101 Climate Change Action: Cintai Bumi Sejak Dini

Menjaga lingkungan bisa dimulai sejak dini

Jakarta, IDN Times - Aeshnina Azzahra Aqilani, sosok environmental youth leader, menceritakan kisahnya sebagai sebagai duta lingkungan global yang masih sangat muda. Ia menceritakan banyak hal terkait fokusnya terhadap sampah plastik impor dan gerakan, serta program yang Ia buat.

Hal itu disampaikan Nina dalam program “101 Climate Change Actions” yang diselenggarakan IDN Times pada 27 Desember 2021. IDN Times menjadikan Desember sebagai bulan Peduli Perubahan Iklim.

Program tersebut tayang di Instagram @idntimes, setiap Senin sampai Jumat pukul 16.00 hingga 17.00 WIB. Berikut hasil wawancara selengkapnya bersama environmental youth leader tersebut.

Kamu diundang Plastic Hub Summit. Itu di mana ya?

Di Belanda

Gimana ceritanya kamu bisa diundang ke Belanda untuk bicara di Plastic Health Summit itu?

101 Climate Change Action: Cintai Bumi Sejak DiniPlastic Health Summit 2021 - Ms. Aeshnina Azzahra Aqilani (Nina)/youtube.com (Plastic Soup Foundation)

Itu Plastic Health Summit diundang sama Plastic Soup Foundation. Nah, itu memang sebenarnya kita sudah kenal, sudah kenal sama plastik sub itu teman kita sudah kenal, dan ya kan membahasnya tentang bahaya plastik ya bagi lingkungan dan juga kesehatan manusia.

Bahas nikel plastik juga gitu, ada peneliti-peneliti yang meneliti mikroplastik di darah, di plasenta, di feses, nah terus mereka tertarik sama Nina gitu, kan karena tertarik tentang masalah sampah plastik impor.

Jadi, mereka ingin mengundang Nina, sama mama sama papa juga jadi pembicara di Plastic Health Summit gitu. Jadi diundang sama Plastic Soup Foundation. 

Apa yang kamu sampaikan di Plastic Health Summit itu?

101 Climate Change Action: Cintai Bumi Sejak DiniPlastic Health Summit 2021 - Plastic Soup Foundation/plasticsoupfoundation.org

Ya, saya kan sebelum berangkat ke sana itu sudah di briefing gitu, itu sudah kita ngezoom duluan. Orangnya tanya gitu kan sekarang lagi fokus membahas apa saja gitu? Terus Nina cerita apa yang Nina fokusin, apa yang Nina kampanyein, terus mereka tertarik sama masalah sampah plastik impor itu.

Jadi, Nina cerita tentang masalah sampah impor saja karena Belanda juga ngirim sampah plastik Indonesia juga. Jadi aku ceritanya tentang masalah sampah plastik impor dan juga dampak pencemaran yang terjadi di Indonesia juga. Sama aksi-aksi ini nulis surat ke mereka gitu. 

Baca Juga: Gita: Lingkar Temu Kabupaten Lestari, Lingkungan Terjaga dan Sejahtera

Kapan, usia berapa persisnya mulai concern dengan soal lingkungan ini? Dan kenapa soal plastik yang diambil?

Kalau concern-nya gitu ya, kalau sudah mau peduli itu, sebetulnya saya kurang ingat ya, kurang tahu, umur berapa gitu ya, tepatnya umur berapa karena memang dari kecil orang tua saya juga aktivis pelindung sungai, aktivis lingkungan, mereka peneliti juga gitu, peneliti sungai.

Jadi dari kecil banget sih udah diajak sama mereka ke sungai, ke pantai penelitian, ikut seminarnya mereka gitu. Tapi waktu pertama kali aksi itu waktu kelas 5 SD, diajak guru untuk nulis surat ke Bupati Gresik, cerita tentang pencemaran yang terjadi di sekolah, sama apa yang kita ubah gitu, apa yang kita pengin ke mereka.

Terus, Nina juga mewakili teman-teman yang menulis surat, jadi kita dibukukan gitu suratnya terus dikirim ke bupatinya gitu. Terus setelah itu, Nina mikir ternyata gampang ya nulis surat ke pemda, pemerintah gitu. Jadinya Nina nulis surat ke pemerintah yang lain juga.

Siapa saja yang dikirimi surat?

Kalau yang tentang masalah sampah plastik impor itu Nina udah kirim ke enam orang, yang pertama itu 2019 ke Donald Trump, terus habis itu ke kanselir Jerman, terus ke Perdana Menteri Australia, Perdana Menteri Kanada, Presiden Joe Biden, (Presiden) Amerika yang baru, terus yang terakhir ini waktu di Belanda kemarin ke Perdana Menteri Belanda. 

Kalau presiden Jokowi pernah kirim? Dan apakah semua kepala negara yang kamu kirimi surat bales surat?

Belum, karena balasan dari mereka pun juga itu kayak seakan menyalahkan pemerintah Indonesia. Jadi memang rencananya mau nulis surat ke Pak Presiden Jokowi, tapi masih disiapin dulu kan, kan gak harus langsung dari surat jadi, kita kan harus difoto, bukti kan data-data gitu. Masih rencana. 

Ada yang balasannya surat gitu kan karena ada yang aku kirim lewat pos ketemu ke ambasadornya di Jakarta, langsung ketemu penasihatnya yang Belanda itu, ada yang balasannya ngobrol gitu kan, atau pakai surat. Tapi ya alhamdulillah balasannya banyak yang positif, mereka berjanji akan membantu mendukung Indonesia, membantu pengolahannya, pengolahan sampah di sini, memperketat pengawasan mereka di pelabuhan mereka masing-masing.

Terus, sekarang pemerintah Indonesia punya regulasi sendiri, jadi kita cuman sebatas kontaminannya cuma 2 persen, jadi berkurang sekali. Tapi masih aja, masih tetap mereka ngirim secara ilegal, tetap ngirim sampah plastiknya. 

Seberapa parah sih sampah plastik impor ini yang kamu tahu?

101 Climate Change Action: Cintai Bumi Sejak DiniIlustrasi sampah (ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)

Kan pabrik kertasnya waktu itu belum ada peraturan, udah ada peraturan sih, tapi cuman gak ada yang menegakkan atau mereka yang lalai, nakal gitu kan ya, gak mau menjalankan peraturannya. Itu dia cuman ngambil sampah kertasnya, terus dijadiin kayak kardus, koran, karton gitu, sampah plastiknya itu dibuang ke desa-desa di sekitar pabriknya gitu kan.

Itu dari desa saya, tapi yang paling parah di Jawa Timur itu namanya Desa Bangun, jadi masyarakatnya tuh masih tradisional gitu kan, jadi petani, jadi sambil nunggu padinya panen itu mereka jadi petani plastik, nyerahin yang bisa didaur ulang, yang mana sama yang gak bisa.

Yang laku dijual, yang bisa didaur ulang itu dijual ke pabrik daur ulang plastik, terus dijadiin pelet plastik, tapi kan harus dicacah dulu kecil-kecil, dicuci, dan dicucinya pakai air sumur atau air sungai, terus dibuangnya ke sungai. Jadi mereka gak ada sumber air minum yang bersih buat minum, buat mandi, gak ada. Jadi, harus beli air galon.

Terus melepas mikroplastik juga, mikroplastik itu juga remahan plastik yang ukurannya kurang dari 5 milimeter sama kayak plankton, jadi gak terasa kalau kita hirup tampaknya kalau terlalu banyak di badan. Itu dia karena benda asing nanti badan kita gak mau terima terus terjadi peradangan, sarafnya diganggu, hormonnya diganggu, makanya sekarang banyak cewek-cewek yang mensnya kecepetan. 

Mikroplastik sendiri kalau di lingkungan dia nanti kayak magnet, dia pada ditempelin atau nyerap, menyerap polutan-polutan yang ada di sekitar dia gitu. Jadi, itu mikroplastik walaupun kecil banget dampaknya luar biasa bagi kita, dan sudah banyak banget pekerjanya yang sakit-sakitan, tapi tetap saja bekerja karena gak ada pilihan lain terus itu yang bisa didaur ulang gitu kan.

Peletnya itu dijual ke China untuk dibikin produk yang baru, yang gak bisa didaur ulang atau yang gak laku itu dijual ke pabrik tahu atau pabrik kerupuk, yang gak laku itu kayak remah-remahnya gitu loh, kayak apa ya, scrub. Jadi bukan untuk perfect, sempurna gitu kan, tapi yang remah-remah, kecil-kecil gitu, lembaran-lembaran. Nah, itu jadi bahan bakar buat pabrik tahu sama pabrik kerupuk. 

Kalau dibakar, plastik itu kan, untuk membuat plastik yang kuat, ada warnanya, lentur, itu racunnya banyak sekali yang sebenarnya kita gak boleh terpapar sama racun-racun itu gitu kan. Kalau dibakar, nanti racunnya lepas semua. Terus juga bisa melepas gas rumah kaca juga yang menyebabkan perubahan iklim, menyebabkan banyak sekali dampak-dampak kesehatan yang serius bagi kita, bahkan kematian juga gitu. Banyak juga sekarang abu-abunya, abunya yang jatuh ke tanah itu dimakan ayam terus telur ayamnya itu mengandung dioksin yang melebihi tingkat level yang sehat.

Papa, tim ecoterm, itu kita meneliti telurnya, kan di sini gak ada laboratorium, jadi berangkat ke Swiss untuk cuman ngecek kadar dioksin di telur itu seberapa. Berapa ya, seingat aku cuma, berapa ya, 50 kali lipat udah jauh banget melewati level yang sehat gitu. Jadi gak boleh makan telur di sana, gak ada air minum yang bersih, udaranya sudah kotor, telurnya juga udah berbahaya gitu.

Jadi dampaknya sudah luar biasa yang sebenarnya dampak ini kan bukan kita yang harus terkena gitu loh. Maksudnya kan, kenapa kita harus merasakan ini, padahal ini bukan sama kita gitu kan, kan ini sampah dari negara maju, jadi ya, Nina surati mereka.

Kepala daerah lain, kalau di Indonesia ini siapa yang sudah dikirimin?

101 Climate Change Action: Cintai Bumi Sejak DiniMensos Risma Blusukan Temui Pemulung dan Gelandangan di Bantaran Sungai Ciliwung, Senin (28/12/2020) (Dok. Kemensos)

Ibu Risma, Bupati Sidoarjo, Bupati Mojokerto. Kalau yang Ibu Risma itu kita, saya ya, kami sama tim River Warrior. Jadi saya bikin tim sama mbak saya River Warrior, ya anak-anak muda, ya komunitas anak muda, yang intinya untuk membersihkan sungai dari pencemaran plastik, kita menyusuri sungai selama dua hari, terus ada bagiannya sendiri-sendiri, ada yang foto, ada yang ngitungin berapa banyak himpunannya, ada yang ngambil sampel mikroplastiknya, aku yang ngitungin timbunannya di bantaran sungai Surabaya.

Nah, habis itu kan ada buktinya, sudah ada foto-fotonya gitu, nanti abis itu saya laporkan ke Ibu Risma yang masih jadi wali kota Surabaya kemarin. Tuntutannya untuk membersihkan tumpukan-tumpukan sampah di bantaran kali Surabaya, mengimbau masyarakat juga agar tidak buang sampah ke sungai, dan juga Bappenda Surabaya yang menyediakan TPS atau sistem pengolahan, pengangkutan pengumpulan sampah yang menyeluruh.

Mungkin ada di pusat-pusat kota gitu kan, tapi di desa-desa terpencil, kayak rumah Nina itu gak disediakan sama pemerintahannya gitu, jadi ya Nina minta agar mereka semua adil, gak pilih kasih, gitu. 

Sesudah kamu kirim surat, apakah ada perubahan?

Iya, tapi dampak perubahan, efeknya ini bukan gara-gara Nina sendirian, ada banyak sekali aktivis yang lain yang juga mengampanyekan, menyuarakan isu ini, jurnalis-jurnalis juga yang selalu meliput, mengangkat berita-berita tentang lingkungan juga. Sekarang, barusan sosialisasi peraturannya, Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2020, tentang pengurangan plastik sekali pakai, gitu. Alhamdulillah sekarang sudah ada peraturannya, alhamdulillah kita sudah dekat, bukan dekat, sering kontak-kontakan, sering melaporkan ada tumpukan sampah di sini. Jadi, sekarang alhamdulillah sudah bagus. 

Gimana ceritanya soal surat terbuka buat ibu-ibu ini Letter for the Future?

Letter for the Future itu program Nina, yang ingin Nina ramaikan lagi atau luaskan lagi, sebenarnya mau mengajak anak-anak, especially gitu lho, mengutamakan anak-anak gitu kan, untuk menyurati pemerintah-pemerintah, terus melaporkan pencemaran di sekitar desa mereka gitu kan, tapi mumpung Hari Ibu, Nina nulis aja ke ibu-ibu, di seluruh Indonesia gitu kan ya. 

Bener juga kan, ibu-ibu yang yang beli ke pasar beli, ke supermarket gitu kan, tapi walaupun supermarket, kadang-kadang produknya sudah terbungkus sama plastik gitu. Jadi susah juga, kalau di pasar tradisional kan masih utuh gitu kan, mangga utuh, bukan mangga potongan, terus diplastikin.

Jadi, memang harus mengajak mereka untuk mengurangi dari hulunya dari sumbernya, untuk membawa tas sendiri, membawa botol sendiri gitu kan. Terus pemilihan sampah, pemilihan sampah juga penting banget. Terus ibu-ibu kan juga sering menjadi, sangat ya, sangat menjadi contoh, jadi panutan buat anak-anak mereka, terus mengajari di mana tempat yang benar untuk membuang sampah.

Teman-teman saya, bukan teman-teman, teman saya ada yang ibunya itu mengajari adiknya untuk buangnya ke sungai. Nah, kemarin ada berita, kan rumah Nina di depan ini ada Kali Brantas, ada yang ibu-ibu yang buang sampahnya ke Kali Brantas, ke depan ini, terus tergelincir gitu lho mbak. Akhirnya dia terbawa arus sungai gitu. Jadi, sudah bahaya banget gitu kan, sungai sudah gak mau nerima lagi, sungai sudah memberi banyak manfaat buat kita gitu kan, air minum, air bersih gitu, tapi malah dijadikan tempat sampah gitu. Jadi, harus diajak dari ibu-ibu dulu. Ibu-Ibu dan anak-anak itu target saya.

Gimana di lingkungan sekolah kamu, apakah penanganan sampah plastik ini juga membaik?

101 Climate Change Action: Cintai Bumi Sejak DiniIlustrasi Daur Ulang Sampah Plastik (Dok. IDN Times)

Kalau di SD itu ya, saya ikut Adiwiyata, jadi jajanannya sudah gak pakai plastikan lagi, ada pemilahan juga, pengoplosan gitu, di SD sudah bagus banget, setelah saya keluar dari SD, SD-nya bagus banget, SD-nya langsung bagus. Nah, sekarang SMP, SMP negeri ini kan belum ikut Adiwiyata, terus ya anak-anaknya pun sudah jatuh cinta, sudah terobsesi sama plastik gitu kan, dan buangnya, Nina lihat sendiri, waktu mau menjelang pulang gitu lho mbak ya, itu ada tukang sampahnya itu, setelah ngambilin sampah dari kelas, sudah kita pilah-pilah terus dicampur lagi sama dia.

Terus akhirnya di belakang sekolah itu dibakar, aku melihat ada asap hitam, aku kira ada kebakaran atau apa, waktu didatengin, eh sampahnya dibakar, ya kaget gitu kan, speecless. Aduh ini susah pasti, lama diedukasinya, akhirnya sekolah ikut Adiwiyata, itu mempermudah banget kalau ikut Adiwiyata. Jadi, disuruh anak-anaknya untuk membawa sendiri dari rumah, bawa wadah minum sama tepak gitu kan. 

Tapi, ada ibu-ibu kantin yang nakal karena kita lupa gitu kan bawa wadah botol, sama ibunya ‘udah diem gak papa aku kasih botol plastik’ ‘buangnya di rumah aja’. Jadi, gimana ya memang mereka sudah jatuh cinta sama plastik, plastik itu sudah dianggap murah, praktis gitu kan, jadi sudah jatuh cinta banget sama plastik gitu.

Tapi, Nina di the River Warrior, itu sudah, sama teman-teman di sekolah sudah mengkampanyekan itu pengurangan plastik juga, pemilahan, guru-guru juga, dan di ekoton. Di kantor ekoton juga sering kita sering melakukan banyak seminar-seminar gitu kan mbak, mengundang orang-orang juga gitu atau lebih ke anak muda, lebih ke murid-murid, ya kan anak-anakan gak bisa lepas dari handphone, dari sosial media, sering membuka aplikasi, Instagram, Tik Tok, YouTube gitu kan. Jadi kita kampanyenya sosial media juga, kayak bikin petisi atau bikin akun-akun Instagram gitu untuk mengedukasi, anak-anak muda yang lain juga.

Baca Juga: Persoalan Krisis Iklim Bukan Plastik, Tapi Perilaku Manusia! 

Apakah River Warrior yang kamu dirikan dengan saudara dan teman-teman itu, hanya sebatas di SMP kamu atau sudah meluas?

101 Climate Change Action: Cintai Bumi Sejak Diniriver warrior Indonesia/instagram.com/river.warrior

Kan mbak saya sekarang sudah kuliah, sudah di universitas, sekarang ada River Warrior sendiri untuk untuk universitasnya mbak. Jadi alhamdulillah sudah meluas, teman-teman SMA-nya, teman-teman kuliahnya juga sudah bergabung ke River Warrior, kita bikin webinar-webinar. 

Kalau saya ke teman-teman SMP saya aja. Jadi, gak terlalu banyak tapi kita terus mengkampanyekan pengurangan plastik sekali pakai ini. Kita juga buat, sebelum pandemik itu, kita bikin pameran sampah plastik impor di sekolah, di SD saya, SMP dan juga SMA. Terus mempromosikan mens pada yang lain buat cewek-cewek. Jadi gak pakai pembalut, nah itu berbahaya banget buat kita. Jadi kita harus ganti pakai yang kain gitu, jadi kita belum nyoba ke yang jauh-jauh dulu si mbak, mulai dari kita sendiri, mulai dari yang terdekat dulu.

Gimana sih upaya kalian untuk mengurangi penggunaan plastik, mengurangi sampah itu, apa yang dilakukan di keluarga?

Karena keluarga Nina sendiri sudah aktivis lingkungan, jadi mama selalu marah ya kalau kita mencampur sampahnya. Jadi, sudah ada jenis sampah di rumah, ada tiga, B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), anorganik sama organik, yang organik kita komposin di belakang rumah, belakang rumah lahan masih luas, kita gali, terus kita isi organik-organiknya, terus kita tunggu nanti pasti jadi kompos gitu kan, jadi bermanfaat gitu. 

Terus kalau yang anorganik, itu sebisa mungkin kita kurangi, tapi alhamdulillah sekarang kita sudah ada TPS (Tempat Pembuangan Sampah) karena kita minta ke pemerintahnya dan anorganik itu kita kayak plastik-plastik yang kita memang benar-benar terpaksa gitu kan, benar-benar terpaksa kita pakai. Dan kalau B3, ini yang kayak residu gitu mbak, residu itu bahaya banget kayak baterai, elektronik-elektronik, koyok, mens pads, popok, itu yang sangat-sangat kita hindari, kita kurangi.

Jadi di rumah sebenarnya sampah yang paling banyak organik sih, dan juga ya kita kalau ngobrol sehari-hari sambil nonton film, sambil nyantai-nyantai, yang banyak itu kita membahasnya tentang masalah lingkungan gitu. Jadi ya udah jadi makanan sehari-hari lah bahas ini. 

Kamu sendiri apakah nanti akan melanjutkan ke perguruan tingginya di bidang lingkungan?

Cita-cita saya, saya mau jadi menteri lingkungan hidup. Jadi, harus jurusan yang nyambung, tapi memang saya gak terpaksa sih untuk melakukan ini, kan saya suka, suka untuk menyusuri sungai, membahas lingkungan itu aku suka banget. Jadi mungkin teknik lingkungan atau ya belum tahu sih mbak, kita harus diskusiin dulu sama mama.

Apa harapan kamu untuk 2022?

101 Climate Change Action: Cintai Bumi Sejak DiniA letter to the Regent of Gresik/Instagram.com/river.warrior

Letter for Future. Letter for Future itu Nina ngajak anak-anak untuk nulis surat ke pemerintahnya, yang Nina mau lakuin ya menulis surat ke lebih banyak pemerintah juga yang lain, sering-sering melihat berita juga, berita-berita tentang lingkungan juga. Ya mengajak anak muda lebih banyak untuk peduli tentang isu lingkungan juga, karena anak muda itu kita, sebenarnya kita punya hak untuk hidup di lingkungan yang bersih, kita punya hak untuk minum air yang bersih, menghirup udara bersih. Jadi kita sebagai anak muda, gak boleh takut, gak boleh malu dan harus berani menuntut hak kita itu kan.

Karena generasi sekarang, kita bisa lihat sendiri, pemerintah yang sekarang rakus, sama sekali gak menganggap isu lingkungan ini penting, dan kayak produk-produk air mineral gitu kan, plastik, pembuatan plastik, batubara, itu mereka sebenarnya, mengeksploitasi cadangan waktu, cadangan generasi muda di masa depan gitu kan.

Kalau terus-menerus mengambil air minum, buat air minum botolan gitu kan, nanti kalau habis kita di masa depan anak-anak mudanya minum apa. Minyak bumi juga, minyak bumi kalau dipakai terus untuk jadi bensin atau jadi plastik, pembuatan plastik, nanti di masa depan pasti akan habis, walaupun sedikit demi sedikit ngambilnya. 

Jadi, menurut saya, generasi muda juga harus, kalau sayang sama anak-cucu mereka, kalau mau anak cucu mereka tinggal di lingkungan yang bersih, harus berubah sekarang. Harus mau mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, dan kita sebagai anak muda juga harus berjuang, harus berani berubah juga untuk mengurangi plastik sekali pakai. Jadi, ada enam jenis plastik yang wajib kita kurangi. 

Yang pertama, tas kantong plastik kita tukar dengan tote bag, kemudian botol plastik kita tukar dengan tumblr, sedotan kita tukar dengan bambu atau stainless, sachet kita harus disediakan sama produsennya harus beli di toko refill yang botolan besar. Kemudian, popok untuk yang bayi-bayi harus tukar dengan yang kain, yang cewek-cewek juga harus tukar yang kain, karena lebih aman, lebih sehat, kemudian sterefoam, kita tukar dengan alat-alat makanan yang kita bawa dari rumah. 

Jadi, harus kembali ke zaman nenek-kakek kita dulu yang masih sehat dan tradisional.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya