Ini Rintangan Perempuan untuk Bersaing di Kancah Politik

Partisipan perempuan juga kesulitan bersaing.

Jakarta, IDN Times – Dunia politik bukan hanya milik para lelaki, tapi perempuan yang memiliki kapasitas memadai juga punya kesempatan yang sama untuk bisa bersanding di kancah politik. Dalam gelombang Pilkada yang diselenggarakan pada 2015, 2017 hingga 2018, partisipasi perempuan dinilai masih cukup rendah.

Pada 2015 presentase partisipasi perempuan sebesar 8,7 persen yang menang. Kemudian di tahun 2017, turun menjadi 5,90 persen yang menang. Sedangkan pada Pilkada 2018 ini, presentasenya meningkat menjadi 9,06 persen yang menang.

Dari total tiga gelombang tersebut melahirkan 92 partisipasi perempuan yang memenangkan Pilkada. Masuknya perempuan di kancah politik, dalam hal ini memenangkan Pilkada hingga Pileg membutuhkan perjuangan yang cukup besar.

Hal ini seperti disampaikan oleh Direktur Eksekutif Puskapol FISIP UI, Aditya Perdana dalam diskusi “Potret Perempuan Kepala Daerah Terpilih di Pilkada 2018” di Media Center, KPU Jakarta, Rabu (1/8).

1. Perjuangan besar untuk meraih posisi sentral

Ini Rintangan Perempuan untuk Bersaing di Kancah PolitikIDN Times/Afriani Susanti

Bagi partisipan perempuan yang mendaftarkan diri untuk berjuang memperebutkan posisi sentral bukanlah hal yang mudah. Aditya mengatakan, dalam beberapa forum yang dihadiri perempuan, mereka mengaku butuh perjuangan yang berat.

Posisi sebagai perempuan tidak lantas membuat mereka mendapatkan karpet merah untuk memuluskan jalan menuju posisi sentral tersebut.

“Ada cerita sedih dari ibu-ibu partai politik yang dihadapi bahwa untuk mendapatkan posisi itu, mereka juga harus berjuang sama kuatnya seperti yang dihadapi oleh partisipasi laki-laki,” ujarnya. 

2. Meyakinkan partai akan elektabilitas yang dimilikinya

Ini Rintangan Perempuan untuk Bersaing di Kancah PolitikANTARA FOTO/Reno Esnir

Selain itu, tantangan lain juga datang untuk memastikan partai politik terkait mengenai elektabilitas yang dimiliki oleh partisipan perempuan tersebut. Persyaratan itu sendiri tidak jauh berbeda dengan yang harus dilalui oleh partisipan laki-laki yang ingin maju ke bursa Pilkada maupun pileg.

“Jadi perempuan harus meyakinkan elite partai kalau dirinya memiliki elektabilitas untuk menang. Pilkada itu soal elektabilitas, apakah tinggi atau rendah,” kata Aditya.

3. Memanfaatkan jejaring kekerabatan

Ini Rintangan Perempuan untuk Bersaing di Kancah PolitikANTARA FOTO/Reno Esnir

Aditya juga menyoroti keuntungan yang bisa didapat para istri yang suaminya menjabat sebagai kepala daerah atau wakil daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Dengan jabatan yang disandang suaminya, para istri ini bisa memanfaatkan jaring kekerabatannya melalui perhimpunan ibu-ibu PKK, sehingga bisa menjadi jalan bagi para istri yang tertarik untuk maju ke kursi Pilkada atau Pileg.

“Saya juga melihat adanya keuntungan yang dimiliki istri baik gubernur, wali kota maupun bupati yang memiliki keleluasaan dalam membangun jejaring kekerabatan. Karena interaksi yang intensif dilaksanakan, istri-istri itu bisa berkomunikasi langsung dengan pemilihnya,” paparnya. 

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya