Empati dan Kolaborasi Sebagai Kunci Jurnalisme Gender Responsif

Perempuan harus berani speak up

Surabaya, IDN Times - Penguatan Jejaring Pelembagaan PUG dan PUH Melalui Forum Media di Provinsi Jawa Timur telah diselenggarakan pada Kamis, (7/11) di Hotel Swiss-Belinn Surabaya. Sejumlah pembicara hadir dalam forum diskusi dengan topik kesetaraan gender dan perlindungan anak dalam lembaga media. Berikut beberapa ulasan singkat mengenai acara yang juga diprakarsai oleh Lembaga KPPPA RI. 

1. Kesenjangan laki-laki dan perempuan atau ketimpangan gender masih belum diimplementasikan secara ideal

Empati dan Kolaborasi Sebagai Kunci Jurnalisme Gender ResponsifSri Wahyuni sebagai Pakar Gender di Acara Penguatan Jejaring Pelembagaan PUG dan PUHA Melalui Forum Media di Provinsi Jawa Timur. 7 November 2019. IDN Times/Fajar Laksmita Dewi

"Ketika bekerja sebagai wartawan di Madura masih ada benturan budaya, seperti misalnya perempuan jam 6 itu harus masuk rumah. Kita masih kesulitan memosisikan diri ketika ada benturan budaya dengan budaya masyarakat setempat," kataFain, Jurnalis Kabar Madura.

"Pengalaman di lapangan, sanksi bagaimana implementasinya. Masih banyak pemberitaan yang vulgar dan itu jelas menyalahi kode etik jurnalistik," sambung Titis Jurnalis, Surabaya Post.

Acara ini dihadiri oleh jurnalis perempuan dari wilayah Surabaya dan beberapa kota lain. Dalam forum diskusi, mereka menyuarakan isu gender yang masih marak terjadi di lingkungan media.

Sri Wahyuni, sebagai Pakar Gender dalam diskusi menyebutkan bahwa penyebab terjadinya kesenjangan gender bisa bermacam-macam. Seperti misalnya nilai sosial dan budaya patriarki, produk perundang-undangan yang masih bias gender, pemahaman ajaran agama yang tidak komprehensif dan cenderung parsial, kelemahan atau kurangnya kepercayaan diri perempuan dalam memperjuangkan nasib, serta kekeliruan persepsi dan pemahaman para pengambil keputusan terhadap makna kesetaraan dan keadilan gender. 

2. PUG jadi alat strategi rasional dan sistimatis untuk mencapai dan mewujudkan kesetaraan serta keadilan gender

Empati dan Kolaborasi Sebagai Kunci Jurnalisme Gender ResponsifJurnalis Perempuan di Acara Penguatan Jejaring Pelembagaan PUG dan PUHA Melalui Forum Media di Provinsi Jawa Timur. 7 November 2019. IDN Times/Fajar Laksmita Dewi

Melalui Inpres no.9 tahun 2000, Pengarusutamaan gender atau disingkat PUG adalah strategi yang dilakukan secara rasional dan sistematis untuk mencapai dan mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam sejumlah aspek kehidupan manusia (rumah tangga, masyarakat, dan negara), melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan dan pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan. 

Tujuan dari PUG adalah untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. "Sebenarnya masyarakat dan teman media bisa melaporkan kejadian yang menyangkut kesetaraan gender. Namun kesadaran masih belum menyeluruh. Ini jadi tantangan tersendiri karena keadilan itu sebuah proses, sedangkan kesetaraan adalah hasilnya," tambah Sri Wahyuni. 

3. Pedang jurnalis adalah tulisan, kalau pemerintah adalah regulasi. Maka buat tulisan dan analisis dengan lensa atau kacamata gender untuk kolaborasi

Empati dan Kolaborasi Sebagai Kunci Jurnalisme Gender ResponsifJurnalis Perempuan di Acara Penguatan Jejaring Pelembagaan PUG dan PUHA Melalui Forum Media di Provinsi Jawa Timur. 7 November 2019. IDN Times/Fajar Laksmita Dewi
dm-player

"Pedang jurnalis adalah melalui tulisan, kalau pemerintah melalui regulasi. Maka buat tulisan dan analisis dengan lensa kacamata gender untuk berkolaborasi," tambah Sri Wahyuni. 

Salah satu cara untuk menangani isu gender dalam dunia jurnalistik adalah dengan penulisan. Penulisan menggunakan lensa atau kacamata gender dengan membuat alat analisis, mana saja program yang bisa menyelesaikan masalah antara laki-laki dan perempuan.

Selanjutnya Sri Wahyuni menjelaskan bahwa ada perbedaan setiap media dalam memberi kebijakan, sehingga harus punya pengetahuan dan empati untuk bisa menulis dan membuat perubahan. Beliau menambahkan jurnalis harus punya capacity building yang cukup untuk melakukan perubahan dan membantu berpikir lebih responsif gender. 

Baca Juga: Perda Pengarustamaan Gender Kota Surabaya Resmi Disahkan

4. Tujuan dari FJPI adalah mendengarkan. Apabila ada yang mendengarkan, korban merasa lega

Empati dan Kolaborasi Sebagai Kunci Jurnalisme Gender ResponsifPemaparan Peran FJPI oleh Uni Lubis di Acara Penguatan Jejaring Pelembagaan PUG dan PUHA Melalui Forum Media di Provinsi Jawa Timur. 7 November 2019. IDN Times/Fajar Laksmita Dewi

"Waktu pertemuan FJPI (Forum Jurnalis Perempuan Indonesia) di Manado, masih banyak kasus dan curhatan. Ada pelecehan seksual yang bukan hanya dari teman, tapi juga dari narasumber dan bos. Nah, tujuan FJPI adalah untuk mendengarkan, karena apabila ada yang mendengarkan itu lega. FJPI  hadir sebagai wadah secara peer to peer untuk mendengarkan," ujar Uni Lubis Ketua FJPI. 

Uni Lubis selaku Ketua FJPI memaparkan bahwa masih ada fakta sesama perempuan itu kompetitor. Kalau ada yang mau menonjol biasanya dibicarakan di belakang, padahal kalau laki-laki melakukan itu biasa aja. Kalau ingin berprestasi diksi laki-laki adalah asertif, namun kalau perempuan diksinya negatif. Ada insecure feeling kalau melihat perempuan bisa maju. 

5. Salah satu yang harus dilakukan adalah melihat perspektif korban, bukan dari perspektif yang berkonflik

Empati dan Kolaborasi Sebagai Kunci Jurnalisme Gender ResponsifPemaparan Peran FJPI oleh Uni Lubis di Acara Penguatan Jejaring Pelembagaan PUG dan PUHA Melalui Forum Media di Provinsi Jawa Timur. 7 November 2019. IDN Times/Fajar Laksmita Dewi

"Kunci menjadi wartawan adalah empati. Taruh saja kalau orang yang diberitakan adalah yang kita kenal dan sayang, kita tak akan dengan gegabah memberitakan. Untuk liputan sebagai jurnalis membutuhkan empati tinggi. Begitu pula butuh melihat perspektif dari korban, bukan hanya dari perspektif yang berkonflik. Kita sebagai jurnalis perempuan harus peka, tambah Uni Lubis. 

Dalam memperjuangkan hak perempuan di lembaga media, perempuan sendiri harus berani speak up. Maka akan lebih mudah memahami dan empati sehingga bisa mencapai jurnalisme yang responsif terhadap isu gender. Media tidak hanya berkompetisi tapi juga berkolaborasi, baik antar media maupun dengan pemerintah untuk saling menguatkan. 

Baca Juga: 5 Negara Terbaik dalam Menerapkan Kesetaraan Gender, Adakah Indonesia?

Topik:

  • Febriyanti Revitasari

Berita Terkini Lainnya