Kisah Anggota Legislatif Perempuan di Negara Berbudaya Partriarki

Perjalanan panjang Andi Yuliani Paris

Jakarta, IDN Times - Budaya patriarki masih membayangi kehidupan berbangsa, termasuk di bidang politik sekalipun. Seperti pengalaman  anggota DPR RI Komisi VII Andi Yuliani Paris. Ia merekam perjalanan sebagai anggota legislatif perempuan sejak 2004.

"Perjalanannya sangat panjang, pengambilan keputusan pun sangat patriarki" ucap Andi, mengawali ceritanya kepada IDN Times usai diskusi bertema Keterwakilan Perempuan pada Pimpinan dan Alat Kelengkapan MPR, DPR, DPD, dan DPRD di Jakarta Pusat, Minggu (8/9).

Anggota DPR RI periode 2014-2019 itu juga pernah menjabat sebagai anggota Komisi II DPR RI selama 2004-2009, dengan sistem pemilu proporsional tertutup.

Dari proses pencalonan hingga berhasil duduk di kursi DPR, berikut pengalaman Andi Yuliani Paris sebagai anggota legislatif perempuan di negara berbudaya patriarki:

1. Cara pendekatan caleg perempuan pada tahap pencalonan

Kisah Anggota Legislatif Perempuan di Negara Berbudaya PartriarkiIDN Times/Aldzah Fatimah Aditya

Ada perbedaan cara pendekatan antara caleg perempuan dan laki-laki dalam pemilu sistem proporsional terbuka. Caleg laki-laki lebih mengandalkan materi, sedangkan perempuan sejak awal sudah mengumpulkan aspirasi masyarakat.

Hal itulah yang membuat caleg perempuan apabila terpilih sebagai anggota legislatif, akan lebih mengerti permasalahan yang ada di masyarakat.

"Pendekatan perempuan pada saat jadi caleg, sedikit berbeda dengan para caleg laki-laki. Perempuan ketika terpilih dia akan punya banyak bahan apa sih yang harus diperjuangkan, bukan hanya untuk perempuan, tapi juga untuk masyarakat atau apa yang masyarakat alami sekarang ini," kata Andi.

2. Budaya patriarki di dalam fraksi masih kental

Kisah Anggota Legislatif Perempuan di Negara Berbudaya PartriarkiIDN Times/Kevin Handoko

Andi merasakan betul budaya patriarki masih mendominasi dalam fraksi DPR. Sehingga hal itu berdampak kurangnya pemberian ruang kepada anggota legislatif perempuan, untuk menjadi pimpinan dan alat kelengkapan dewan (AKD).

Perempuan di ranah parlemen sulit mendapat posisi pimpinan. Kondisi tersebut membuat anggota legislatif laki-laki selalu diutamakan.

"Sangat kesulitan untuk mendapatkan wakil ketua komisi, wakil ketua alat kelengkapan atau pimpinan, sangat sulit. Selalu yang diutamakan adalah laki-laki" ucap Andi.

3. Perjuangan Andi pada saat duduk sebagai wakil ketua Pansus RUU Pemilu

Kisah Anggota Legislatif Perempuan di Negara Berbudaya PartriarkiIDN Times/Aldzah Fatimah Aditya

Saat menjadi anggota DPR RI 2004-2009, Andi pernah menjabat wakil ketua Pansus Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu. Saat mengemban posisi tersebut, dia fokus pada undang-undang keterlibatan perempuan dalam penyelenggaraan pemilu.

Perjuangan Andi untuk sampai pada pengesahan undang-undang keterlibatan perempuan dalam penyelenggaraan pemilu, begitu luar biasa. Namun, setelah pengesahan RUU tersebut, Andi kecewa dengan perempuan yang terlibat dalam penyelenggaraan pemilu 2009. Mereka belum memiliki perspektif gender.

"Penyelenggara pemilu yang perempuan itu tidak memiliki perspektif gender gitu loh, padahal kan kita berharap dengan menaruh perempuan di pembuat aturan, sehingga perempuan-perempuannya ada perspektif gender. Tapi masih ada perempuan yang melapor mengalami kecurangan suara, artinya tidak ada proteksi terhadap perempuan. Padahal saya sudah buat 30 persen perempuan, itu luar biasa," papar Andi.

Perjuangan Andi untuk mengesahkan UU Pemilu yang berhubungan dengan 30 persen perempuan di parlemen dan partai politik membutuhkan waktu tujuh bulan. Pengesahan tersebut dapat dilakukan karena ada keterlibatan perempuan pada saat itu.

"Coba kalau perempuan gak ada di situ?" ucap dia.

Andi berharap apabila nanti ada perubahan UU Pemilu, perempuan dilibatkan dalam prosesnya. "Jangan sampai kalau tidak ada perempuan, karena bisa aja loh itu (30 persen perempuan) dihapus."

4. Partai politik mengeluh karena susah mencari caleg perempuan

Kisah Anggota Legislatif Perempuan di Negara Berbudaya PartriarkiIDN Times/Kevin Handoko

Setelah pengesahan UU Pemilu tentang 30 persen perempuan, banyak partai politik yang protes kepada Andi. "Saya saja sampai sekarang dibilang, ini gara-gara kamu nih, bikin susah kami partai politik cari perempuan untuk jadi caleg."

Andi pun kecewa, karena hal itu seharusnya menjadi tanggung jawab partai. Partai harus mendidik dan mempersiapkan perempuan untuk menjadi calegnya jauh sebelum pencalonan.

"Itu kan salah mereka, karena tidak menyiapkan perempuan-perempuan," tutur dia.

5. Sistem pemilu proporsional terbuka mahal, perempuan berpikir 100 kali untuk jadi caleg

Kisah Anggota Legislatif Perempuan di Negara Berbudaya PartriarkiIDN Times/Nofika Dian Nugroho

Perihal sulitnya partai mencari caleg perempuan, menurut Andi lantaran sistem pemilu proporsional terbuka masih mahal, sehingga perempuan berpikir 100 kali untuk menjadi caleg.

"Banyak perempuan yang mampu, aktivis perempuan, tapi mikir lah 100 kali lah jadi caleg," ujar dia.

Mahalnya ongkos politik itulah banyak partai sekarang lebih memilih menggandeng caleg perempuan, yang berasal dari kerabat pejabat yang mempunyai kekuasaan. Andi pun mengalami persaingan itu.

"Misalnya, di dapil saya kemarin, saya dikeroyok oleh tiga istri bupati, satu istri wali kota," cerita Andi.

Fenomena tersebut juga terjadi karena sulitnya partai mencari perempuan. Tidak dapat dipungkiri bahwa hal utama yang dicari partai adalah kursi.

"Harus nya kan dengan cara mendidik perempuan, untuk pemilu lima tahun ke depan, tapi dia (parpol) maunya kan instan," ujar Andi.

6. Parpol harus menaati yudisial review yang diputuskan MK tentang keutamaan perempuan

Kisah Anggota Legislatif Perempuan di Negara Berbudaya PartriarkiIDN Times/Aldzah Fatimah Aditya

Andi berharap partai bisa menaati yudisial review yang diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK), tentang keutamaan perempuan. Apabila parpol taat mengutamakan perempuan di pimpinan dan alat kelengkapan dewan, keterwakilan perempuan di parlemen setidaknya berada di kondisi aman.

"Agar partai politik menaati yudisial review yang diputuskan oleh Makamah Konstitusi tentang keutamaan perempuan. Kalau itu ditaati itu aman lah" tutup Andi.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya