Normalisasi Kesetaraan Gender lewat Media

#IDNTimesLife Media harus jadi pilar utama pembawa perubahan

Memasuki hari kedua Women Lead Forum 2021 oleh Magdalene, tema yang diusung adalah 'Normalisasi Kesetaraan Gender lewat Media'. Diskusi panel yang ke-3 ini diselenggarakan pada Kamis (08/04/2021), dengan menghadirkan beberapa narasumber terkait.

Menyoroti perihal representasi dan kepemimpinan perempuan di lingkungan media, berikut rangkuman diskusi tentang normalisasi kesetaraan gender lewat media. 

1. Sudah banyak narasumber untuk bidang science dan health dari perempuan dibanding politik dan ekonomi di level global

Normalisasi Kesetaraan Gender lewat MediaEditor in Chief IDN Times Uni Lubis dalam Women Lead Forum 2021 oleh Magdalene. Kamis (08/04/2021). IDN Times/ Fajar Laksmita

Riset dari Tempo Institut menyebutkan ada 11 persen narasumber dari media massa Indonesia adalah perempuan. Sementara pada level global, menurut Global Media Monitoring Project, terdapat 24 persen narasumber adalah perempuan.

Editor in Chief IDN Times Uni Lubis mengatakan problem ini makin terasa di era digital, di mana dalam produksi konten itu berpacu pada waktu. Meski demikian, ia menuturkan era pandemik justru menggambarkan ada banyak narasumber perempuan, khususnya di bidang science dan health, dibandingkan politik dan ekonomi pada tingkat global.

"Selalu saya katakan, cek apakah narasumber kita balance antara pusat atau daerah dengan narasumber warga atau civil society, jangan sampai itu omongannya cuma pemerintah. Kedua, cek narasumber kita apakah setara antara laki-laki dan perempuan. Itu harus terus diingatkan baik itu kepada editor maupun reporter karena basically semuanya harus saling mengingatkan," terangnya.

2. Dengan menguatkan sisi konsumen, ada tuntutan kepada media untuk memperbaiki cara mereka menggambarkan perempuan

Normalisasi Kesetaraan Gender lewat MediaEditor in Chief Magdalene Devi Asmarani dalam Women Lead Forum 2021 oleh Magdalene. Kamis (08/04/2021). IDN Times/ Fajar Laksmita

Editor in Chief Magdalene Devi Asmarani, menuturkan pandangannya terhadap posisi media di masyarakat. Ia mengatakan di satu sisi media itu ada sebenarnya untuk merefleksikan masyarakat. Tetapi di sisi lain, ketika masyarakat itu masih patriarki, media akhirnya menjadi alat untuk memperkokoh patriarki. 

"Perempuan itu masih dilihat dari perspektif maskulin, di mana perempuan dilihat sebagai objek seks. Kita bisa melihat dampaknya macam-macam dari penggambaran yang stereotip, seksis sampai bahkan bisa dibilang misoginis. Contoh, masih banyak media berita terutama media online yang ketika mereka menulis berita perempuan masih memberikan embel-embel 'cantik' di belakangnya," tambahnya.

Beberapa hal terkait isu kesetaraan gender terus diupayakan Magdelene melalui kampanye dan edukasi. Salah satunya adalah penggunaan #WTF pada media-media yang menggambarkan perempuan dengan sangat buruk melalui seksis yang cenderung melecehkan.

"Tapi calling out itu gak cukup, kami membuat podcast. Kami membahas bagaimana media merepresentasikan perempuan dan bagaimana kita membantu mengubah situasi itu. Jadi, saya pikir dengan menguatkan sisi konsumen akan ada tuntutan kepada media untuk lebih memperbaiki cara mereka menggambarkan perempuan," jelasnya.

3. Salah satu penyebab persoalan gender di internal media karena kurangnya literasi gender

Normalisasi Kesetaraan Gender lewat MediaWomen Lead Forum 2021 oleh Magdalene. Kamis (08/04/2021). dok. Magdalene

Ketikan ditanya tantangan dalam menerapkan perspektif gender secara internal, Direktur Pemberitaan Media Indonesia Usman Kansong, mengatakan salah satu penyebabnya adalah kurangnya literasi gender di kalangan media mulai dari pimpinan sampai level reporter.

dm-player

"Karena itu, saya kira di internal saya terutama dan teman-teman lain yang punya perspektif gender memberikan teladan. Nomor satu teladan dan mengajak diskusi," tambahnya.

Pihaknya baru-baru ini membuat kolom seminggu sekali tentang penulisan perempuan politik yang sudah berlangsung setahun dan dibukukan. Ia ingin mendorong representasi perempuan di parlemen. Menurutnya, hal seperti itu merupakan langkah-langkah dalam memberi teladan buat perempuan.

"Kedua itu dialog, mengangkat persoalan perempuan atau mengangkat persoalan undang-undang yang berpihak pada perempuan supaya perspektif gender terlihat dan ini merupakan bentuk afirmasi buat perempuan," lanjutnya.

Baca Juga: Peran Perempuan Ciptakan Perdamaian di Daerah Konflik

4. Gender adalah bagian dari semangat diversity is beautiful

Normalisasi Kesetaraan Gender lewat MediaEditor in Chief IDN Times Uni Lubis dalam Women Lead Forum 2021 oleh Magdalene. Kamis (08/04/2021). IDN Times/ Fajar Laksmita

Saat ditanya tantangan yang dirasa dalam mendorong kepemimpinan perempuan dalam media, Uni Lubis menuturkan di IDN Times sendiri memiliki stylebook yang menjadi pegangan.

Stylebook menjadi panduan untuk semua redaksi, gak terkecuali penulis user  terhadap konten. Selain itu, stylebook membantu dalam memastikan pilar konten kesetaraan gender dan redefining beauty bisa dipastikan berjalan.

"Kalau di IDN Media, rapat team leader  itu ada 10 perempuan dan 7 laki-laki. Jadi dari awal meski pendiri 2 laki-laki, di rapat mayoritas perempuan. Semangat kesetaraan gender dan diversity is beautiful itu ada. Sampai kita itu gak nanya agama apa karena kita menghormati diversity, gak melihat latar belakang segala macam itu sebagai hal atau pertimbangan untuk diterima, apalagi soal gender. Gender adalah bagian dari semangat diversity is beautiful tersebut." ungkapnya.

5. Media harus menjadi pilar untuk membawa perubahan, terutama dalam hal ini kesetaraan gender

Normalisasi Kesetaraan Gender lewat MediaEditor in Chief Magdalene Devi Asmarani dalam Women Lead Forum 2021 oleh Magdalene. Kamis (08/04/2021). IDN Times/ Fajar Laksmita

Devi Asmarani menuturkan di Indonesia sendiri telah terjadi perubahan yang terlihat dari konservatisme yang menguat. Menurutnya, ada berbagai upaya untuk mengembalikan peran perempuan ke ranah domestik.

Namun pada saat yang sama, konten yang Magdalene buat sangat berani dan menyasar pada pembaca muda, kebanyakan perempuan dan minimal 30 persen adalah laki-laki.

"Magdalene seharusnya gak lagi menjadi pengecualian, tetapi menjadi bagian dari norma. Kita semua berada di sini mengubah norma supaya pada ujungnya mencapai kesetaraan gender terutama di tempat kerja. Media itu harus menjadi pilar untuk membawa perubahan, terutama dalam hal ini membawa kesetaraan gender," tutupnya.

Itu tadi rangkuman diskusi pada sesi 3, Women Lead Forum 2021. Semoga bisa menginspirasimu dalam berkarya, ya!

Baca Juga: Hari Perempuan Internasional 2021: Ajak Perempuan untuk Sadar Pilihan

Topik:

  • Pinka Wima

Berita Terkini Lainnya