Di Balik Layar Berburu Pembobol BNI, Kejahatan Perbankan Terbesar 2003

Dua jenderal Polri ikut terlibat dalam perkara itu

Jakarta, IDN Times – Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) akhirnya berhasil menangkap salah satu tersangka kasus pembobolan kas BNI yaitu, Maria Pauline Lumowa. Setelah 17 tahun pencarian, Maria berhasil ditangkap di Serbia oleh otoritas setempat dan dibawa pulang ke Indonesia melalui Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, pada Kamis 9 Juli 2020 pukul 10:40 WIB.

"Dengan gembira saya menyampaikan bahwa kami telah secara resmi menyelesaikan proses handing over atau penyerahan buronan atas nama Maria Paulline Lumowa dari Pemerintah Serbia," ujar Menkum HAM, Yasonna Laoly dalam keterangan tertulis yang dikutip dari kantor berita Antara pada, Rabu 8 Juli 2020 lalu. 

Perempuan itu adalah buronan yang membobol kas BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (LC) fiktif. Ia dan Adirian Waworuntu dengan bendera perusahaan PT Gramarindo Group sempat mendapat kucuran dana BNI senilai US$136 juta dan 56 juta Euro. Bila ditotal dan dikurs Rupiah mencapai Rp1,7 triliun (Nilai kurs saat itu).

Namun, untuk membobol sebuah bank pelat merah dibutuhkan kerja sama lebih dari dua orang. Maka, ada 11 orang lainnya yang turut bekerja sama, termasuk orang dalam BNI sendiri. 

Menurut Irjen (Purn) Benny Mamoto yang menjadi Ketua Tim Penyidik Kasus Pembobolan BNI, perkara ini adalah kasus hukum terberat yang pernah ia hadapi. Kepada IDN Times secara khusus di program Ngobrol Seru, Benny mengaku juga harus memeriksa dua orang seniornya di institusi kepolisian. 

Dari dua tersangka, Benny hanya berhasil meringkus Adrian. Ia tak sempat bertemu dengan Maria yang ketika itu telah kabur ke Singapura. Bagaimana awal mula skandal pembobolan BNI ini terungkap?

1. Pembobolan kas terungkap karena BNI curiga terhadap transaksi dengan L/C PT Gramarindo Group

Di Balik Layar Berburu Pembobol BNI, Kejahatan Perbankan Terbesar 2003(Ilustrasi BNI) Istimewa

Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk periode 2003-2008, Sigit Pramono mengakui bank pelat merah itu yang menyadari ada hal yang tidak beres dengan PT Gramarindo Group. Mereka kemudian melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan itu tidak pernah melakukan ekspor. 

Setelah diselidiki, transaksi L/C senilai Rp1,7 triliun itu ternyata fiktif sebab perusahaan tidak bisa mencairkan jaminan peminjaman dengan nilai yang sama dari Dubai Bank Kenya Ltd, Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp. Semua proses itu tetap bisa terlewati karena ada bantuan orang dalam BNI sehingga tetap setuju terhadap jaminan L/C yang bukan bank korespondensi BNI di luar negeri. 

Baca Juga: Eks Dirut: Pembobolan BNI Jadi Kejahatan Perbankan Terbesar Tahun 2003

2. Langkah Dirut BNI periode 2003-2008 saat ada kasus pembobolan kas BNI

Di Balik Layar Berburu Pembobol BNI, Kejahatan Perbankan Terbesar 2003Sigit Pramono dalam Ngobrol Seru by IDN Times pada Jumat (10/7/2020) dengan Tema "Melacak Pembobolan BNI Senilai Rp 1,7 Triliun" (IDN Times/Besse Fadhilah)

Tak ingin peristiwa memalukan tersebut kembali berulang, Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk periode 2003-2008, Sigit Pramono, menceritakan tentang langkah-langkah yang ia ambil saat ada kasus pembobolan kas BNI cabang Kebayoran Baru senilai total Rp1,7 triliun pada 2003 lalu. Sigit mengungkapkan saat kasus tersebut terbongkar, ia harus membuat satu kebijakan agar pembobolan tersebut tak terjadi lagi. Hasilnya, dibuat kebijakan baru agar semua kewenangan cabang untuk L/C dilimpahkan ke pusat.

"Kemudian saya sentralisasi ke kantor pusat. Sehingga semuanya jadi terkontrol. Saya tidak ingin kebobolan terjadi lagi di cabang lain," ujar Sigit.

Sigit mengatakan pembobolan sebesar Rp1,7 triliun adalah kejahatan perbankan terbesar di tahun 2003. Ia menuturkan, karena kasus tersebut, BNI harus mengalami kerugian sebesar Rp1,7 triliun.

"Pada waktu itu memang Rp1,7 triliun adalah yang paling besar. Saya kira Rp1,7 triliun nilai sekarang pun lebih besar. Jadi paling besar, makanya menghebohkan seluruh negeri," kata Sigit.

Sudah berlalu 17 tahun, Sigit pun tak ingin berharap terlalu muluk uang yang dibobol tersebut akan kembali, meskipun Maria Pauline Lumowa sudah tertangkap. Sebab, ia melanjutkan, kasus kejahatan seperti itu hasilnya pasti dibagi-bagi ke banyak orang. Kendati begitu, ia tetap menyerahkan semuanya kepada penegak hukum.

"Jadi, kami tidak dalam posisi mengejar lagi. Tapi, supaya kita tidak bermimpi terlalu muluk, karena di tingkat kejahatan seperti ini, tingkat pengembaliannya itu relatif rendah, karena uang kejahatan ini dibagi-bagi, sehingga susah sekali dilacak. Tapi, kita masih bisa berharap lah. Karena semua ada jejaknya kalau uang itu," ujar Sigit.

Dalam kasus pembobolan BNI ini, aktor utama juga melibatkan orang dalam atau orang internal BNI. Menurut Sigit, dalam kejahatan perbankan memang selalu melibatkan orang dalam.

"Kasus ini memang betul melibatkan orang dalam BNI. Ini melibatkan kalau di bank itu yang aktor utamanya memang sampai penyidikan terakhir melibatkan kepala bagian dari ekspor impor di cabang Kebayoran Baru. Semua kejahatan perbankan yang melibatkan jumlah besar itu pasti melibatkan orang dalam," kata dia lagi.

3. BNI akui ada kelemahan sehingga kas cabang Kebayoran Baru bisa dibobol Rp1,7 triliun

Di Balik Layar Berburu Pembobol BNI, Kejahatan Perbankan Terbesar 2003Gedung BNI (Dok. Istimewa)

Sigit mengakui bank pelat merah yang ia pimpin mudah dikelabui karena ada keterlibatan internal BNI. BNI akan meloloskan administrasi dalam bentuk apa pun, sekali pun kertas koran. Maka, tak heran uang yang bisa dikucurkan dengan bermodalkan L/C fiktif bisa mencapai Rp1,7 triliun. 

"Jadi, temuan itu memang sudah ketahuan setelah terakumulasi karena masalahnya, jangankan L/C yang fiktif, kertas koran pun kalau diajukan pada waktu itu, juga akan disetujui oleh oknum BNI itu," kata Sigit.

Menurut dia, tindak kejahatan yang menimpa perbankan bisa terjadi dengan bantuan orang dalam. Sebab, mustahil rencana itu bisa berjalan dengan mulus. 

"Karena dia penjaga gawangnya. Kejahatan perbankan selalu melibatkan orang dalam. Setelah terakumulasi memang diketahui kalau jumlahnya besar," tutur dia. 

Ia pun mengakui ada kelemahan pengawasan di BNI sehingga bank bisa dengan mudah dibobol. Para pemegang saham pun turut mengakui hal tersebut. Maka, saat itu delapan orang direksi diganti hingga tersisa 2 orang saja. Lalu, empat dari lima komisaris ikut dicopot. 

"Jadi, kalau ini menyangkut manajerial karena kelemahan pengawasan, mereka sudah mendapat hukumannya. Karena kasus ini kami laporin ke polisi, tentunya penegak hukumlah yang akan membuktikan siapa-siapa yang terlibat. Ya kami tidak bisa menghukum siapa-siapa, karena kami bukan penegak hukum," tutur dia. 

Kendati begitu, Sigit mengungkapkan ia telah melakukan tindakan di internal BNI waktu itu. Ia memberhentikan beberapa orang, termasuk kepala wilayah.

"Karena saya pikir direksinya saja diberhentikan, masak yang di tengah-tengah yang bertanggung jawab tidak diberhentikan. Saya pun harus memberhentikan banyak orang," tutur Sigit.

4. Eks ketua tim penyidik Benny Mamoto belum pernah bertemu dengan Maria Lumowa

Di Balik Layar Berburu Pembobol BNI, Kejahatan Perbankan Terbesar 2003Infografis Profil Maria Pauline (IDN Times/M Shakti)

Sementara, Benny Mamoto yang menjadi Ketua Tim Penyidik Pembobolan BNI mengatakan ketika menangani perkara tersebut, ia belum sempat bertemu dengan tersangka Maria Pauline Lumowa. Tetapi, ia sempat meminta kepada OC Kaligis, kuasa hukum Maria ketika itu agar bisa berkomunikasi dengan perempuan yang sudah menjadi warga Belanda tersebut.

"Saya lupa kalau gak salah pernah disambungkan telepon. Saya lupa-lupa ingat, tapi kalau ketemu belum sempat terwujud," ujarnya ketika berkunjung ke IDN HQ Media pada Jumat, 10 Juli 2020. 

Walau belum bisa menangkap Maria belasan tahun lalu, tetapi ia sukses meringkus tersangka lainnya yakni Adrian Waworuntu. Ia mengatakan, Adrian tertangkap di Medan saat turun dari pesawat Silk Air rute Singapura-Medan.

Menurut Benny, ia sempat dihubungi oleh Kapolri periode itu mengenai lokasi mantan konsultan investasi PT Sagared Team tersebut. Ketika dikabari, Benny mengenang ia sedang berada di Paris, Prancis.

“Waktu itu saya dan Pak Goris dengan satu anggota sedang berada di Paris, sedang menangani (peristiwa) bom di Kedutaan Besar RI di Paris. Kami berkoordinasi dengan aparat di sana, membantu penyelidikan,” katanya. 

Begitu diberi perintah, Benny langsung terbang ke Los Angeles untuk menyelidiki temuan dari interpol. 

5. Perburuan Adrian Waworuntu hingga ke Negeri Paman Sam

Di Balik Layar Berburu Pembobol BNI, Kejahatan Perbankan Terbesar 2003Pelaku Lain Pembobolan Kas BNI (IDN Times/Arief Rahmat)

Adrian berhasil kabur pada tahun 2004 lalu ketika proses penyelidikan tengah bergulir. Walaupun kuasa hukum Adrian ketika itu membantah dengan menyebut kliennya selama kabur masih berada di Indonesia.

Tetapi, berdasarkan informasi dari Kepala Badan Reserse Kriminal Polri ketika itu, Komjen (Purn) Suyitno Landung, Adrian sempat kabur ke Amerika Serikat. Benny memperoleh informasi itu dari interpol yang memberikan daftar penumpang pesawat.

Benny dan timnya pun kemudian sigap dan bergerak untuk menangkap buronan tersebut. Sebelum ke AS, kata Benny, Adrian diketahui kabur ke Singapura. Otoritas keamanan Indonesia kemudian bekerja sama dengan Singapura untuk memantau keberadaan Adrian.

“Mungkin dia (Adrian) udah baca tuh. Wah gawat nih kerja sama Polri dengan FBI selama ini berjalan baik,” tuturnya.

Selanjutnya, Benny melakukan langkah pendekatan secara langsung kepada Adrian melalui pesan singkat. Dalam pesannya, Benny membujuk Adrian untuk menyerahkan diri.

“Saya sendiri terus kirim SMS ke dia dan mengimbau, mengajak, meyakinkan dan menenangkan dia. Saya katakan lebih baik menyerahkan diri,” ujarnya.

Benny menjelaskan, melalui pesan singkat itu, ia menawarkan Adrian untuk pulang ke Tanah Air melalui jalur Batam. Semua persiapan pun dilakukan untuk menunggu Adrian. Tetapi, sang buronan kelas kakap itu pun tak kunjung datang.

“Anggota yang nungguin di dekat apartemen itu melaporkan Adrian keluar, kita sudah langsung berpikir ini pasti mau kabur melalui bandara,” ujarnya.

Ternyata, Adrian berencana untuk kabur ke Medan. Benny dan timnya langsung menyiapkan skema penangkapan di Medan.

“Waktu itu anggota langsung diperintahkan untuk beli tiket di sana dan ikut penerbangan dia, dan kita infokan ke teman-teman di Jakarta agar dicegat di Medan,” ujarnya.

Usai ditangkap dan menjalani persidangan, akhirnya Adrian dijatuhi hukuman bui seumur hidup oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2005 lalu. Selain itu, ia juga diperintahkan membayar denda senilai Rp1 miliar dan mengembalikan uang negara Rp300 miliar.

Majelis hakim menyatakan perbuatan Adrian telah berdampak secara luas ke terhadap perekonomian Indonesia.

6. Proses penangkapan buron yang kabur ke luar negeri

Di Balik Layar Berburu Pembobol BNI, Kejahatan Perbankan Terbesar 2003Benny Mamoto sebagai pembicara dalam Ngobrol Seru by IDN Times pada Jumat (10/7/2020) dengan Tema "Melacak Pembobolan BNI Senilai Rp 1,7 Triliun" (IDN Times/Panji Galih Aksoro)

Benny mengatakan untuk bisa menangkap pelaku tindak kejahatan yang kabur ke negara luar dan buron, maka Polri perlu menjalin kerja sama dengan Interpol yang bermarkas di Prancis. Untuk menjalin komunikasi, dibentuk lah National Centreal Bureau Interpol Indonesia yang berada di dalam struktur organisasi Divisi Hubungan Internasional, Polri. Salah satu tugas dari NCB Interpol adalah melayani permintaan dari instansi penegak hukum tentang pencarian orang yang lari ke luar negeri.

"Kami proses pengajuan itu. Jadi, harus dilengkapi dengan persyaratan datanya, dari sidik jari kemudian foto, kemudian kasusnya sendiri dan sebagainya," tutur Benny.

Benny menilai, dalam kerja sama ini, cepat atau lambatnya respons kepada negara lain menjadi hal penting. Misalnya saja, apabila respons Interpol Indonesia cenderung lambat, maka hal itu pula yang akan diterima dari Interpol negara lain.

"Satu prinsip yang waktu itu kami lihat, karena merespons sesuatu agak lambat, maka kita dibalas kalau minta sesuatu juga agak lambat," katanya. 

Kini, setelah Maria berhasil ditangkap, pekerjaan aparat penegak hukum belum selesai. Polri harus bisa membuat Maria "bernyanyi" dana senilai Rp1,7 triliun itu sudah diubah menjadi aset apa saja dan wajib dikembalikan ke kas negara. 

https://www.youtube.com/embed/I-zc8LJtkPc

Baca Juga: Dilema Benny Mamoto Ikut Periksa Seniornya di Polri Dalam Perkara BNI

Topik:

Berita Terkini Lainnya