Terapi Musik, Metode Pengobatan yang Kurang Eksis di Indonesia

Kamu mungkin bingung apa hubungannya musik dengan medis

Jakarta, IDN Times – Dunia kesehatan terus berinovasi untuk menemukan metode-metode pengobatan baru yang lebih baik. Beberapa metode yang selama ini dianggap jauh dari kata "medis" pun dilirik. 

Salah satunya musik. Ya, kamu mungkin bingung bagaimana menghubungkan musik dengan medis. 

Tahukah kamu, musik ternyata memberi efek tertentu pada kehidupan manusia lho. Bahkan, setiap individu akan memberi respons emosional dan afektif yang berbeda terhadap musik. 

Nah, sejumlah ahli juga telah melakukan penelitian terhadap efektivitas terapi musik dalam memperbaiki serta mengembangkan komunikasi. Selain itu, terapi musik juga dapat digunakan untuk menilai hubungan penderita disabilitas autism, gangguan komunikasi, hingga gangguan neurologi.

Bagaimana musik bisa membantu proses medis? 

1. Musik dan fase usia manusia

Terapi Musik, Metode Pengobatan yang Kurang Eksis di IndonesiaMusik dan bayi (Pixabay)

Music Teacher for Mother and Babies, Irene Felicia Simanjuntak mengatakan, jenis musik yang disukai seseorang biasanya berubah dan atau berkembang seiring pertambahan usia. 

Dari fakta itu, musik kemudian bisa digunakan untuk mengetahui apakah seorang anak mengalami keterlambatan tumbuh kembang atau tidak. Misalnya, anak usia 11 tahun. Ketika si anak masih menyukai jenis musik yang biasanya disukai anak usia 1 tahun, orangtua sudah harus mewaspadai adanya indikasi keterlambatan tumbuh kembang tadi. 

“Musik dan janin berjalan beriringan. Bayi memang belum bisa mengetahui sesuatu melalui penglihatan atau visual tapi sudah bisa mengenali suara. Karena itu, ketika bayi didengarkan bunyi-bunyian matanya akan langsung mencari sumber dari bunyi itu berasal,” kata Irene di Pusat Kebudayaan Amerika Serikat, Atamerica, Jakarta.

2. Peran musik yang tak banyak diketahui orang

Terapi Musik, Metode Pengobatan yang Kurang Eksis di IndonesiaIDN Times/Afriani Susanti

Lebih lanjut Irene menjelaskan, manusia sejak bayi sudah belajar untuk mengeksplorasi suara di sekitarnya. Meskipun pada usia tertentu, mereka belum memiliki kemampuan untuk berbicara. 

Hal tersebut menggambarkan bahwa kemampuan manusia dalam eksplorasi suara lebih tinggi dibanding kemampuan berbicara.

Hal tersebut juga dikuatkan pengalaman Neurologic Music Therapist di Siloam Hospitals Group Jessica Hariwijaya. Dia mencontohkan pasien-pasien stroke yang sulit berbicara. "Tapi saat diterapi musik, dia bisa mengeluarkan suara," kata dia.

Bahkan, generasi remaja kadang tidak sadar bagaimana musik membantu mereka dalam mencari jati diri. Tidak heran, jenis musik yang disukai seseorang di fase remaja, biasa melekat di ingatan hingga dewasa.

“Makanya, kita ingat sekali dengan musik-musik di waktu remaja kita dulu. Remaja mengekspresikan dirinya melalui musik, bernyanyi dan menghapal lagu untuk mengekspresikan diri,” kata Irene.

3. Musik langsung menyentuh bagian talamus di otak

Terapi Musik, Metode Pengobatan yang Kurang Eksis di IndonesiaIlustrasi otak (Pixabay)

Irene mengatakan, bahasa musik berbeda dengan yang informasi lainnya, seperti matematika atau fisika. Hal tersebut dikarenakan musik menyentuh bagian otak bernama talamus. 

Mengutip tulisan Ratna Supradewi berjudul Otak, Musik, dan Proses Belajar di Buletin Psikologi Universitas Gadjah Mada (2010), musik akan diterima langsung oleh talamus, yaitu suatu bagian otak yang mengatur emosi, sensasi, dan perasaan--tanpa lebih dulu dicerna oleh bagian otak yang berpikir mengenai baik‐buruk, maupun inteligensia.

Tidak heran, terapi musik bisa menstimulasi anak-anak sehingga bisa langsung memberikan respons emosi. Jika anak-anak merespons dengan perasaan senang, maka proses terapi yang dijalaninya juga akan mudah. “Menggunakan musik, mereka bernyanyi, bermain, dan bahagia,” tuturnya.

4. Musik bisa bikin bahagia hingga kurangi rasa sakit

Terapi Musik, Metode Pengobatan yang Kurang Eksis di IndonesiaIlustrasi (Pixabay)

Tak hanya sebatas psikologi, musik bahkan bisa digunakan untuk kepentingan medis lebih dalam. Salah satunya, mengurangi rasa sakit. 

Jessica Hariwijaya menjelaskan, musik yang digunakan sebagai bagian dari proses terapi bagi pasien, ternyata bisa menstimulasi otak mengeluarkan hormon endorphin. Ini adalah senyawa kimia yang membuat seseorang merasa senang, nyaman, sekaligus meningkatkan kekebalan tubuh.

 Dalam kondisi tertentu, musik akhirnya akan membangun pain management pada sistem tubuh seseorang, yang pada akhirnya mengurangi rasa sakit. 

Sehingga tidak heran, terapi musik ini bisa diterapkan pada pasien dengan diagnosis tumor, pasien yang baru selesai menjalani operasi, hingga pasien koma.

Menurut Jessica, musik juga digunakan untuk mencapai tujuan khusus. Misalnya, membantu pasien dalam ritmen bicara, terutama mereka yang mengalami parkinson. Sehingga mereka bisa dilatih untuk bicara tanpa jeda. “Jadi terapi musik bukan hanya sekedar membawa alat musik,” katanya.

5. Penderita Alzhaimer yang akhirnya menemukan hidup dengan terapi musik

Terapi Musik, Metode Pengobatan yang Kurang Eksis di IndonesiaIlustrasi (Pixabay)

Music Therapist dari Universitas Pelita Harapan, Kezia Karnila Putri yang saat ini sedang menempuh pendidikan di Kanada, ikut berbagi cerita mengenai salah satu pasien yang dia tangani. 

Pasien pria berinisial H itu didiagnosa memiliki penyakit Alzhaimer. Akibatnya, H mengisolasi diri dari dunia luar dan pergaulan sosial. Di sisi lain, H memiliki perilaku kerap agresif, bingung, dan pikun. 

Awalnya, Kezia kesulitan untuk masuk ke dunia H karena dia sangat tertutup. Kezia lantas mencoba untuk berkomunikasi dengan sang istri agar membantunya mencari solusi. 

Sang istri mengungkapkan, suaminya sangat menyukai musik country. Musik ini jualah yang dulu mempertemukan mereka pertama kali di lantai dansa.

Kezia pun mencoba untuk menyanyikan lagu-lagu country. Perlahan-lahan, H menunjukkan reaksi. Yang tadinya diam dan menutup mata, H mulai mengintip-intip. 

"Kadang mulutnya sesekali ikut bernyanyi tanpa bersuara. Pokoknya, setiap hari saya nyanyikan itu selama 15 menit. Dan saat H dipertemukan dengan istrinya, dia sangat suportif sekali dan bisa menjalin interaksi sosial yang baik lagi dengan sang istri,” kata Kezia.

Baca Juga: 5 Teknologi Terbaru di Bidang Medis Ini Keren Banget!

6. Terapi musik masih kurang eksis di rumah sakit Indonesia

Terapi Musik, Metode Pengobatan yang Kurang Eksis di IndonesiaIDN Times/Afriani Susanti

Sayangnya, terapi musik ini masih jarang terdengar di Indonesia. Bahkan tidak jarang, beberapa pengelola rumah sakit memandang terapi ini aneh.

“Di Amerika dan Kanada, orang-orang sudah mulai terbuka dengan terapi ini. Kalau di Indonesia masih banyak yang belum tahu jadi harus mengedukasi mereka," kata mahasiswa Indonesia, Laura yang saat ini sedang menjalani magang sebagai music therapist di Florida Hospital, Amerika Serikat.

Menurut Jessica, hal yang sulit untuk membuat terapi ini eksis di Indonesia adalah pada proses pengenalannya. Kata dia, masih banyak dokter dan paramedis lainnya yang belum paham dengan cara kerja terapi musik.

“Kalau di Indonesia, untuk jelaskan ke dokter dan suster saja belum mengerti. Mereka malah mau tahu seperti apa cara kerjanya. Itu yang agak sulit sih, lebih ke mentalitasnya,” jelasnya.

Baca Juga: 5 Alasan Teknologi Biomedis Sangat Dibutuhkan di Dunia Medis

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya