Pelibatan TNI dalam Pemberantasan Terorisme Bau Orde Baru

Doktrin pertahanan pada TNI menjadi pusat kekhawatiran

Jakarta, IDN Times - Peraturan Presiden (Perpres) pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme di dalam negeri dinilai mirip dengan pendekatan yang digunakan dalam Orde Lama dan Orde Baru. 

Sosiolog Universitas Udayana, Wahyu Budi Nugroho mengatakan pada kedua era itu, pendekatan militer digunakan untuk mengatasi aksi terorisme yang berbentuk gerakan pemberontakan. Aksi-aksi pada masa itu, ujarnya, sifatnya masif dan hanya bisa diatasi oleh tentara karena kepolisian belum mampu
mengatasinya.

"Tapi dalam masyarakat demokratis, atau dalam masyarakat sedang mengalami proses demokratisasi, dan sudah memiliki kepolisian yang kuat, ada pendekatan yang digunakan untuk melawan terorisme yaitu criminal justice model," kata Wahyu saat mengisi webinar yang diselenggarakan oleh MARAPI dan FISIP Universitas Udayana seperti dikutip dari ANTARA, Sabtu (31/10/2020).

1. Dapat menimbulkan persoalan HAM karena doktrin pertahanan dalam militer

Pelibatan TNI dalam Pemberantasan Terorisme Bau Orde BaruWebinar tentang pelibatan TNI dalam kontra terorisme (ANTARA/Ayu Khania Pranisitha)

Selain itu, menurutnya, pendekatan militer juga digunakan pada dua era itu karena isu HAM belum menjadi prioritas. Sedangkan saat ini, pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme, dikhawatirkan banyak, pihak dapat menimbulkan persoalan HAM. 

Salah satu penyebabnya adalah militer menganut doktrin pertahanan. "Polisi dengan doktrin keamanan cenderung berorientasi untuk melumpuhkan, sedangkan TNI dengan doktrin pertahanan cenderung berorientasi untuk 'membunuh' dan 'menghancurkan'," lanjutnya.

Perbedaaan doktrin ini, kata dia, tentu menyebabkan perbedaan di ranah praksis atau aksi. Penindakan dalam konteks doktrin pertahanan itulah yang berpotensi menimbulkan masalah HAM. "Situasi ini kemudian seolah pelaku teror bukan untuk diadili dan dihukum, tetapi untuk ditembak mati di tempat," katanya.

Baca Juga: Menkum HAM: Keterlibatan TNI Dalam Pemberantasan Terorisme Diatur dalam Perpres

2. Terorisme perlu ditempatkan sebagai urusan penegakan hukum bukan masalah pemberontakan

Pelibatan TNI dalam Pemberantasan Terorisme Bau Orde BaruIlustrasi

Wahyu menilai aksi terorisme saat ini berbeda dengan gerakan masif pada Orde Lama atau Orde Baru semisal pemberontakan DI/TII di Aceh, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan. 

"Artinya di Indonesia saat ini, terorisme (perlu) ditempatkan sebagai persoalan penegakan hukum yang ditangani kepolisian, bukan persoalan pemberontakan yang ditangani TNI," lanjutnya.

3. Beberapa catatan untuk tetap mengedepankan kepolisian dalam pemberantasan terorisme

Pelibatan TNI dalam Pemberantasan Terorisme Bau Orde BaruFoto ilustrasi. Seorang anggota Brimob Polda Jabar mengikuti pengamanan aksi blokir Jalan Nasional oleh buruh dalam rangka menolak UU Cipta Kerja di Cileunyi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (20/10/2020) (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)

Wahyu mengatakan, ada beberapa catatan untuk tetap mengedepankan kepolisian dalam pemberantasan terorisme. Pertama, setelah revisi UU Terorisme (2018) polisi sudah bisa bertindak sebelum kejadian (teror). Namun, sebelum revisi UU Terorisme, kepolisian baru bisa bertindak setelah ada kejadian.

"Itulah mengapa, dalam beberapa tahun terakhir ini banyak terjadi penangkapan anggota berbagai jaringan teroris di Indonesia. Yang artinya kita sudah menerapkan offensive counterterrorist operations, bukan lagi sekadar defensive security," ucap Wahyu.

Baca Juga: Rencana Perpres TNI Terorisme, Rezim Jokowi Dinilai Khianati Reformasi

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya