GP Ansor: Kasus Muslim Uighur di Xinjiang Terkait Penguasaan Migas

KBRI di Tiongkok harus beri klarifikasi situasi di Xinjiang

Jakarta, IDN Times - Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas mengatakan persekusi yang dialami etnis muslim Uighur di Xinjiang diduga berlatar belakang ekonomi.

Menurut data yang diperoleh oleh Yaqut dan timnya, kasus yang menimpa etnis Uighur di Xinjiang ini tak lain soal penguasaan lahan saja.

"Isu agama, budaya dan lainnya, lanjut Yaqut, membuat motif aslinya tampak kabur, dan membuat kasus menjadi semakin rumit," kata Yaqut dalam keterangan tertulis yang diterima IDN Times di Jakarta, Senin (16/12).

1. Xinjiang memiliki kekayaan sumber daya alam melimpah

GP Ansor: Kasus Muslim Uighur di Xinjiang Terkait Penguasaan MigasIDN Times/Uni Lubis

Gus Yaqut--sapaan akrabnya-- menjelaskan melalui data yang ia peroleh terdapat kekayaan alam di lahan Xianjiang seperti, beberapa blok migas dan pipa gas. Sehingga harus ada klarifikasi dari the Wall Street Journal dengan fakta yang memang terjadi tanpa bumbu apapun.

"Dari data yang kita peroleh, di Xinjiang itu ada beberapa blok migas, sumur gas, dan pipa gas. Bahkan dalam catatan kita pernah ditawarkan 30 blok migas di tahun 2017. Semua bloknya onshore (di daratan). Jadi, berita tentang etnis muslim Uighur dengan segala bumbunya seperti ditulis the Wall Street Journal, saya kira perlu ada klarifikasi. Jangan-jangan ini hanya soal ingin menguasai lahan di Xinjiang yang kaya akan sumber daya alam saja" ujar Gus Yaqut.

Baca Juga: MUI: Tiongkok Tidak Beri Kebebasan Muslim Uighur Xinjiang Beribadah

2. Yaqut desak KBRI di Tiongkok berikan klarifikasi mengenai hal yang terjadi di Xinjiang

GP Ansor: Kasus Muslim Uighur di Xinjiang Terkait Penguasaan MigasIDN Times/Uni Lubis

Oleh karena itu, Yaqut mendesak adanya klarifikasi yang cepat sekaligus tepat dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Tiongkok, maupun Kementerian Luar Negeri RI mengenai hal ini.

"Harus ada diskusi tentang apa yang bisa dan sebaiknya Indonesia lakukan untuk menciptakan perdamaian dunia, termasuk di Xinjiang," ujarnya.

Yaqut menjelaskan, kasus etnis muslim Uighur tersebut adalah masalah geopolitik. Politisasi terhadap kasus ini yakni Islam vs Tiongkok, menurutnya justru membuat komplikasi dari kasus yang sudah rumit tersebut.

"Ditambah dengan konstelasi politik hari ini yang cenderung berwujud sebagai neo cold war geopolitics di mana ada benturan politik ekonomi dan ideologi antara Barat (Amerika) dan Timur (Tiongkok)," tuturnya.

3. GP Ansor memahami Amerika dan aliansinya bersuara untuk kepentingan tertentu

GP Ansor: Kasus Muslim Uighur di Xinjiang Terkait Penguasaan MigasIDN Times/Uni Lubis

Di sisi lain, GP Ansor memahami bahwa Tiongkok memiliki kepentingan untuk mengundang dan memperkuat hubungan (engagement) dengan para stakeholders dan key opinion leaders dari seluruh negara di dunia.

"Ansor juga dapat memahami bagaimana Amerika dan aliansinya melalui semua kanalnya bersuara untuk kepentingan dan keuntungan mereka, termasuk Wall Street Journal (WSJ) yang membeberkan laporan terkait hal ini, tapi di saat bersamaan mempromosikan layanan subscribe untuk jadi pembacanya," kata dia.

Baca Juga: Strategi Tiongkok Ubah Persepsi RI Soal Dugaan Represi Muslim Uighur

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya