Ini Alasan PAN Ogah Gabung Partai Poros Islam di Pemilu 2024
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Juru Bicara Partai Amanat Nasional (PAN) sekaligus Wakil Ketua Umum PAN, Viva Yoga Mauladi, mengapresiasi sikap politik PPP dan PKS yang akan menghidupkan poros Islam di Pemilu 2024. Namun, ia menyatakan partainya tidak akan ikut dalam wacana tersebut.
"Namun PAN tidak akan ikut wacana poros Islam. Hal ini karena beberapa hal penting sebagai dasar pemikiran PAN," tutur Viva dalam keterangan tertulis yang diterima IDN Times, Jumat (16/4/2021).
1. PAN berhati-hati dalam menggunakan politik identitas berbasis agama
Baca Juga: PKS Ubah Lambang dan Hymne, demi Sasar Millennial di Pemilu 2024?
Ia menjelaskan, hal yang pertama yang menjadi pertimbangan yaitu, berhati-hati dalam menggunakan politik identitas berbasis agama sebagai merek jualan ke publik. Meski, ciri atau identitas khas hingga ideologi partai politik telah dijamin di Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.
"Simbol-simbol agama sebaiknya jangan dimasukkan ke dalam turbulensi politik karena dapat menyebabkan keretakan kohesivitas sosial dan dapat mengganggu integrasi nasional," kata Viva.
"Di beberapa kasus pilkada atau pilpres adalah bukti dan fakta lapangan yang mesti menjadi pelajaran sejarah bagi kita. PAN tidak ingin kondisi seperti itu akan terulang lagi," lanjutnya.
2. Wacana poros politik berbasis agama akan lahirkan antitesis poros berbasis non-agama
Selanjutnya, ia menjelaskan alasan kedua yaitu, wacana poros politik berbasis agama akan melahirkan antitesis poros lain berbasis non-agama. Kondisi politik tersebut tentu tidak produktif bagi kemajuan bangsa.
"Sebaiknya wacananya diarahkan ke adu ide dan gagasan untuk meningkatkan kualitas demokrasi dan sumber daya manusia unggul, memperbaiki kesehatan dan perekonomian nasional, membangun kedaulatan pangan agar tidak impor, membangun militer yang modern, dan tema lainnya yang bermanfaat buat kecerdasan bangsa," katanya.
3. Proses pendidikan politik rakyat harus diarahkan secara rasional
Selanjutnya, alasan ketiga yaitu proses pendidikan politik rakyat harus diarahkan secara rasional. Menurutnya, itu bisa dilakukan melalui pendekatan akal sehat agar demokrasi berjalan sehat dan berguna untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
"Bukan politik prosedural atau rutinitas, tetapi berpolitik yang substantif dan produktif." katanya.
Baca Juga: Reshuffle Jilid II, Pengamat: Ada Peluang PAN Gabung Koalisi Jokowi