5 Strategi Kemenag untuk Atasi Diskriminasi Umat Beragama di Tanah Air
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times – Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, dunia masa kini adalah sebuah peradaban yang tunggal. Sehingga tidak ada satu wilayah pun yang bisa mengisolasi dirinya hanya dengan satu keyakinan atau agama tertentu.
Laki-laki yang akrab dipanggil Gus Yaqut itu memberikan contoh. Misalnya saja sebuah negara dengan penduduk mayoritas Islam, tidak bisa mendiskriminasi penduduk non-muslim. Sebab, hal tersebut bisa diprotes oleh masyarakat di belahan dunia lainnya.
“Diskriminasi tersebut sangat mungkin dibarengi dengan pembalasan (kepada umat Islam yang menjadi minoritas di negara lain). Jadi kita bisa membayangkan, kira-kira akibat berantainya (diskriminasi) membawa dunia kepada konflik semesta tanpa masa depan,” katanya dalam acara Dialog Nasional SKB 3 Menteri tentang Seragam Sekolah seperti disiarkan melalui channel YouTube Kabar Sejuk, Jumat (19/3/2021).
Baca Juga: Menag: Pandemik COVID-19 Pengaruhi Kenaikan Biaya Haji 2021
1. Kemenag akan identifikasi masalah dan mencari cara untuk mengatasinya
Gus Yaqut menyampaikan bahwa Kemenag telah memiliki lima strategi untuk mencegah munculnya konflik akibat perilaku diskriminatif. Pertama, Kemenag mengindentifikasi masalah dan cara-cara untuk menangkal hal tersebut.
“Jadi elemen-elemen yang bermasalah dalam pandangan-pandangan keagamaan yang tidak sesuai lagi dengan konteks realitas, saat ini ini harus diidentifikasi secara akurat,” katanya.
Misalnya saja, pandangan agama yang mengarah pada ketakutan-ketakutan. Untuk itu, dialog-dialog yang membuat pandangan tersebut perlu ditangkal agar tidak tersebar luas.
“Artikulasi-artikulasi yang membuat pandangan-pandangan yang bermasalah tersebut dalam hemat kami perlu di tangkal, agar tidak terus menyebar menjadi semacam virus di kalangan beragama,” ujarnya.
2. Harus ada resolusi konflik dari peristiwa diskriminatif di Tanah Air
Strategi kedua yaitu, harus ada resolusi konflik pada peristiwa-peristiwa diskriminatif yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Misalnya saja kejadian di Padang beberapa waktu lalu, siswi non-Muslim diminta untuk menggunakan jilbab.
“Itu seringkali dijadikan sumber pembenar untuk melestarikan pandangan keagamaan yang problematika,” katanya.
Selain itu, Gus Yaqut juga memberikan contoh tentang rumah ibadah. Masjid dan mushola bebas berdiri di Indonesia, namun rumah ibadah agama minoritas sulit untuk didirikan
Editor’s picks
“Nah (hal itu bisa terjadi) karena menurut saya, menurut hemat kami, tidak ada peraturan yang tegas yang mengatur bagaimana tempat ibadah itu boleh didirikan, atau peraturan itu sudah ada tetapi tidak diindahkan,” ujarnya.
3. Wacana nilai perdamaian dalam ajaran agama akan lebih dikembangkan
Strategi ketiga yaitu mengembangkan wacana-wacana alternatif soal nilai perdamaian pada ajaran agama. Sebab menurutnya, tidak ada agama yang mengajarkan perilaku diskriminatif. Bahkan, semua agama mengajarkan soal kebaikan, kasih sayang, toleransi, hingga kebersamaan.
“Semua agama itu tidak ada yang mengajarkan kekerasan, ndak ada agama yang mengajarkan perilaku diskriminatif,” ungkapnya.
4. Penyesuaian sistem pendidikan agama perlu dilakukan
Keempat, Kemenag akan melakukan penyesuaian sistem pendidikan agama. Gus Yaqut menargetkan, sistem pendidikan agama ini bukan hanya diberikan kepada anak-anak, tetapi juga kepada orang tua hingga lingkungan yang lebih luas.
“Upaya penyesuaian perlu terus dilakukan segera, supaya dampak langsung pada pola pikir umat beragama ini bisa berubah, di antara elemen penyesuaian itu adalah mengenalkan cara pandang baru terhadap sejarah dan membangkitkan kesadaran tentang perubahan realitas peradaban,” katanya.
Gus Yaqut mengungkapkan mengapa hal tersebut penting. Misalnya saja buku pendidikan agama lebih banyak memuat masa peperangan Nabi Muhammad dibandingkan masa perdamaian. Padahal masa peperangan Nabi Muhammad hanya 80 hari dari 23 tahun masa kenabiannya.
“Sisanya yang 22 tahun lebih ini yang masa damai, masa kasih sayang, masa menghargai satu sama lain, tidak banyak diungkapkan dalam buku-buku ajar anak-anak sekolah,” ujarnya.
5. Gerakan sosial penting agar masyarakat paham hal yang bisa memecah belah
Strategi kelima yaitu melakukan gerakan sosial untuk memelihara harmonisasi di dalam masyarakat. Misalnya dengan cara diskusi, agar masyarakat dapat menangkap hal apa saja yang berpotensi memecah belah bangsa.
“Jadi saya kira tidak hanya cukup terkait SKB 3 Menteri saja, tapi isi (pembahasan) yang lebih besar, saya kira juga penting untuk dilakukan gerakan-gerakan sosial seperti ini (diskusi),” tuturnya.
Baca Juga: Menag Yaqut Datangi KPK, Audiensi Pencegahan Korupsi di Kemenag