Polemik Pilkada Dipilih DPRD, Pilih Murah atau Kemunduran Demokrasi?

Pilkada langsung kini menjadi perdebatan

Jakarta, IDN Times - Wacana pemilihan kepala daerah (Pilkada) dipilih DPRD menjadi perdebatan di beberapa kalangan. Karena satu sisi dinilai sebagai kemunduran, di sisi lainnya dianggap lebih murah dan mudah dalam pengawasan. 

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi mengatakan sistem pilkada langsung dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 sebenarnya tidak dijelaskan dengan gamblang.

"Sebetulnya di dalam UUD 1945 tidak dikatakan kepala daerah harus dipilih secara langsung. Di sana hanya tertulis kalau kepala daerah dipilih secara demokratis," ujar Baidowi di Senayan, Jakarta, Selasa (19/11).

1. Pilkada dipilih DPRD dinilai lebih mudah diawasi dan murah

Polemik Pilkada Dipilih DPRD, Pilih Murah atau Kemunduran Demokrasi?(Ilustrasi pemilu) IDN Times/Imam Rosidin

Baidowi berpendapat pilkada melalui DPRD lebih mudah secara pengawasan dan lebih murah dari segi biaya. Dia mencontohkan mengawasi 45 anggota DPRD lebih mudah, dibandingkan mengawasi 600 ribu pemilih.

"Sebanyak 45 orang tinggal diawasi selama pendaftaran sampai pemilihan, tongkrongin saja. Tempatkan dua aparat hukum mengawal dia selama 24 jam," ujar dia seperti dikutip dari kantor berita Antara, Selasa (19/11).

2. Pilkada langsung dianggap menghamburkan uang negara

Polemik Pilkada Dipilih DPRD, Pilih Murah atau Kemunduran Demokrasi?(Ilustrasi pemilu) IDN Times/M Maulana

Baidowi mengatakan kembalinya pilkada ke sistem pemilihan DPRD bukan kemunduran. "Yang terpenting kesejahteraan rakyat tetap menjadi tujuan, sebagaimana tujuan dari demokrasi," kata dia.

Menurut Baidowi demokrasi hanya tata cara berpolitik untuk mencapai tujuan kesejahteraan rakyat. Namun, jika pilkada hanya menghamburkan uang negara, sebaiknya dievaluasi.

Orang yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah, kata dia, tentunya akan mengeluarkan uang dengan jumlah yang tidak sedikit.

"Mohon maaf, ya, gak mungkin orang bilang mencalonkan diri sebagai kepala daerah tidak mengeluarkan uang sedikit pun. Bohong itu," kata Baidowi.

Baca Juga: Ongkos Jadi Bupati Rp30 M, Tito: Pilkada Langsung Harus Dievaluasi 

3. Pilkada dipilih DPRD dianggap sebuah kemunduran

Polemik Pilkada Dipilih DPRD, Pilih Murah atau Kemunduran Demokrasi?(Ilustrasi) ANTARA FOTO/Reno Esnir

Berbeda dengan Baidowi, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustofa menganggap pilkada dengan dipilih anggota DPRD adalah langkah mundur. Sebab, pilkada langsung merupakan hasil evaluasi pelaksanaan pilkada yang berlaku pada Orde Baru.

"Evaluasi pilkada memang perlu. Akan tetapi bukan mengembalikan ke DPRD. Apalagi pilkada langsung ini makin lama makin berkualitas dalam pelaksanaannya," kata Saan.

Dia berpendapat pilkada langsung meningkatkan proses demokrasi, dan mampu melahirkan pemimpin daerah yang terbaik.

4. Pilkada dipilih DPRD tidak menjamin hilangnya politik uang

Polemik Pilkada Dipilih DPRD, Pilih Murah atau Kemunduran Demokrasi?(Ilustrasi) IDN Times/Imam Rosidin

Saan pun mempertanyakan jaminan pilkada dipilih DPRD bebas dari biaya tinggi dan money politic atau politik uang.

"Malah money politic nya ada di DPRD, karena sudah tahu jumlah dan anggota DPRD yang akan disasar. Kepala daerah dipilih DPRD tidak ada jaminan lebih murah,” kata dia.

Mantan politikus Partai Demokrat itu pun mencontohkan, jika syarat dukungan 20 persen anggota DPRD dari 80 anggota, maka cukup 16 anggota dewan. Maka 16 anggota inilah yang disasar politik uang.

5. Permasalahan yang dikhawatirkan terjadi pada pilkada langsung bisa diatasi dengan hukuman berat

Polemik Pilkada Dipilih DPRD, Pilih Murah atau Kemunduran Demokrasi?(Ilustrasi) ANTARA FOTO/Reno Esnir

Saan justru menyoroti beberapa masalah yang dikhawatirkan terjadi saat pilkada langsung. Misalnya, serangan fajar dan isu SARA. Hal ini bisa diatasi jika pelaku dijatuhi sanksi berat.

"Jika terbukti secara hukum, harus didiskualifikasi," kata politikus Partai Nasdem itu.

Menurut Saan, meski pelanggaran dilakukan atas nama tim sukses, sukarelawan, dan orang lain yang tidak dikenal, harus tetap dibatalkan pencalonannya. Dengan demikian pilkada langsung akan berjalan lebih berkualitas.

Baca Juga: ICW: Biaya Mahal Pilkada Akibat Jual Beli Pencalonan dan Politik Uang

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya