Kisah Tiga Jurnalis Perempuan Alami Kekerasan Ketika Bekerja, Miris!

#IDNTimes Life Tidak ada berita seharga nyawa

Jurnalis merupakan profesi yang penuh tantangan. Para pewarta ini turun ke lapangan dan bertemu dengan masyarakat luas untuk bisa menyajikan informasi kepada publik. Hal inilah yang kerap membuat jurnalis sering dianggap profesi maskulin.

Lantas, apabila perempuan menggeluti profesi tersebut, pekerjaan mereka akan terasa semakin menantang. Mereka rentan terhadap kekerasan karena dianggap lebih rendah, pun bisa mengalami kekerasan akibat karena faktor seksual.

Terkait ini, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menyelenggarakan webinar "Jurnalis Perempuan dan Kekerasan yang Mengintai" pada Rabu (25/11/2020). Turut hadir juga tiga jurnalis perempuan yang membagi kisahnya yang masih menerima kekerasan karena profesinya. 

1. Alsih Marselina, Reporter Sultengnews.com, mengalami kekerasan fisik dari aparat polisi saat meliput kerusuhan dampak Omnibus Law

Kisah Tiga Jurnalis Perempuan Alami Kekerasan Ketika Bekerja, Miris!youtube.com/Aji Indonesia

Alsih Marselina merupakan Reporter yang bekerja di sultengnews.com. Ia baru-baru saja mengalami kekerasan fisik saat meliput kericuhan pengesahan UU Ciptaker atau Omnibus Law yang terjadi awal Oktober lalu. 

"Pada waktu itu, sekitar jam 5 sore, saya lagi ambil gambar. Kira-kira, selang 10 menitan, ada chaos kedua kalinya. Saya lari dengan dua teman wartawan lainnya dan terjebak. Terus ada polisi datang dan kita sudah tunjukkan kalau kita dari media, tapi sepertinya mereka gak percaya. Terus mereka pukul kita sampai lebam di pipi," cerita Alsih.

Kejadian itu membuatnya kaget dan ketakutan. Untungnya, selang beberapa menit kemudian, seorang polisi yang terlihat lebih senior datang untuk menyelamatkannya dan teman wartawannya.  

2. Jurnalis Kompas.com, Ira Rachmawati, sempat menerima pesan ancaman karena beritanya tentang aksi tolak tambang tahun 2017

Kisah Tiga Jurnalis Perempuan Alami Kekerasan Ketika Bekerja, Miris!youtube.com/Aji Indonesia

Ada lagi Ira Rachmawati yang merupakan Jurnalis Kontributor Kompas.com daerah Banyuwangi. Ia menerima pesan-pesan ancaman karena berita tentang aksi tolak tambang yang ditulisnya. Memang, aksi ini sempat heboh di Banyuwangi pada tahun 2017 silam.

"Waktu malam hari, setelah saya nulis berita itu, saya merasa ada yang mengawasi. Lalu tiba-tiba ada SMS masuk berupa ancaman penyerangan, pemerkosaan. Itu terjadi terus-terusan hampir dua minggu," cerita Ira.

Setelah mendapat teror SMS tersebut, Ira akhirnya tidak pulang ke rumahnya dan mengurung diri di rumah temannya selama dua minggu. Dia pun mematikan semua akses media sosialnya agar tidak bisa dideteksi.

3. Ika Ningtyas, Jurnalis Cek Fakta Tempo, mengalami doxing karena membongkar informasi miring terkait COVID-19

Kisah Tiga Jurnalis Perempuan Alami Kekerasan Ketika Bekerja, Miris!youtube.com/AJI Indonesia

Berbeda lagi dengan Ika Ningtyas. Ia merupakan Jurnalis Tempo yang bergerak khusus di bidang cek fakta. Salah satu berita cek fakta yang ditulisnya adalah perihal COVID-19.

dm-player

Saat itu, seorang dokter hewan yang mengaku sebagai ahli virus, menyebarkan informasi tak benar. Sayangnya, informasi tersebut malah dipercaya publik. 

Berita ini lantas membuatnya menerima doxing, di mana informasi pribadinya disebarluaskan ke publik tanpa izin. Bahkan, oknum yang berkaitan mengajak pengikutnya untuk menyerang ia dan timnya.

"Dokter hewan ini memublikasikan sebuah status dan mengambil foto-foto pribadi kami, lalu menyebut kami teroris COVID. Dia mengajak followers-nya untuk melawan kami," ungkap Ika.

Baca Juga: AJI Bandar Lampung-Bestari Beri Beasiswa Rp16,8 Juta untuk Jurnalis

4. Sama-sama mengalami kekerasan, ketiga jurnalis ini sempat mengalami trauma dan kini lebih berhati-hati dalam melakukan tugasnya

Kisah Tiga Jurnalis Perempuan Alami Kekerasan Ketika Bekerja, Miris!youtube.com/IDN Times

Kekerasan yang dialami ketiga jurnalis ini, menimbulkan trauma cukup mendalam. Alsih mengaku tidak berani keluar seharian setelah ditampar polisi dan Ika menghindar dari internet saat mendapat doxing. Trauma paling parah lantas dialami oleh Ira. 

"Sekarang, walau udah 3 tahun, kalau ada kaitan dengan tambang itu, aku takut. Terus sampai sekarang, juga aku gak berani buka SMS. Jadi di hp, SMS numpuk, gak pernah dibaca semua," tutur Ira.

Meski mengalami trauma, para jurnalis ini mendapat pelajaran untuk semakin berhati-hati dalam melakukan tugasnya. Apalagi, kini mereka bekerja di dunia digital yang semakin berbahaya. 

5. "Tidak ada berita seharga nyawa." Jurnalis perempuan harus berani speak up untuk memperjuangkan dirinya

Kisah Tiga Jurnalis Perempuan Alami Kekerasan Ketika Bekerja, Miris!youtube.com/AJI Indonesia

Terlepas dari segala kekerasan yang dialami, pada akhirnya ketiga narasumber ini harus tetap bekerja seperti biasa karena tuntutan profesionalnya. Dari sinilah, mentalitas dan keberanian jurnalis perempuan diuji.

Meskipun begitu, pada akhirnya tidak ada berita seharga nyawa. Alsih, Ira, dan Ika setuju bahwa jurnalis perempuan tetap harus mengutamakan keselamatannya. Oleh karena itu, jangan takut untuk mengungkapkan ketidakadilan yang dialami.

"Jadi jurnalis perempuan, terutama di daerah itu, benar-benar gak gampang. Apalagi kita suka ketemu sama bapak-bapak yang bisa menggoda. Di situ, jurnalis perempuan harus speak up. Katakan kalau kita tidak suka, gak nyaman," ungkap Ira.

Ketiga narasumber ini pun sudah memperjuangkan dirinya. Mereka tidak tinggal diam saat mengalami kekerasan dan berhasil mendapat perlindungan dari perusahaan dan lembaga terkait. 

Baca Juga: Jurnalis Perempuan Diduga Dilecehkan Honorer Pemkot Makassar

Topik:

  • Febriyanti Revitasari

Berita Terkini Lainnya