Puncak Everest yang Semakin Dekat untuk Deedee dan Hilda

Dua perempuan muda Indonesia ini berupaya keras mengibarkan Merah Putih di Puncak Everest

Dua pendaki Indonesia, Mathilda Dwi Lestari (Hilda) dan Fransiska Dimitri Inkiriwang (Deedee) berangkat dari Jakarta pada 29 Maret 2018. Kini mereka semakin dekat ke Puncak Everest.

Kedua pendaki yang tergabung dalam The Women of Indonesia’s Seven Summits Expedition Mahitala Unpar akan mencoba untuk summit push atau pendakian menuju puncak pada 17 atau 18 Mei 2018. 

Saat ini mereka sedang berada di Everest Base Camp di ketinggian 5.150 mdpl untuk melakukan koordinasi akhir dengan tim pendukung.

Ini detik-detik menuju puncak yang akan dijalani Deedee dan Hilda.

1. Keputusan summit attempt di tangan Guide Hiro

Puncak Everest yang Semakin Dekat untuk Deedee dan HildaInstagram.com/INA7Summits

Hiro Kuraoka adalah guide profesional dan bersertifikat yang akan memandu dua mahasiswi Universitas Katolik Parahyangan, Bandung ini mencapai Puncak Everest.

Hiro, yang berkewarganegaraan Jepang ini sebelumnya membantu tim Indonesia’s Seven Summits Mahitala Unpar (ISSEMU) menancapkan Sang Merah Putih di Puncak Everest, pada tahun 2011.

Hiro telah lama mempersiapkan perjalanan ini. Ia memandu Deedee dan Hilda menjalani pelatihan fisik dan mental sehingga siap berjuang ke puncak di ketinggian 8.848 mdpl.

Hiro yang akan mengambil keputusan kapan kedua perempuan berusia 24 tahun ini berangkat untuk summit push.

Selain Hiro, Deedee dan Hilda didukung oleh China Tibet Mountaineering Association yang membangun jalur dengan memasang fix rope, atau tali pengaman sepanjang jalur perjalanan. Mereka juga akan didampingi beberapa sherpa untuk membawakan logistik dan keperluan lainnya.

2. Perjalanan summit push dimulai dari EBC

Puncak Everest yang Semakin Dekat untuk Deedee dan HildaInstagram.com/INA7Summits

Deedee dan Hilda akan memulai perjalanan menuju puncak dari Everest Base Camp (5.150 mdpl). Sebelumnya, kedua anggota organisasi Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Parahyangan (Mahitala) ini telah melakukan proses aklimatisasi atau penyesuaian tubuh dengan ketinggian. Seminggu terakhir, mereka sibuk melakukan penyesuaian kondisi di EBC dan melanjutkan perjalanan ke Intermediate Camp (IC) di ketinggian 5.800 mdpl dan Advance Base Camp (ABC) di ketinggian 6.500 mdpl.

Proses aklimatisasi sangat penting sebagai bagian dalam keberhasilan mencapai Puncak Everest. Di dalam proses aklimatisasi, Deedee dan Hilda harus membiasakan tubuh mereka menghadapi kondisi oksigen yang tipis.

“Bahkan saat di ABC, kami harus tidur dengan memakai tabung oksigen untuk membantu pernapasan. Kondisi di ABC sama dengan keadaan menyelam di laut dengan bukaan tabung oksigen hanya 0,5 liter/menit. Intinya, bernapas susah sekali karena oksigen yang sangat terbatas,” cerita Deedee dalam pesan singkatnya.

dm-player

Perjalanan aklimatisasi mereka berlanjut ke Camp 1 di ketinggian 7.030. Di suhu udara minus 19 °C, kedua pendaki ini berjuang menuju ke ketinggian 7.400 mdpl. “Saat itu kami melintasi North Col, jalur berbahaya yang berupa punggungan tebing es,” cerita Hilda.

Setelah aklimatisasi selesai, Deedee dan Hilda kembali ke EBC untuk koordinasi summit attempt. Menurut rencana, pada 11 Mei, mereka akan meninggalkan EBC untuk menuju Girong Border lalu ke IC dan segera menuju ke ABC. Mereka akan segera melakukan perjalanan menuju ke Puncak Everest.

Sebelum menuju puncak, Deedee dan Hilda akan menemui tim pendukung yang menginap di EBC camp turis. "Ini semacam dukungan moral bagi kami. Selain menemui tim pendukung, kami juga membawa bekal buku dan video dukungan dari keluarga, teman, dan semua orang yang mendukung perjalanan kami ini. Mereka memberi suntikan semangat untuk kami berdua," kata Deedee. 

Sebagian peralatan pendakian sudah ditinggalkan di ABC saat aklimatisasi sehingga mereka bisa membawa barang-barang yang sifatnya lebih pribadi itu. 

3. Memilih Jalur Utara untuk menuju Puncak Everest

Puncak Everest yang Semakin Dekat untuk Deedee dan HildaInstagram.com/INA7Summits

Everest memiliki banyak jalur pendakian. Hiro Kuraoka memilih Jalur Utara atau Jalur Tibet. Jalur ini memiliki medan pendakian es glasier yang curam. Jalur ini pertama kali didaki oleh George Mallory, Edward Oliver Wheeler, dan Guy Bullock pada  23 September 1921.

Summit push akan dilakukan dengan rute sebagai berikut: EBC-IC-ABC- Camp 1- Camp 2 (7.800 mdpl)- Camp 3 (8.300 mdpl) dan kemudian puncak Everest. Lama perjalanan mencapai puncak diperkirakan 6-8 hari.

4. Perkiraan summit pada 17 Mei 2018

Puncak Everest yang Semakin Dekat untuk Deedee dan HildaInstagram.com/INA7Summits

Jika WISSEMU jadi berangkat dari EBC pada 11 Mei 2018, maka diperkirakan summit akan dilakukan pada 17 atau 18 Mei 2018. Belum ada kepastian tanggal itu karena mereka akan menunggu perkiraan cuaca sebab cuaca di sekitar Everest bisa berubah dengan cepat.

“Cuaca berubah setiap waktu dan jeda cuaca cerah sangat singkat. Semoga kami bisa mendapat momen tepat untuk menuju puncak,” kata Deedee.

5. Deedee dan Hilda akan menjadi perempuan Indonesia pertama yang mendaki 7 puncak dunia

Puncak Everest yang Semakin Dekat untuk Deedee dan HildaInstagram.com/INA7Summits

Kita doakan agar Deedee dan Hilda berhasil mengibarkan bendera Merah Putih di Puncak Everest.

Jika misi mereka sukses, maka Deedee dan Hilda akan menjadi perempuan Indonesia pertama yang mencapai 7 puncak dunia. Sebelumnya, mereka telah menyelesaikan misi ke enam puncak dunia. Gunung Carstensz Pyramid (4.884 mdpl) pada 13 Agustus 2014, Gunung Elbrus (5.642 mdpl) 15 Mei 2015, Gunung Kilimanjaro (5.895 mdpl) pada 24 Mei 2015, Gunung Aconcagua (6.962 mdpl) pada 1 Februari 2016, dan Gunung Denali (6.190 mdpl) pada 1 Juli 2017.

Semoga mereka sukses membawa harum nama Indonesia di kancah pendakian gunung tertinggi dunia. Amin!

Skylar Riverlyn Photo Writer Skylar Riverlyn

A dreamer

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yogie Fadila

Berita Terkini Lainnya