Peringati Hari HAM, Ini Fakta-fakta Tragedi Berdarah Paniai

Empat anak tewas dalam tragedi Paniai

Jakarta, IDN Times - Hari Hak Asasi Manusia (HAM) yang diperingati setiap 10 Desember, menjadi refleksi untuk kasus-kasus HAM berat masa lalu yang hingga kini belum tuntas. Seperti tragedi Paniai, Papua, yang terjadi pada 2014 lalu. Komnas HAM menyatakan peristiwa ini sebagai pelanggaran HAM berat. 

Aktivis hak asasi manusia (HAM) Papua, Ketua Departemen Keadilan dan Perdamaian Sinode Gereja Kingmi Yones Douw menekankan kasus Paniai adalah sebuah kasus pelanggaran HAM yang terencana, terkendali, serta sistematis.

Ia juga menyayangkan tewasnya empat anak yang menjadi korban jiwa karena tragedi tersebut. Dia menuntut pemerintah segera menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat yang dialami warga Paniai.

 “Kalau pemerintah tidak bisa menyelesaikan, langsung kita lapor ke PBB. Masukkan saja ke forum, karena kita bagian dari, kami juga manusia, karena ini sudah jelas kasusnya,” ujar Yones saat menjadi pembicara di Diskusi Kasus Paniai Berdarah di Gedung HDI Hive, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 11 Maret 2020.

Berikut fakta-fakta tragedi Paniai berdarah:

1. Berawal dari anak-anak menegur seseorang yang mengendarai motor tanpa menyalakan lampu

Peringati Hari HAM, Ini Fakta-fakta Tragedi Berdarah PaniaiDiskusi Kasus Paniai Berdarah oleh Amnesty International (IDN Times/Aldzah Aditya)

Yones mengatakan peristiwa Paniai berdarah berawal pada 7 Desember 2014. Saat itu, tiga anak menegur seseorang yang sedang mengendarai motor tanpa menyalakan lampu.

Salah satu anak yang bernama Yulianus Yeimo mengatakan pada pengendara bahwa hal itu berbahaya untuk sang pengendara dan orang lain. Namun, pengendara tersebut merasa tertantang dengan ucapan anak-anak tersebut.

“Jam 9 malam, ada satu mobil jenis Fortuner dengan beberapa motor yang dipakai Timsus 753 Batalyon Arvita Nabire tiba-tiba datang ke depan Pondok Natal, tempat anak-anak itu berada. Mereka menembak ke udara beberapa kali,” paparnya pada acara yang digagas Amnesty International dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) itu.

Tiga anak yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) itu pun berlarian ke belakang Pondok Natal menuju bukit-bukit Togokotu. Namun, Yulianus Yeimo ditangkap dan dianiaya. Yulianus berhasil melarikan diri dan turun ke jurang untuk mengamankan diri.  

“Akibat dari penganiayaan itu, Yulianus mengalami penderitaan selama empat tahun dan akhirnya meninggal pada 24 April 2018,” tuturnya.

Baca Juga: Mahfud Siap Usut Kasus Paniai, Pemerintah Tunggu Surat dari Komnas HAM

2. Mayarakat mengira Yulianus mati, mereka pun tutup jalan utama

Peringati Hari HAM, Ini Fakta-fakta Tragedi Berdarah Paniai(ANTARA FOTO/Sevianto Pakiding)

Lalu, pada 8 Desember 2014 pukul 03.00 WIT, Kantor KPU di Paniai terbakar. Yones mengatakan masyarakat tidak ada yang mengetahui pembakaran tersebut karena tidak ada satu pun anggota masyarakat yang keluar rumah. Masyarakat tidak keluar rumah karena takut dengan suara tembakan yang mereka dengar yang berasal dari Pondok Natal.

Pada pukul 06.00 WIT, masyarakat serta keluarga yang mengira Yulianus telah meninggal pun menutup jalan utama. Mereka juga melakukan pembakaran terhadap motor dan mobil yang disewa Wakapolres Paniai.

Pukul 07.00 WIT, masyarakat mulai membuka kembali jalan utama. Wakapolres dan Wakil Bupati Paniai hadir dalam aksi tersebut. Wakapolres menyampaikan ke TNI dan Polri serta masyarakat bahwa ada pihak ketiga yang terlibat pada aksi tersebut, sehingga ada penembakan di tempat.

“Apa yang disampaikan oleh Wakapolres itu didengar oleh Wakil Bupati, Beberapa anggota DPRD dan masyarakat yang hadir di tempat kejadian,” tambah Yones.

3. Wakapolres instruksikan penembakan kepada masyarakat

Peringati Hari HAM, Ini Fakta-fakta Tragedi Berdarah PaniaiYones Douw Aktivis HAM Papua Ketua Departmen Keadilan & Perdamaian Sinode Gereja Kingmi (IDN Times/Aldzah Aditya)

Yones mengatakan Wakapolres Paniai memberikan instruksi penembakan terhadap masyarakat yang melakukan aksi. Intruksi tersebut dibarengi juga dengan tuduhan bahwa masyarakat yang melakukan aksi adalah Tentara Pembebasan Nasional Organisai Papua Merdeka (TPN OPM).

“Wakapolres memberikan instruksi tersebut kepada 10 anggota Timsus 753,” ujarnya.

Ia juga mengatakan, perkataan Wakapolres itu didengar oleh seluruh masyarakat yang berada di lokasi aksi.

Baca Juga: Fakta-fakta Penetapan Peristiwa Paniai sebagai Pelanggaran HAM Berat

4. Wakil Bupati Paniai ditodong senjata oleh Timsus 753

Peringati Hari HAM, Ini Fakta-fakta Tragedi Berdarah Paniai(Ilustrasi) Pexels.com/Maurício Mascaro

Sepuluh anggota Timsus 753 pun langsung menghampiri Wakil Bupati Paniai dan menodongkan senjata. Wakil Bupati pun gemetar karena ketakutan, semua orang yang ada di lokasi pun berdiam diri.

Lalu, seorang pendeta pun berbicara kepada anggota Timsus tersebut. “Kamu mau percaya kepada siapa lagi? Bapa ini Negara Indonesia percayakan dia untuk pakai Garuda di dada, kamu tidak lihat ka ada Garuda di dada ini?” ujar Yones meniru sang pendeta.

Wakil Bupati itu pun langsung pergi pulang ke rumahnya.

Yones juga menceritakan kronologis penembakan pada saat masyarakat melakukan aksi damai atau waita di Lapang Karel Gobai. Tuduhan bahwa pada saat itu masyarakat membawa panah adalah tidak benar.

Waita memiliki arti aksi protes secara damai. Namun, Yones mengaku bahwa masyarakat yang menggelar aksi tersebut membawa batu dan kayu. Serta mengosokkan tanah liat ke wajah mereka sebagai tanda kesedihan atas kematian Yulianius.

Penyerangan terhadap masyarakat Panai pun terjadi dan menewaskan tiga anak lainnya. Tiga anak tersebut adalah Pius Youw, Simon Degel dan Okto Aoinus Gobai.

5. Empat anak meninggal dalam tragedi Paniai

Peringati Hari HAM, Ini Fakta-fakta Tragedi Berdarah PaniaiKonpers Komnas HAM soal kasus Paniai (IDN Times/Axel Jo Harianja)

Yones pun menuntut agar Jaksa Agung menerima bukti-bukti yang sudah berhasil dikumpulkan oleh Komisi Nasional HAM (Komnas HAM). Hal itu karena, empat orang anak menjadi korban dan 17 orang luka-luka dapat menjadi bukti konkret adanya pelanggaran HAM berat.

“Proyektil ada, teroncong peluru ada, pelaku jelas, Pak Jaksa Agung itu kesatuan itu kan sistem komando, jadi komandannya pasti tahu siapa yang terlibat,” jelasnya.

Baca artikel menarik lainnya di IDN App. Unduh di sini http://onelink.to/s2mwkb

Baca Juga: 5 Alasan Komnas HAM Tetapkan Peristiwa Paniai Pelanggaran HAM Berat

Topik:

  • Anata Siregar
  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya