Perjalanan, Perjuangan, dan Peran Perempuan Era Reformasi

"Tidak hanya objek, perempuan juga bisa jadi subjek"

Rangkaian acara "Festival Kapsul Waktu Perempuan Nusantara" oleh KSGK Universitas Surabaya telah pada puncak acara yaitu talkshow dari para pemerhati perempuan. Beberapa yang menjadi pembicaranya adalah Dr. Pinky Saptandari E.P, DRA., MA (kontributor aktif jurnal perempuan); Benecdita Herlina, D.T, S. Psi. (koordinator penanganan kasus Avy Amira); dan Tunggal Pawestri (aktivitis perjuangan perempuan). 

Semuanya mengupas isu perjalanan perjuangan perempuan hingga era reformasi. Masih ada banyak permasalahan dan 'pekerjaan rumah' bagi kita. Lalu, bagaimana peran kekuatan perempuan itu disuarakan dan berjalan saat ini? Berikut adalah rangkuman dari talkshow acara KSGK tentang Kapsul Waktu Perempuan Nusantara. 

1. Mengapa sejarah peran perempuan dari masa ke masa itu penting dibahas dan dibongkar?

Perjalanan, Perjuangan, dan Peran Perempuan Era ReformasiIDN Times/Fajar Laksmita

Dr. Pinky Saptandari E.P, DRA., MA, memaparkan, "Kita membutuhkan sejarah yang ditulis secara benar. Selama ini sejarah ditulis oleh laki-laki sehingga his story. Her story terlupakan. Kita harus mengangkat her story sebanyak-banyaknya sehingga balance. Ketika seorang laki-laki punya perspektif dan kepekaan itu bagus, jadi tidak harus tentang perempuan yang ditulis oleh perempuan saja."

Namun beliau menambahkan, harus ada pembongkaran yang dilakukan bersama-sama untuk membuktikan bahwa perempuan bisa unggul dan sama hebatnya dengan laki-laki di berbagai bidang.

2. Di lorong waktu sebelum kolonial, peran perempuan Indonesia itu luar biasa. Ada yang bergelar laksamana, panglima perang, dan ratu

Perjalanan, Perjuangan, dan Peran Perempuan Era ReformasiIDN Times/Fajar Laksmita

Di lorong waktu sebelum kolonial, peran perempuan Indonesia itu luar biasa. Ada yang bergelar laksamana, panglima perang, dan ratu. Namun kenapa kemudian setelahnya tidak demikian? 

Perempuan juga menjalankan aspek dan proses aktivitas bersama. Sampai sekarang, kita lihat bahwa perempuan itu multasking. Mereka bisa melakukan segala hal secara bersama-sama, yang belum tentu laki-laki bisa melakukan itu.

"Hasil penelitian di Universitas Indonesia menunjukkan bahwa daya kemampuan manajerial laki-laki dan perempuan itu sama. Bukan karena dia laki-laki atau perempuan, tapi karena kompetensi kemampuan masing-masing. Mau laki-laki kalau dia tidak punya leadership, jangan dipaksakan bukan? Kalau dia perempuan, jangan juga dihalangi kalau dia mampu melakukan itu," tambah Ibu Pinky.

Perempuan yang mewakili generasi paling baru adalah Yanti Mochtar. Beliau adalah organisator dan pendidik komunitas yang melahirkan banyak sekali sekolah perempuan di Indonesia. Sekolah itu tersebar di Sulawesi, Nusa Tenggara, Jawa Timur, DKI Jakarta, bahkan di Gresik.

Sekolah perempuan ini jadi program kabupaten yang direplikasi pada 10 tempat di Gresik, termasuk Bawean. Generasi paling baru, yaitu Yanti Mochtar, merupakan perwakilan dari mereka dari zaman sekarang yang punya peran luar biasa.

"Membongkar stigma dan stereotip bahwa perempuan itu lemah dan perempuan harus dilindungi. Salah satu cara membongkar ini adalah dengan yakin kalau perempuan tidak layak untuk dilecehkan. Menggali penulis tentang sejarah perempuan dengan lensa dan wawasan pola pikir yang benar. Ketika menulis skenario film, membuat novel gunakan lensa yang baru, bahwa perempuan tidak untuk dijadikan objek. Perempuan juga bisa jadi subjek," tambah Pinky.

3. Ketika perempuan dibedakan menjadi warga kelas dua, itu namanya diskriminasi

Perjalanan, Perjuangan, dan Peran Perempuan Era ReformasiIDN Times/Fajar Laksmita

 "Tujuan hidup perempuan adalah untuk persetujuan lelaki. Kalau perempuan waktu kecil adalah anaknya Pak Joko, lalu ketika dewasa adalah istrinya Pak Budi dan Ibunya Amin, dia tidak pernah jadi dirinya sendiri," terang Ibu Benedicta Herlina, D.T, S.Psi.

dm-player

Diskriminasi perempuan terjadi ketika seseorang itu dibedakan karena dianggap berbeda. Ketika perempuan dibedakan, pasti ada hubungannya dengan siapa kelas satu dan siapa kelas dua. Jadi ketika perempuan dibedakan menjadi warga kelas dua, itu namanya diskriminasi.

Baca Juga: Kapsul Waktu Perempuan Nusantara, Sebuah Perjuangan Kesetaraan Gender 

4. Salah satu dari bentuk diskrimasi paling dekat adalah ketika seorang perempuan tidak sadar bahwa perlakuan itu adalah diskrimasi bagi dirinya

Perjalanan, Perjuangan, dan Peran Perempuan Era ReformasiIDN Times/Fajar Laksmita

Diskriminasi itu seperti apa saja contohnya? Misalnya, perempuan yang baik adalah istri yang baik atau yang menganggap bahwa nomor satu suami dan nomor dua istri. Diskriminasi yang paling dekat, misalnya ketika seseorang tidak sadar bahwa itu adalah sebuah diskriminasi.

"Kalau kamu menyuruh aku hanya memikirkan suami dan anak, serta aku berhenti dari semua karier dan cita-cita demi menjadi istri yang baik, inilah yang sebenarnya menjadi belenggu perempuan," tambah Benedicta.

5. Ada satu masalah dari sini. Ada satu persoalan yang sampai saat ini jadi masalah kita bersama, yaitu kekerasan seksual

Perjalanan, Perjuangan, dan Peran Perempuan Era ReformasiIDN Times/Fajar Laksmita

Ternyata, teman-teman dari KSGK UBAYA dan perempuan muda yang hadir berani memunculkan periode tergelap perempuan. Beberapa periode terkelam yang dihadirkan, yaitu Gerwani, kisah kekerasan seksual tahun 1945, dan Jugun Ianfu.

"Namun saya terkejut, bahwa banyak yang bahkan baru mendengarnya saat ini, peristiwa terkelam itu. Soal korban kekerasan seksual pada reformasi 1998, gak ada di sekolah. Ada masalah sebenarnya dari sini. Ada satu persoalan yang sampai saat ini, jadi masalah kita bersama yaitu kekerasan seksual," terang Tunggal Pawestri.

Masih ada banyak masalah, bahkan RUU penghapusan kekerasan seksual tidak bisa serta merta diloloskan. Lembaga Komnas Perempuan menginput data dari Savy Amira, WCC, kepolisian, dan juga dari Kementerian Agama. Hasilnya menunjukkan bahwa subjek angka kekerasan seksual selalu naik.

"Untuk tahun 2018 dibanding 2017, ada kenaikan sebesar 18 persen. Ini menunjukkan satu hal bahwa dokumentasi orang semakin baik. Kesadaran perempuan untuk melaporkan kekerasan, juga semakin baik. Namun situasinya, Indonesia masih menjadi urutan 104 dari 189 negara. Bahkan masih lebih buruk lagi dari 50 persen angka keseluruhan negara," tambah Tunggal. 

6. "Bikin produksi tulisan yang menjadi narasi kita sendiri. Jangan takut untuk menulis, sampaikan apa yang menjadi kegelisahan," saran Tunggal

Perjalanan, Perjuangan, dan Peran Perempuan Era ReformasiIDN Times/Fajar Laksmita

Salah satu penyebab angka kekerasan terhadap perempuan adalah pernikahan dini. Pernikahan yang dilakukan antara usia 18-24 tahun, belum cukup dewasa karena kemampuan negosiasi dalam rumah tangga belum cukup. Angka pernikahan anak di Indonesia itu, jadi yang kedua terbesar di Asia Tenggara. Kemudian, angka kematian Ibu dan bayi di Indonesia juga menepati urutan tertinggi kedua di dunia. 

"Bagaimana kita ngomong berbusa-busa tentang emansipasi dan pemberdayaan perempuan, segala macam program untuk perempuan, tapi angkanya masih tinggi kalau bicara tentang implementasinya? Salah satu cara yang bisa kita lakukan adalah bikin produksi tulisan yang menjadi narasi sendiri. Jangan takut untuk menulis! Sampaikan apa yang menjadi kegelisahan! Sekarang kita punya banyak platform di media sosial," lanjutnya.

Perempuan harus berperan dalam pembangunan berkelanjutan. Khususnya, dalam menjamin kehidupan yang sehat, mendorong kesejahteraan pada semua usia. 

Baca Juga: Sambut Hari Ibu, Pemerintah Meningkatkan Perhatian kepada Peran Perempuan dalam Kebijakan Publik

Topik:

  • Febriyanti Revitasari

Berita Terkini Lainnya