Dukung Revisi UU ITE, PKS: Jangan Hanya Politik Omong Kosong

Kriminalisasi melalui UU ITE semakin melebar

Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi I Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI Sukamta, menyambut baik wacana revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dia menyebutkan, PKS awalnya mendukung revisi UU ITE masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2021, namun tidak mendapatkan cukup dukungan di parlemen.

"Karenanya, kami menyambut baik dan sangat setuju atas rencana revisi UU ITE. Dari sisi masyarakat hal ini tentu bisa memberikan rasa keadilan dan kenyamanan di masyarakat," katanya kepada IDN Times melalui pesan singkat, Selasa (16/2/2021).

Baca Juga: Disentil Jokowi, Kapolri Listyo Sigit Akan Selektif Terapkan UU ITE

1. Pembahasan revisi UU ITE bisa memakan waktu dua tahun

Dukung Revisi UU ITE, PKS: Jangan Hanya Politik Omong KosongIDN Times/Fitang Budhi Adhitia

Sukamta menilai, wacana revisi UU ITE memang dapat dibilang sedikit terlambat. Sebab pembahasan revisi undang-undang biasanya memakan waktu satu hingga dua tahun.

"Kemungkinan UU ITE yang sudah direvisi baru bisa diterapkan pada 2023 atau 2024, di penghujung masa jabatan Presiden Jokowi. Jadi jangan sampai revisi UU ITE ini nantinya hanya move politik kosong belaka," ujarnya.

2. UU ITE awalnya untuk memberi kepastian hukum pelaku ekonomi dan bisnis di dunia maya

Dukung Revisi UU ITE, PKS: Jangan Hanya Politik Omong KosongIlustrasi belanja online (IDN Times/Arief Rahmat)

Wakil Ketua Fraksi PKS ini menjelaskan, sebetulnya kehadiran UU ITE sangat mulia, yaitu untuk memberikan kepastian hukum bagi para pelaku ekonomi dan bisnis di dunia maya. Berjalan seiringnya waktu, implementasi undang-undang justru lebih kental dengan hukum pencemaran nama baik.

"Berjalan seiringnya waktu, ternyata UU ITE ini dalam implementasinya malah lebih kental nuansa hukum pencemaran nama baiknya, daripada soal transaksi ekonomi-bisnisnya," kata Sukamta.

"Pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran nama baik dianggap pasal karet dan dijadikan alat untuk mengkriminalisasi masyarakat, hingga banyak korban berjatuhan. Banyak orang dilaporkan, ditangkap dan ditahan karena menyampaikan pendapatnya di internet," kata dia.

Alasan itulah yang membuat UU ITE direvisi menjadi UU RI Nomor 19 Tahun 2016. Hal yang direvisi terdiri dari pemblokiran situs internet, right to be forgotten, penyadapan, penyidikan, dan pengurangan ancaman pidana di pasal pencemaran nama baik.

3. Kriminalisasi melalui UU ITE semakin melebar

Dukung Revisi UU ITE, PKS: Jangan Hanya Politik Omong KosongIlustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Sukamta bercerita, pada saat itu ia juga berstatus sebagai anggota Panja Revisi UU ITE. Pada Panja Revisi UU ITE mayoritas fraksi menginginkan pasal tersebut tetap dipertahankan, dengan pengurangan maksimal ancaman pidana penjara.

Pengurangan maksimal ancaman pidana penjara bertujuan agar tidak ada lagi kriminalisasi, dengan penahanan sebelum putusan hukum tetap dari pengadilan.

"Pada implementasinya, ternyata masih banyak proses hukum kasus pencemaran nama baik di lapangan yang tidak sesuai dengan spirit revisi tersebut. Malah terakhir kriminalisasi melebar ke pasal-pasal lain seperti pasal soal hoaks dan pasal keonaran yang juga dianggap pasal karet," kata dia.

"Ya semoga ke depannya revisi UU ITE bisa memberikan kejelasan hukum berasaskan keadilan. Insyaallah kami Fraksi PKS akan mengawalnya demi masa depan dunia digital dan kedewasaan demokrasi kita," ujar wakil rakyat asal Daerah Istimewa Yogyakarta ini.

Baca Juga: Pengamat: UU ITE Sebaiknya Direvisi, Terutama yang Muat Pasal Karet

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya