Titik Winarti, Bisnis Kerajinan Tangan Meroket Berkat Gandeng Difabel

#AkuPerempuan "Saya tidak pernah menjual produk saya dengan embel-embel karya disabilitas"

Surabaya, IDN Times - Tak pernah terpikirkan oleh Titik Winarti bahwa usaha yang dirintisnya pada 1995 lalu akan sebesar sekarang. Kerajinan tangan dari olahan tekstil miliknya kini mampu menembus pasar eskpor. Padahal, usaha yang diberinya nama Tiara Handicraft ini awalnya dibuat hanya untuk mengisi waktu luang.

Namun, kisah Titik bukan sekadar cerita sukses biasa. Sejak awal membangun bisnis, ia memilih memberi kesempatan para penyandang disabilitas untuk berkarya di tempatnya. "Karyawan saya di sini sekarang ada 10, semuanya penyandang disabilitas," kata Titik, Jumat (9/3).

Layaknya sebuah perjudian besar, kendala dan berbagai risiko pun dihadapinya selama sekitar 20 tahun menggeluti bisnis ini. Kepada IDN Times yang menyambangi galeri sekaligus tempat produksinya di Jalan Sidosermo Indah II nomor 5 Surabaya, Titik mengisahkan jatuh bangunnya dalam merintis usaha.

1. Orang normal saja susah cari kerja, apalagi para difabel 

Titik Winarti, Bisnis Kerajinan Tangan Meroket Berkat Gandeng DifabelSusi, salah satu karyawan difabel di Tiara Handicraft sedang menyelesaikan pengerjaan keset (IDN Times/Faz Nashrillah)

Cerita bermula saat bisnis Titik mulai menapaki kesuksesan pada tahun 1997. Hal itu membuatnya menjadi perhatian para tetangga kala itu. Alih-alih iri, mereka justru berdatangan untuk menawarkan diri sebagai karyawan. "Dan entah kenapa beberapa tetangga yang memiliki anak difabel meminta agar saya membimbing mereka," ujar Titik. Walaupun sempat bingung, ia kemudian memutuskan untuk menerima mereka sebagai   

Sejak saat itu, Titik mengaku mulai memberi pelatihan kepada para karyawan disabilitas secara swadaya. Dia menilai, pelatihan karir sangat diperlukan. Sebab, tingginya angka pengangguran tak bisa dilepaskan dari minimnya keterampilan. "Orang normal saja susah cari kerja. Apalagi para difabel yang tidak memiliki keterampilan khusus." 

2. Sudah telurkan lebih dari 700 difabel berprestasi

Titik Winarti, Bisnis Kerajinan Tangan Meroket Berkat Gandeng DifabelSaat ini, Tiara Handicraft memiliki 10 orang karyawan. Uniknya semua karyawan adalah penyandang disabilitas (IDN Times/Faiz Nashrillah).

Proses memang tak pernah mengkhianati hasil. Berkat bimbingannya, kini para difabel yang pernah menempuh pelatihan di tempatnya sudah meraih berbagai kesuksesan. "Saya ajarin jahit, tapi ada yang jualan ayam. Tak masalah, yang penting ketahanan bisnisnya itu yang diaplikasikan. Itu sebuah kebanggan bagi saya."

Jika dihitung, anak asuhnya kini sudah berjumlah lebih dari sekitar 700 orang. Namun, belakangan jumlah itu ia batasi. Sebab, ia kini lebih fokus kepada para penyandang disabilitas mental. "Dulu banyak menampung disabilitas fisik. Sekarang lebih ke mental. Karena ini menyangkut cara berfikir, makanya saya juga akhirnya belajar lagi."

3. Risiko kegagalan produksi tinggi

Titik Winarti, Bisnis Kerajinan Tangan Meroket Berkat Gandeng DifabelTitik Winarti sedang melakukan pengecekan produksi karya pada difabel (IDN Times/Faiz Nashrillah).

Titik mengakui bahwa melibatkan penyandang disabilitas dalam sebuah proses industri memiliki risiko besar. Sebab, karya yang mereka hasilkan memang kerap tak sesuai standar. meski begitu, ia berjanji akan terus melibatkan mereka dalam usahanya."Misalnya, salah gunting. Itu kan sudah gak bisa dijual. Tapi ya itu konsekuensi."

4. Memperlakukan mereka sebagai orang normal

Titik Winarti, Bisnis Kerajinan Tangan Meroket Berkat Gandeng DifabelIDN Times/Sukma Shakti
dm-player

Meski risiko usaha dengan cara ini cukup tinggi, namun Titik memiliki berbagai cara untk meminimalisasinya. Salah satunya adalah dengan memberikan pemahaman kepada mereka bahwa setiap kesalahan harus dibayar dengan tanggung jawab. "Mereka harus tahu bahwa ada sebuah pelajaran dari kesalahan tersebut. Jadi kita masukkan beban sebagai orang dewasa, jadi apa yang dilakukannya harus bertanggungjawab."

Baca juga: Kominfo Dukung Disabilitas Buat Startup

5. Tak pernah menjual iba pada para konsumennya

Titik Winarti, Bisnis Kerajinan Tangan Meroket Berkat Gandeng DifabelSejak 1997, Titik menerima karyawan penyandang disabilitas. Hingga saat ini sudah sekitar 700 orang difabel yang pernah mendapatkan pelatihan di Tiara Handicraft (IDN Times/Faiz Nashrillah).

Sebagian orang mungkin beranggapan bahwa usaha Titik hanya untuk tujuan sosial. Namun, Titik memiliki konsep bisnis sebaliknya. "Justru saya ada target ekonomi. Kalau gak gitu saya ngasih mereka makan pakai apa?" ujarnya.

Hanya saja, kata Titik, konsep bisnis yang dimilikinya lebih besar.  Artinya, penekanan dalam usaha yang digelutinya bukan pada tenaga kerja, melainkan bidikan pasar. "Jadi intinya bagaimana produksi kami bisa diserap pasar, bukan menekan tenaga kerjanya. Meski tetap fokus pada pasar, Titik mengaku tak pernah menjual iba kepada para konsumennya. 

"Saya tidak pernah menjual produk saya dengan embel-embel karya disabilitas, itu salah. Lebih baik masyarakat membeli karena suka, bukan karena iba," ujarnya.

Hasilnya memang terbukti. Karya Tiara Handicraft kini tak hanya diterima oleh konsumen lokal namun juga dieskpor hingga ke mancanegara.

6. Pernah diundang untuk berpidato di sidang umum PBB

Titik Winarti, Bisnis Kerajinan Tangan Meroket Berkat Gandeng DifabelIlustrasi sidang umum PBB (twitter/@UNWatch)

Kegigihan Titik dalam memperjuangkan nasib penyandang disabilitas telah diganjar berbagai penghargaan. Bahkan, pada tahun 2005 ia berkesempatan berpidato pada sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Saat itu, ia menyampaikan tentang bagaimana usaha kecil mampu bertahan di tengah krisis. "Tak hanya bertahan dan berkembang, yang lebih penting adalah bagaimana UMKM bisa memberi manfaat yang luas, bahkan untuk para disabilitas," ujarnya.

7. Orangtua penyandang disabilitas harus mendapatkan pendidikan khusus

Titik Winarti, Bisnis Kerajinan Tangan Meroket Berkat Gandeng DifabelSusasana di galeri sekaligus tempat produksi Tiara Handicraft. Selain karyawan difabel, mereka juga kerap menerima pengajar sekolah luar biasa yang ingin belajar (IDN Times/Faiz Nashrillah)

Titik mengatakan, poin penting dalam memberdayakan para penyandang disabilitas bukan hanya cara memperlakukan mereka, tapi juga tingkat penerimaan keluarga. Menurut dia, banyak difabel dikucilkan justru karena keluarga tak mendukung. "Banyak orangtua yang malu. Kalau gak gitu, mereka lelah, bingung anaknya mau diapain lagi," ujar Titik. 

Untuk itu dia berharap ada sebuah pendidikan khusus bagi orangtua yang memiliki anak penyandang disabilitas. "Karena, jika orangtua sadar dengan cara didik yang baik, maka mereka bisa mengantar anaknya hingga bisa mandiri. Jadi, punya anak normal atau tidak itu berangkat dari keluarga."

Baca juga: Kisah Dwi Ariyani, Kartini Pejuang Hak Kesetaraan Bagi Kaum Disabilitas

Topik:

Berita Terkini Lainnya