella alami ini lebih dari satu penyakit berat dan dia hanyalah bayi. Pantas saja Marvella sering menangis siang dan malam.

Lalu, ibu mana yang tidak hancur hatinya setiap hari melihat putrinya yang masih hitungan hari berjuang mati-matian bertahan hidup? Tetapi Bu Ani ini tegar. Dalam kehancuran hati dan kesedihannya, ia mampu merawat Marvella sebaik-baiknya meski usianya hanya hitungan bulan, yakni 7 bulan.

Tak hanya itu. Ketegarannya, petualangannya merawat Marvella yang dituliskan dalam diary untuk meringankan bebannya justru berujung prestasi pada sebuah buku yang telah diterbitkan berjudul "Marvella, Keajaiban yang Tak Pernah Habis".

Lebih jauh, kini jaringan pergaulan beliau justru lebih luas lagi menjamah para orang tua yang memiliki bayi trisomi. Di sela-sela kesibukannya, ia masih terus mendampingi keluarga dengan sindrom Edward tersebut. Meskipun Bu Ani sudah seluar biasa ini, secara pribadi ia mengakui bahwa dirinya adalah biasa saja, bahkan mudah stres.

5. Mencintai anak-anak

Belajar Tegar dari Ani Widiastuti, Dosen UGM dengan Segudang PrestasiDok. Pribadi/Ant. Febri Hendratmo

Dengan segala kesibukannya sebagai dosen dan peneliti di UGM bahkan menjalin kerjasama dengan universitas di luar negeri, Bu Ani menyempatkan waktunya untuk menjadi volunteer guru paduan suara bagi anak-anak di MySchool (sekolah Brian sewaktu di Indonesia).

Lihatlah pada foto di atas. Betapa semangatnya Bu Ani mengajarkan paduan suara pada anak-anak. Anak-anak pun mengikutinya dengan semangat pula. Keceriaan anak-anak pun membuat senyum di bibir Bu Ani mengembang.

“Paduan suara tidak sekadar bernyanyi bersama, tapi bagaimana memadukan suara agar suara kita tidak menonjol, agar semua suara padu juga penuh dinamika:  ada saatnya lembut, maka semua lembut, ada saatnya keras, maka harus patuh. Itulah harmoni. Demikianlah seharusnya kehidupan: Harmoni,” kata Bu Ani ketika berkisah mengenai paduan suara.

Dulu, Bu Ani pernah curhat kepada saya bahwa sebenarnya ia lebih ingin menjadi ibu rumah tangga daripada bekerja dan ingin pula mendirikan play group atau TK. Pastilah hal itu tumbuh dari kecintaannya terhadap anak-anak.

Bu Ani berkata,

”Dengan segala kelebihan dan kekuranganku, aku ingin menjadi sahabat bagi anak-anak muda Indonesia untuk menyelami diri dan menemukan tugas mulia masing-masing dalam kehidupan, tapi ya perjalanan hidupku selalu bermuara pada cerita dan menyemangati pemuda Indonesia. Karena itulah aku cinta menjadi volunteer bagi anak-anak sebagai generasi penerus bangsa. Dan semoga anak-anak belajar mengenal harmoni hidup bersama lewat paduan suara.”

Ketegaran Bu Ani yang diiringi prestasi ini patut kita jadikan teladan. Saya sebagai penulis, sungguh tidak bisa membayangkan bagaimana ketika berada di posisi beliau. Saya angkat topi. Bahkan ketika menulis kisah ini, tangan saya sempat gemetar dan hati saya tertahan karena tak mampu bersuara.

Saya sangat berterima kasih kepada Bu Ani sebagai narasumber yang telah meluangkan waktunya yang teramat berharga. Cerita yang terbit di bulan kelahiran Marvella ini saya persembahkan untuk Marvella sekeluarga serta semua pembaca kisah inspiratif ini. Semoga dalam menghadapi keadaan sesulit apapun, kita tetap tegar dan mampu berprestasi dalam bentuk apapun.

Bu Ani berpesan,

“Jalan di depan tidaklah mudah.Namun karena hidup adalah perjalanan, maka mari tetap melangkah dan berkarya bersama, Anak Muda.”

Baca Juga: Ibu Hebat, 5 Artis Ini Setia Damping  Anak Melawan Penyakit Ganas

Esti Kumara Dewi Photo Writer Esti Kumara Dewi

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya