Makna Hingga Tradisi Ramadan di Negeri Para Nabi

Ramadan juga menjadi momen toleransi beragama

Jakarta, IDN Times - Ramadan adalah bulan suci, bulan penuh berkah, dan sekaligus momen untuk melatih serta meningkatkan keimanan umat muslim di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Tak kalah menarik, Ramadan juga memiliki tradisi unik di Tanah Air hingga mancanegara, seperti negara-negara di Timur Tengah.

Melalui acara webinar nasional bertajuk "Ramadan di Negeri Para Nabi" yang diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Sekolah Dinas Luar Negeri angkatan Sembilan (IASS) dari Kementerian Luar Negeri pada Sabtu, 10 April 2021, sejumlah narasumber mulai dari tokoh cendekiawan muslim hingga dubes memaparkan makna puasa hingga tradisi selama Ramadan di beberapa negara. Termasuk di  Indonesia.

Para narasumber tersebut antara lain tokoh cendekiawan muslim Prof. DR. Azyumardi Azra selaku keynote speaker dengan Duta Besar RI untuk Tanzania (2013-2017) Zakaria Anshar. Kemudian, Duta Besar RI untuk Saudi Arabia (2010-2013) Gatot Abdullah Mansyur, dan Duta Besar RI untuk Sudan Burhanuddin Badruzzaman selaku panelis. 

Webinar yang dimoderatori Duta Besar untuk Uni Eropa (2006-2010) dan Australia (2012-2017) Nadjib Riphat Kesoema ini bertujuan untuk mengajak masyarakat, khususnya peserta webinar mendapatkan gambaran tradisi di berbagai negara, khususnya di negara Timur Tengah yang disebut sebagai Negeri Para Nabi.

"Acara ini utamanya untuk memaknai bulan suci Ramadan, suasana dan hikmah Ramadan di berbagai negara di tanah Nabi yang juga memproyeksikan kehidupan sehari-hari dan toleransi kita bersama," kata Ketua IASS Artanto S Wargadinata saat membuka webinar. 

Baca Juga: Mengenal Tradisi Mandi Limau Jelang Ramadan di Tapanuli Tengah

1. Puasa adalah tantangan membawa pada ketakwaan

Makna Hingga Tradisi Ramadan di Negeri Para NabiIlustrasi Ramadhan (IDN Times/Sukma Shakti)

Prof. DR. Azyumardi Azra dalam pemaparanya mengatakan berpuasa selama Ramadan merupakan tantangan bagi orang-orang beriman, untuk mengintegrasikan keimanan dan keislaman mereka, tak hanya pada saat Ramadan namun juga diproyeksikan pada kehidupan sehari-hari.

"Dalam Islam, berpuasa memiliki tujuan untuk mencapai ketakwaan. Takwa sendiri memiliki arti secara terminologi, yakni adalah orang yang memelihara dan terpelihara dirinya dari berbagai hal yang tidak sesuai dengan aturan agama, ketentuan negara, adat kebiasaan, dan tradisi. Secara pemikiran maupun perbuatan," kata dia.

Narasumber lain juga turut mengamini pernyataan Profesor Azra, bahwa berpuasa adalah sebagai latihan untuk mengubah pribadi umat muslim, tak hanya mengilhami agama secara teori namun juga menerapkan dalam kesehariannya. Sehingga Ramadan dapat mengurangi tingkat penyimpangan dan maksiat dalam kehidupan sehari-hari.

2. Ramadan menjadi tradisi untuk berlomba-lomba mencari pahala hingga ajang silaturahmi

Makna Hingga Tradisi Ramadan di Negeri Para NabiIlustrasi Ramadhan (IDN Times/Sukma Shakti)

Berpuasa membuat banyak orang tidak greget melakukan aktivitas, karena seharian tidak mengonsumsi minuman dan makanan. Padahal, seharusnya puasa bukan hambatan bagi umat muslim untuk tetap melakukan kegiatan lebih produktif. 

Dubes Gatot Abdullah Mansyur berbagi pengalamannya selama di Saudi Arabia, bahwa Ramadan di sana dianggap sebagai ajang kompetisi untuk mendapatkan pahala. Masyarakat di Tanah Suci berlomba-lomba untuk membagikan hartanya atau bersedekah.

Dubes lain juga menambahkan pengalaman di berbagai daerah, bahwa Ramadan adalah bulan penuh tradisi, salah satunya adalah pertanda buka puasa. Di Mesir berbuka ditandai dengan dentuman, silaturahmi di sana juga sangat dijaga, terutama saat malam hari. 

Selama Ramadan layaknya momentum spesial, banyak aspek kehidupan berubah. Sosial, budaya, bahkan ekonomi turut mengalami perubahan.

Kegiatan produktif di Saudi Arabia dan daerah Timur Tengah justru banyak mengalami penurunan, bukan bermaksud malas, namun masyarakat lokal menyebut bulan suci adalah kesempatan mereka intensif memfokuskan diri pada urusan akhirat.

Karena menurut mereka selama 12 bulan, 11 bulan sudah digunakan untuk fokus pada urusan duniawi. Maka dari itu, mereka mengurangi aktivitas ekonomi atau duniawi dan lebih banyak menghabiskan waktu untuk beribadah.

3. Ramadan momen untuk menjaga toleransi beragama

Makna Hingga Tradisi Ramadan di Negeri Para NabiIlustrasi Toleransi Agama (IDN Times/Mardya Shakti)

Tak hanya di Indonesia, setiap negara memiliki keberagaman keyakinan, ada masyarakat pemeluk agama Kristen, Hindu, Katolik, Islam, Konghucu, dan lainnya. Meskipun ada perbedaan, kita harus saling menghormati satu sama lain, termasuk saat momentum religius seperti saat Ramadan.

"Ramadan adalah bulan rahmat, magfirah. Semangat ibadah, sedekah, hingga toleransi sangat dijunjung tinggi. Toleransi juga diperhatikan, orang yang beragama Kristen tidak makan di luar (publik), saling mengirim makanan saat iftar dan sebaliknya orang Islam juga turut menghormati saat pemeluk agama lain sedang merayakan momen agamanya," ujar Dubes Gatot Abdullah Mansyur.

4. Tradisi mudik setelah Ramadan di Indonesia

Makna Hingga Tradisi Ramadan di Negeri Para NabiIlustrasi Moda Transportasi untuk Mudik. (IDN Times/Mardya Shakti)

Dalam sesi diskusi, salah satu peserta bernama Lutfi Jatmika sempat mempertanyakan mengenai larangan mudik pada momen Lebaran tahun ini, karena kendala pandemik.

Profesor Azra merespons dengan mengatakan, keabsahan puasa tidak dipengaruhi dengan adanya mudik atau tidak meskipun di Indonesia mudik sudah menjadi tradisi setelah Ramadan atau biasa disebut Lebaran Idul Fitri.

"Namun larangan menjadi kurang pas, karena keputusan yang dikeluarkan pemerintah menjadi tak selaras karena tempat rekreasi dibuka tapi mudik tidak diperbolehkan, jadi mungkin itulah yang menuai banyak protes dari masyarakat. Meski silaturahmi tetap bisa dilaksanakan secara virtual dengan adanya kemajuan teknologi, tapi dampak sosial ekonomi yang lebih berasa," kata Profesor Azra.

Baca Juga: Mocoan Lontar Yusuf dan Jejak Awal Islam di Banyuwangi

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya