1 Tahun Jokowi-Ma'ruf: Penanganan Pandemik COVID-19 Sudah Membaik?

Ada kabar baik perkembangan kasus COVID-19, tapi...

Jakarta, IDN Times - Hari ini, Selasa (20/10/2020), tepat satu tahun pemerintahan Presiden Joko "Jokowi" Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin, setelah keduanya dilantik pada 20 Oktober 2019. Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf diwarnai peristiwa besar seperti pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja hingga pandemik COVID-19 yang hingga kini belum berakhir. 

Sebagai evaluasi, IDN Times mencoba memaparkan beberapa fakta-fakta perkembangan kasus COVID-19 di tanah air selama berada di tangan pemerintahan Jokowi-Ma'ruf. Bagaimana fakta-faktanya? 

Baca Juga: Satgas COVID-19: Masih Banyak yang Tidak Percaya COVID-19

1. Persentase kesembuhan COVID-19 di Indonesia terus merangkak naik, kini berada di 79,19 persen

1 Tahun Jokowi-Ma'ruf: Penanganan Pandemik COVID-19 Sudah Membaik?Petugas berjalan ke arah ambulans (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Per Senin 19 Oktober 2020 pukul 12.00 WIB, kasus COVID-19 di Indonesia sudah mencapai 365.240 kasus. Dari jumlah total tersebut, tercatat 289.243 orang berhasil sembuh dari penyakit yang disebabkan SARS-CoV-2 itu. 

Total kesembuhan itu sama dengan 79,19 persen dari akumulasi kasus. Tentu, angka tersebut mengalami kenaikan dari data yang sempat Jokowi pamerkan kepada masyarakat melalui video siaran pers di laman Instagram @jokowi pada Minggu 4 Oktober 2020. 

Kala itu, Jokowi menyebutkan, penanganan COVID-19 Indonesia tidak lah buruk. Grafik naik yang menampilkan persentase kesembuhan pun muncul. Terlihat, pada Maret rata-rata kesembuhan pasien COVID-19 3,84 persen. 

Selanjutnya, pada April (9,79 persen), Mei (21,97 persen, Juni (37,19 persen), Juli (49,40 persen), Agustus (67,04 persen), September 72,28 persen, dan per 2 Oktober 2020 persentase kesembuhan 74,90 persen. 

2. Persentase kematian pasien COVID-19 terjun dari 8,90 persen menjadi 3,45 persen

1 Tahun Jokowi-Ma'ruf: Penanganan Pandemik COVID-19 Sudah Membaik?Seorang wanita duduk untuk berdoa di pinggir makam TPU Pondok Ranggon pada Rabu (16/9/2020) (IDN Times/Aldila Muharma&Fiqih Damarjati)

Pada video siaran pers yang sama, Jokowi mengatakan perkembangan kasus COVID-19 tidak bisa dibandingkan dengan negara-negara kecil. Di sela-sela pidatonya, juga muncul angka peringkat total kematian per 2 Oktober 2020. 

Indonesia menduduki peringkat ke-23 sebagai negara dengan kasus kematian COVID-19 terbanyak, kala itu. Selain Indonesia, Jokowi juga menampilkan negara pembanding seperti Amerika Serikat, Brasil, India, Meksiko, dan Britania Raya.

Kini, per 19 Oktober 2020, sudah 12.617 orang di Indonesia tak mampu bertahan dari infeksi COVID-19COVID-19. Sehingga, persentase kematian akibat virus corona di tanah air mencapai 3,45 persen. 

Apabila dilihat dari data Satgas Penanganan COVID-19 dari bulan ke bulan, persentase kematian memang mengalami penurunan. Misalnya, pada Maret (8,90 persen), April (7,82 persen), Mei (6,09 persen), Juni (5,10 persen), Juli (4,73 persen), Agustus (4,24 persen) dan September (3,74 persen).

3. Indonesia belum bisa mencapai standar tes COVID-29 dari WHO

1 Tahun Jokowi-Ma'ruf: Penanganan Pandemik COVID-19 Sudah Membaik?Ilustrasi tes swab. (ANTARA FOTO/Fauzan)

Jumlah testing COVID-19 di Indonesia masih merangkak untuk mencapai angka standar yang disarankan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). WHO mengumumkan standar minimal testing yaitu, 1:1.000 penduduk per minggu. Apabila disesuaikan dengan jumlah penduduk Indonesia, maka kira-kira sama dengan 250 ribu orang yang harus dites COVID-19 dalam seminggu.

Per 19 Oktober 2020, Satgas Penanganan COVID-19 melaporkan tes COVID-19 sudah dilakukan kepada 2.553.521 orang. Apabila dilihat pada tes yang dilakukan pada pekan lalu saja, 12-18 Oktober saja, orang yang diperiksa spesimen berjumlah 222.787 atau 89,11 persen dari standar WHO.

4. Kemampuan testing Indonesia masih kalah dengan kecepatan penyebaran COVID-19

1 Tahun Jokowi-Ma'ruf: Penanganan Pandemik COVID-19 Sudah Membaik?Ilustrasi (IDN Times/Debbie Sutrisno)

Epidemiolog dari Universitas Griffith di Australia Dicky Budiman mengatakan kenaikan persentase kesembuhan, penurunan kasus kematian, hingga peningkatan jumlah testing di Indonesia adalah sebuah kabar baik. Tetapi, dia melihat kondisi tersebut belum bisa menjadi hal yang membuat pemerintah dan masyarakat puas. 

Dicky menjelaskan, walau pun persentase kematian di Indonesia menurun, tetapi masih terus mengalami penambahan angka kematian COVID-19. Hal itu membuktikan bahwa penanganannya masih kalah dengan kecepatan penyebaran virus corona. 

"Memang sebetulnya (testing) relatif memenuhi target yang disarankan WHO, namun ini belum bisa menahan kecepatan si virus menyebar. Artinya testing ini masih belum sesuai dengan eskalasi tingkat keseriusan pandemik di Indonesia," ujarnya kepada IDN Times saat dihubungi, Selasa (20/10/2020).

5. Penambahan kasus COVID-19 di Indonesia masih tinggi dan konsisten

1 Tahun Jokowi-Ma'ruf: Penanganan Pandemik COVID-19 Sudah Membaik?Presiden Jokowi memberikan keterangan pers soal UU Cipta Kerja (Dok. Biro Pers Kepresidenan)

Belum lagi penambahan kasus COVID-19 di Indonesia yang konsisten berada di angka 4 ribu per harinya. Menurut Dicky, hal itu merupakan sebuah kondisi yang mengharuskan pemerintah maupun masyarakat melek terhadap data lain terkait COVID-19, bukan hanya terpaku dengan kabar baik saja.

"Kan sudah konsisten banget penambahannya, sekali lagi, walaupun ada kabar baik tetapi kita harus melihat data lain, data lain ini data kematian, data pertambahan kasus, itu yang membuktikan kita belum bisa berpuas diri harus terus meningkatkan (penanganan)," kata dia. 

6. Indonesia harus melalukan 100 ribu pemeriksaan spesimen per hari untuk mengejar laju penyebaran virus corona

1 Tahun Jokowi-Ma'ruf: Penanganan Pandemik COVID-19 Sudah Membaik?Ilustrasi virus corona (COVID-19). IDN Times/Rochmanudin

Dicky memaparkan, setidaknya Indonesia harus melalukan pemeriksaan spesimen sebanyak 100 ribu per hari untuk mengejar kecepatan penyebaran COVID-19. Apabila terealisasi, maka pengambilan kesimpulan mengenai tren kasus baru bisa dilakukan.

"Kita harus mengejar, kalau dengan 100 ribu (tes spesimen) per hari, katakan lah dalam dua sampai tiga minggu (dilakukan dan) menemukan tren yang juga menurun, tentu dengan itu kita bisa lebih confident," kata dia. 

Untuk itu, Dicky berharap, Indonesia bukan hanya mengacu pada angka standar, tetapi harus lebih ekstra melakukan pemeriksaan spesimen. Dia juga berharap pemeriksaan dilakukan secara merata, bukan hanya di wilayah-wilayah tertentu saja. 

Baca Juga: [LINIMASA-4] Perkembangan Terkini Pandemik COVID-19 di Indonesia

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya