Sore-Sore Berkah: Orang Meninggal Tapi Masih Meninggalkan Utang Puasa

Seperti membayar utang, dapat digantikan kerabat dekatnya

Jakarta, IDN Times - Ibadah puasa Ramadan adalah ibadah yang wajib dilakukan selama satu bulan penuh bagi umat Islam, dan apabila bolong karena uzur tertentu diharuskan mengganti utang puasa pada bulan lain sesuai dengan puasa yang tidak dikerjakan. 

Lantas bagaimana jadinya apabila ada kasus seseorang meninggal dunia tapi masih meninggalkan utang puasa, bagaimana hukumnya? Mari bahas hukum orang meninggal tetapi masih meninggalkan utang puasa Ramadan bersama ustaz Muzzamil Hasballah.

Baca Juga: Sore-Sore Berkah: Puasa Kok Cuma Dapat Lapar dan Haus?

1. Utang dibayarkan keluarga dekatnya

Sore-Sore Berkah: Orang Meninggal Tapi Masih Meninggalkan Utang PuasaIlustrasi Keluarga (IDN Times/Arief Rahmat)

Sebelum menjawab pertanyaan, Muzzamil menyatakan ia hanya menyampaikan apa yang ia pelajari, karena ia bukanlah ahlinya untuk menjawab pertanyaan fiqih.

"Nah, karena ini persoalan fiqih jadi gak saya jawab menurut pendapat pribadi, melainkan mengutip dalil-dalil ataupun pendapat dari para ulama, karena saya sekali lagi cuma dai hanya menyampaikan, hanya mengajak ke jalan Allah SWT," ujar dia, dalam program "Sore-Sore Berkah" by IDN Times.

Nah, apabila ada kasus orang meninggal dunia tapi masih punya utang puasa harus bagimana? Kalau ada orang yang berutang puasa Ramadan dan tak sempat mengganti karena meninggal, maka diganti oleh keluarga terdekatnya meskipun bukan ahli warisnya.

Hukum ini berlaku untuk orang-orang yang punya utang puasa, punya uzur, sehingga tidak berpuasa kemudian meninggalkan utang terus uzurnya hilang, punya kesempatan untuk mengganti puasanya, untuk mengqada puasanya, tapi belum sempat diganti, belum sempat ditunaikan.

Di kasus yang seperti ini keluarga atau kerabat terdekat yang menggantikan puasa dengan memuasakan dirinya. Jadi untuk kasus ini adalah ketika seseorang yang meninggal dunia itu punya utang puasa karena uzur, namun uzurnya sudah hilang. Jadi uzurnya sempat hilang dulu, ada kesempatan untuk mengganti tapi belum sempat diganti.

Ada juga kasus lainnya jika seseorang meninggalkan puasa karena uzur, misalnya sakit tapi sakitnya belum sembuh, uzurnya belum hilang tapi sudah meninggal dunia, maka yang seperti itu tidak perlu diganti puasanya, tidak perlu juga dibayar fidyah.

2. Dalil yang menjelaskan soal hukum membayar utang puasa

Sore-Sore Berkah: Orang Meninggal Tapi Masih Meninggalkan Utang PuasaIlustrasi pasien di rumah sakit (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)

Dari Aisyah Radhiallahu Anhu, Nabi SAW bersabda;

مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ

"Man mata wa 'alaihi shiyamun shoma'anhu waliyuhu."

Artinya: Siapa yang meninggal dunia sementara masih memiliki utang puasa, maka keluarga dekatnya walaupun bukan ahli waris yang memuasakan dirinya. (Hadis Riwayat Bukhari 1952 dan Muslim 1147).

Hadis yang lain dari Ibnu Abbas Radhiallahu Anhuma, ia berkata ada seseorang pernah menemui Rasulullah SAW lantas berkata;

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّى مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صَوْمُ شَهْرٍ أَفَأَقْضِيهِ عَنْهَا فَقَالَ « لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكَ دَيْنٌ أَكُنْتَ قَاضِيَهُ عَنْهَا ». قَالَ نَعَمْ. قَالَ « فَدَيْنُ اللَّهِ أَحَقُّ أَنْ يُقْضَى»

“Ya Rasulullah, 'iina 'umia matat waealayha sawm shahr 'afa'aqdih eanha faqal law kan ealaa 'umik dayn 'akunt qadiah eanha qal naeam qal fadayn allah 'ahaqu 'an yuqdaa."

Artinya: Wahai Rasulullah SAW, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia dan masih memiliki utang puasa sebulan, apakah aku harus membayarkan qadha’ puasanya atas nama dirinya?

Beliau lantas bersabda; Seandainya ibu memiliki utang, apakah engkau akan melunasinya?

Ibnu Abbas menjawab "iya", lalu Baginda Rasulullah bersabda, utang Allah lebih berhak untuk dilunasi (Hadis Bukhari 1953 dan Muslim 1148).

3. Hukum dalam kondisi lainnya

Sore-Sore Berkah: Orang Meninggal Tapi Masih Meninggalkan Utang PuasaIlustrasi petugas medis di rumah sakit (ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid)

Karena ada kasus yang lain seseorang meninggalkan puasa karena uzur syar'i misalnya sakit, belum hilang uzur syar'i-nya, belum hilang sakitnya dia meninggalkan puasa, tapi sudah meninggal. Belum sempat hilang uzur syar’i sudah meninggal dunia, bagimana status puasa yang ditinggalkannya?

Apakah perlu diganti dengan kerabat terdekatnya? Maka yang seperti ini dijelaskan oleh ulama, tidak perlu dibayar. Sebagaimana perkataan Imam An Nawawi Rahimahullah;

وَلَوْ كَانَ عَلَيْهِ قَضَاءُ شَيْءٍ مِنْ رَمَضَانَ فَلَمْ يَصُمْ حَتَّي مَاتَ نُظِرَتْ فَاِنْ أَخِرُهُ لِعُذْرٍ اِتَّصَلَ بِالمَوْتِ لَمْ يَجِبْ عَلَيْهِ شَيْءٌ لِأَنَّهُ فَرْضٌ لَمْ يَتَمَكَّنْ مِنْ فِعْلِهِ إِلَى المَوْتِ فَسَقَطَ حُكْمُهُ كَالحَجِّ وَإِنْ زَالَ العُذْرُ وَتَمَكَّنَ فَلَمْ يَصُمْهُ حَتَّى مَاتَ أُطْعِمَ عَنْهُ لِكُلِّ مِسْكِيْنٍ مُدٌّ مِنْ طَعَامٍ عَنْ كُلِّ يَوْمٍ

Artinya: Siapa yang memiliki utang puasa Ramadan, ia belum sempat melunasinya namun meninggal dunia maka perlu dirinci jika ia menunda utang puasanya karena ada udzur lantas meninggal dunia sebelum memiliki kesempatan untuk melunasinya, maka ia tidak punya kewajiban apapun karena ini kewajiban yang tidak ada kesempatan untuk melakukannya hingga meninggal dunia. Maka kewajiban itu gugur sebagaimana dalam haji, sedangkan jika udzurnya hilang dan masih memiliki kesempatan melunasi namun tidak juga dilunasi hingga meninggal dunia, maka puasanya dilunasi dengan memberi makan kepada orang miskin di mana 1 hari tidak puasa memberi makan dengan satu mud. (Al-Majmu’, 6:367)

Jadi ada pendapat yang lain bahwa utang puasa yang ditinggalkan ada kesempatan untuk melunasinya, tapi belum ditunaikan bisa juga diganti dengan membayar fidyah yang dilakukan oleh kerabatnya.

Jadi tidak harus memuasakan dirinya berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas;

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ إِذَا مَرِضَ الرَّجُلُ فِى رَمَضَانَ ثُمَّ مَاتَ وَلَمْ يَصُمْ أُطْعِمَ عَنْهُ وَلَمْ يَكُنْ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَإِنْ كَانَ عَلَيْهِ نَذْرٌ قَضَى عَنْهُ وَلِيُّهُ.

"Ani Bani Abbas qal idza marradha rojul fii ramadhan tumama kha walam yasum uttuainma anhu walam yakun alaihi qadha’ wa’ inqanaa alaihi nazr qadha’ anhu waliyuhu."

Artinya: Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma ia berkata, jika seseorang sakit di bulan Ramadan, lalu ia meninggal dunia dan belum lunasi utang puasanya, maka puasanya dilunasi dengan memberi makan kepada orang miskin dan ia tidak memiliki qadha’. Adapun jika ia memiliki utang nazar, maka hendaklah kerabatnya melunasinya. 

Jadi menurut Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, utang puasa bisa diganti dengan membayar fidyah, gak harus mengqadhanya kecuali kalau puasa nazar itu harus diganti oleh kerabatnya.

4. Ukuran besaran fidyah yang harus dibayar

Sore-Sore Berkah: Orang Meninggal Tapi Masih Meninggalkan Utang PuasaIlustrasi Uang Rp75000 (ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah)

Bagaimana ukuran membayar fidyah? Dulu di zaman Rasulullah SAW, pada zaman para sahabat, ada satuan mud untuk takaran gandum. Nah, kalau untuk sekarang berupa makanan yang lazim di wilayah tertentu, makanan pokok kita nasi ditambah dengan lauk pauknya, dengan buah-buahan, maka cukup satu porsi makanan siap saji kepada fakir miskin. Itu sudah dihitung satu fidyah untuk satu hari meninggalkan puasa.

Jadi kesimpulannya kalau ada orang yang meninggal dunia masih meninggalkan utang puasa, yang pertama kalau uzurnya sudah selesai, ada kesempatan mengganti tapi belum diganti maka yang berpuasa adalah kerabat terdekat meskipun bukan ahli waris.

Kemudian kasus kedua, kalau uzurnya belum hilang tapi sudah meninggal dunia maka gak ada kewajiban membayar utang puasa. Terus pendapat lain mengatakan bahwa boleh juga mengganti utang puasa dari orang yang meninggal oleh kerabat atau keluarganya dengan membayar fidyah.

Baca Juga: Sore-Sore Berkah: Macam Rakaat Salat Tarawih Manakah yang Utama?

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya