Ceritaku Mengikuti Pemilu di Turki, Bisa Mencoblos Meski Tak ke TPS

#1000MillennialsKawalPemilu Via pos juga bisa

Namaku Adli Hazmi, mahasiswa pascasarjana jurusan Hubungan Internasional di Necmettin Erbakan Universitesi, Turki, lebih tepatnya di kota Konya. Jauh dari Indonesia tak membuatku lupa diri akan tanah air. Meskipun di sini aku mendapatkan beasiswa dari pemerintah Turki.

Seseorang pernah berkata bahwa kita tidak akan pernah bisa menghilangkan identitas asli kita di mana pun kita berada, hal itu juga termasuk identitas kebangsaan kita. Kali ini di negeri dua benua sekalipun, aku memberikan sumbangsih kecilku dengan memberi suara dalam pemilihan calon presiden maupun calon legislatif. Bedanya, kali ini aku tak mendapat tinta ungu di kelingking.

1. Aku tidak mencoblos langsung ke TPS

Ceritaku Mengikuti Pemilu di Turki, Bisa Mencoblos Meski Tak ke TPSDok.Pribadi/Adli Hazmi

Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) memiliki dua cara untuk mengakomodasi pemilih pada Pemilu kali ini, yakni dengan datang langsung ke TPS dan melalui pos. Aku memilih cara ke dua lantaran jarak yang cukup jauh dari TPS.

Kota tempatku tinggal berjarak dua jam dari TPS terdekat, yaitu Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Ankara. Pemilihan langsung di TPS berlangsung pada tanggal 13 April sedangkan untuk memilih melalui pos berlangsung sebelum bulan April hingga batas akhir pengumpulan suara adalah 16 April.

Pihak PPLN bekerja dengan baik dengan mendata kami yang termasuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Surat suara dikirimkan ke alamatku di Konya dan kami mencoblos sendiri lalu mengirimkan kembali ke KBRI Ankara melalui pos PTT di Turki.

Tanggal 7 April tepatnya, waktu di mana aku dan 3 WNI yang tinggal satu aparetmen denganku mengirimkan surat suara yang sebelumya sudah kami coblos. Yang menjadi unik adalah apartemen sendiri kami menjaga kerahasiaan tentang siapa calon yang kami pilih.

Semua biaya pengiriman surat suara ditanggung oleh pihak penyelenggara. Kami tak khawatir akan terjadi kecurangan karena yakin bahwa panitia bekerja secara transparan dan professional. Hal ini terlihat dari semua update di media sosial. Di sisi lain, pihak PPLN melakukan komunikasi yang baik dari pengiriman surat suara sampai dengan penerimaan melalui WhatsApp.

Memilih dengan cara ini tentu tak membuat jari kelingkingku menjadi ungu karena aku tak mencoblos di TPS yang telah dipersiapkan.

2. Aku menelaah profil dan rekam jejak kedua Capres-Cawapres

Ceritaku Mengikuti Pemilu di Turki, Bisa Mencoblos Meski Tak ke TPSDok.Pribadi/Adli Hazmi

Sebagai salah satu penentu masa depan bangsa, tentunya tak mungkin aku memberikan suara dengan mata tertutup. Aku memiliki kesadaran penuh bahwa satu suara sangat menentukan akan bagaimana masa depa.n bangsa ini. Untuk itu aku harus tahu profil dan rekam jejak kedua Capres-Cawapres

Menyimak debat Pilpres juga salah satu caraku menentukan pilihan. Di debat Pilpres inilah menurutku kita akan mengetahui penguasaan materi termasuk problematika yang dialami Indonesia. Tak hanya itu, aku juga menyimak fast checking yang dilakukan oleh beberapa media.

Analisis dari mini riset profil dan rekam jejak serta Pilpres inilah yang akhirnya membulatkanku untuk memilih salah satu calon.

Baca Juga: Tetap Kerja Saat Pilpres, Buruh Dapat Uang Lembur

3. Aku tak berdebat hingga bertengkar dengan teman yang beda pilihan denganku

Ceritaku Mengikuti Pemilu di Turki, Bisa Mencoblos Meski Tak ke TPSANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Pilpres kali ini panas. Banyak yang bernafsu berargumen meyakinkan orang lain bahwa Capres-Cawapres pilihannyalah yang terbaik. Aku tinggal dengan tiga orang yang berbeda pilihan denganku. Meski begitu, kami lebih memilih berdiskusi dengan tidak memaksa. Tak ada pertengkaran di apartemen menjadi salah satu pengalaman yang luar biasa. Bagiku dan teman-teman, siapa pun presidennya, kami tetap rakyat Indonesia dan beliau yang menang di Pilpres nanti tetap presiden kami.

Sebagai insan berpendidikan, hal ini bisa menjadi contoh bagaimana kami menghargai pendapat dan preferensi orang lain terhadap Capres dukungannya. Bukan seperti yang terjadi di media sosial akhir-akhir ini, banyak yang menghina, menghujat bahkan merendahkan.

Lebih parah lagi banyak juga tali pertemanan yang putus, kekeluargaan yang renggang dan persaudaraan yang hilang hanya karena berbeda calon presiden yang akan didukung.

4. Pula, tak ada serangan fajar

Ceritaku Mengikuti Pemilu di Turki, Bisa Mencoblos Meski Tak ke TPS

Berbeda dengan keadaan di Indonesia yang dalam beberapa kasus benar-benar terjadi serangan fajar, yakni membagi-bagikan uang untuk meyakinkan seseorang supaya memilih salah satu calon.

Di Turki justru hal ini tidak terjadi. Mungkin, menurut pendapatku karena memang tidak ada koordinator pelakunya disini, mungkin juga karena jauh dari Indonesia serta suara yang tidak sebanyak di Indonesia. Jadi kecurangan dan hal-hal seperti itu bisa dihindarkan.

Jujur saja meski banyak orang yang menanyakan pilihanku, namun aku sendiri lebih memilih jalur aman menghindari debat kusir yang tak ada untungnya. Tekanan dari lingkungan  tentu ada, namun aku berpegang teguh dengan Pemilu berasas rahasia dan adil sehingga lingkungan pertemanan dan kekeluargaan tidak dicederai dengan nafsu membela salah satu calon.

Ini pesta demokrasi, bukan ajang memecah tali persaudaraan. Siapapun yang nanti menjadi pemenang haruslah kita dukung dan kontrol. Kita sebagai fungsi kontrol pemerintah harus memiliki sifat kritis yang tidak buta kepada salah satu calon yang kita dukung saja.

Karena mereka semua manusia dan pasti melakukan kesalahan. Fungsi kita sebagai masyarakat adalah menjaga supaya kesalahan tersebut bisa diminimalisir untuk Indonesia ke depannya.

Semoga Pemilu di Indonesia hari ini (17 April 2019) berjalan damai dan lancar.

Baca Juga: Perjuangan Mereka Demi Bisa Mencoblos di Pemilu 2019

Adli Hazmi Photo Writer Adli Hazmi

Perfectionist Gemini

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya