Dorong Pilkada Maju Jadi 2022-2023, NasDem Yakin Tak Ganggu Stabilitas

Berdasarkan UU Pemilu pilkada digelar bersama pilpres 2024

Jakarta, IDN Times - Ketua Fraksi Partai NasDem DPR RI Ahmad Ali menyampaikan sikap partainya terkait revisi Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Ia menekankan bahwa NasDem mendorong pelaksanakan pilkada 2022 dan 2023.

"Selain demi terpenuhinya hak dasar politik rakyat, beberapa impact dari pelaksanaan pemilu dan pilpres tahun 2019 secara bersamaan adalah pelajaran berharga bagi kita sebagai bangsa," ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (1/2/2021).

Ia menjelaskan, NasDem mendukung revisi UU Pemilu, karena mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019, yang mengubah Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 dengan merefleksikan kompleksitas Pemilu 2019.

Baca Juga: Kemendagri Tolak UU Pemilu Direvisi, Pilkada Serentak Tetap 2024

1. Tidak tepat jika pilkada dilaksanakan pada 2022-2023 dianggap mengancam stabilitas nasional

Dorong Pilkada Maju Jadi 2022-2023, NasDem Yakin Tak Ganggu StabilitasPrajurit TNI mengikuti apel gelar pasukan pengamanan Pilkada serentak dan antisipasi banjir di Lapangan Monas, Jakarta, Jumat (20/11/2020). Pangdam Jaya/Jayakarta Mayjen TNI Dudung Abdurachman mengatakan siap menurunkan 15.000 personel untuk menjaga pemilihan kepala daerah (Pilkada) dan antisipasi banjir di wilayah Kodam Jaya/Jayakarta (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Ahmad mengatakan, pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 berjalan baik tanpa mengganggu stabilitas keamanan dan stabilitas pemerintahan. Untuk itu, alasan pelaksanakaan pilkada 2022 dan 2023 dapat menganggu stabilitas nasional tidak revelan.

"Sebaliknya, penyatuan pemilu nasional dan pilkada, legislatif dan eksekutif, dan terutama pilpres mengandung risiko sangat besar mengganggu stabilitas politik dan sosial, serta dapat berisiko melemahkan arah berjalannya sistem demokrasi," tuturnya.

2. Pilkada 2024 dapat menimbulkan banyaknya Plt kepala daerah

Dorong Pilkada Maju Jadi 2022-2023, NasDem Yakin Tak Ganggu Stabilitas

Selain itu, ia juga menjelaskan bahwa pelaksanaan pilkada serentak berbarengan dengan Pilpres 2024 seperti yang diatur dalam UU Pemilu, akan membuat banyak pelaksana tugas (Plt) kepala daerah atau pejabat kepala daerah, dalam waktu satu hingga dua tahun. Ia menilai, kondisi tersebut berpotensi membuka celah rekayasa politik untuk kepentihan pihak tertentu.

"Selain itu, akan terjadi pula penumpukan biaya yang membebani APBN, sementara sistem keuangan dan anggaran pemilu yang ada pada saat ini perlu untuk dipertahankan dan terus disempurnakan," ujarnya.

3. Pemisahan momen pemilu dan pilkada bisa ciptakan iklim politik yang kondusif

Dorong Pilkada Maju Jadi 2022-2023, NasDem Yakin Tak Ganggu StabilitasIlustrasi (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Selanjutnya, Ahmad menilai bahwa pemisahan momen pemilu dan pilkada akan menciptakan iklim politik yang kondusif. Sebab, figur pilihan rakyat di daerah tidak terdistorsi oleh kepentingan pusat.

"Diferensiasi pun terjadi berdasarkan pertimbangan rasional, obyektif, dan berkualitas," katanya.

"Mari kedepankan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan individu dan kelompok. Marilah berjuang, tidak sekadar untuk memenangkan ruang-ruang elektoral, tetapi juga demi meningkatnya kualitas demokrasi deliberatif bangsa ini," tutupnya.

Baca Juga: Draf RUU Pemilu: Eks Anggota HTI Dilarang Ikut Pemilu dan Pilkada

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya