ICW: Biaya Mahal Pilkada Akibat Jual Beli Pencalonan dan Politik Uang
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyinggung polemik jual beli pencalonan atau mahar politik dalam ajang Pilkada. Menurutnya, hal tersebut adalah masalah utama dari mahalnya biaya politik.
Selain itu, politik uang kepada pemilih juga menambah biaya seorang calon kepada daerah (cakada) dalam ajang Pilkada.
"Pilkada berbiaya mahal juga diakibatkan adanya politik uang terhadap pemilih," ujarnya, Selasa (19/11).
Hal itu ia lontarnya terkait dengan pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian tentang tingginya biaya yang harus dikeluarkan calon kepala daerah (cakada) pada sistem Pilkada langsung.
1. Kurnia ingatkan untuk pembenahan parpol
Dengan adanya polemik tersebut, Kurnia memberikan usulan kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk lakukan gebrakan reformasi pada partai politik (parpol) dibandingkan mengubah format pemilihan kepala daerah (Pilkada).
"Pembenahan partai menjadi prasyarat utama sebelum mengubah model Pilkada," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana seperti dikutip dari kantor berita Antara di Jakarta, Selasa (19/11).
Baca Juga: Ongkos Jadi Bupati Rp30 M, Tito: Pilkada Langsung Harus Dievaluasi
2. Inisiatif pembenahan partai sudah sering didorong oleh KPK
Sebenarnya, kata Kurnia, inisiatif pembenahan partai secara kolektif sudah sering didorong oleh KPK dan masyarakat sipil. Tetapi, sejauh ini Kurnia tidak melihat ada respons atau tindak lanjut dari pemerintah.
"Namun sejauh ini, belum ada respons konkret dari pemerintah untuk menindaklanjuti berbagai konsep pembenahan partai agar menjadi demokratis, modern dan akuntabel," katanya.
3. Kurnia akui harus ada evaluasi dalam sistem Pilkada langsung
Kurnia menyetujui pemaparan Tito terkait evaluasi Pilkada. Menurutnya, evaluasi memang merupakan langkah penting untuk memetakan persoalan penyelenggaraan demokrasi lokal agar menjadi lebih berkualitas dari sisi penyelenggara, peserta hingga pemilih.
"Namun wacana pemilihan kepala daerah menjadi tidak langsung merupakan kesimpulan prematur," ujarnya.
Baca Juga: Eks Napi Ikut Pilkada, Mendagri: Pilih Pembalasan atau Rehabilitasi?