Walhi Desak Pembahasan RUU SDA Ditunda karena Alasan Ini

RUU belum tegas melarang privatisasi air

Jakarta, IDN Times - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendesak pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengolaan Sumber Daya Air (SDA) untuk ditunda. Manajer Kampanye Pangan, Air dan Ekosistem Esensial Walhi Wahyu A Perdana menilai RUU SDA terlalu tergesa-gesa dan minim keterlibatan publik.

"Penghujung akhir periode pemerintahan saat ini, terkesan tergesa-gesa mengejar ketertinggalan berbagai regulasi strategis. Sayangnya hal ini berdampak pada minimnya keterlibatan masukan dari publik, seperti yang terjadi pada RUU Pertanahan dan RUU Sumber Daya Air" ujar Wahyu dalam konferensi pers tentang RUU SDA di Kantor Walhi, Jakarta, Minggu (1/9).

Dalam konferensi pers tersebut ikut serta juga perwakilan dari YLBHI dan KRUHA. Berikut ini catatan atas RUU SDA yang dibahas pada acara tersebut.

1. Pengaturan RUU SDA masih sangat parsial dan memandang air sebagai komoditas

Walhi Desak Pembahasan RUU SDA Ditunda karena Alasan IniIDN Times/Irfan fathurohman

Perwakilan Koalisi Rakyat Untuk Hak atas Air (KRUHA) Sigit mengatakan, pengaturan RUU SDA masih sangat parsial dan memandang air sebagai komoditas.

"Pengaturan ekosistem yang berpengaruh pada ekosistem air juga belum disinggung menyeluruh, padahal putusan MK menegaskan bahwa air merupakan hak masyarakat dengan mempertimbangkan kelestarian lingkungan hidup," ujarnya.

Dalam acara tersebut, diusulkan agar RUU tersebut dikenalkan sebagai RUU Air. RUU Air dimaksud untuk mengatur pengelolaan secara komprehensif, tidak parsial dan memandang air dari segi komoditas dan pengusahaannya saja. 

2. RUU SDA harus selaras dengan UU 32 Tahun 2009

Walhi Desak Pembahasan RUU SDA Ditunda karena Alasan IniIDN Times/Aldzah Fatimah Aditya

Wakil Ketua Bidang Advokasi YLBHI Eva Purnamasari menjelaskan, RUU SDA harus selaras dengan UU 32 Tahun 2009. Pada UU tersebut dijelaskan tentang memberikan perlindungan bagi kualitas air. "Kualitas air menjadi prasyarat mutlak bagi penyediaan air yang baik dan sehat," ujarnya.

Eva mengatakan, keselarasan tersebut penting dilakukan dalam mekanisme pertanggungjawaban. Sehingga, asas kehati-hatian dan asas pencemar membayar harus menjadi bagian dari RUU ini.

Baca Juga: Anies Didesak Batalkan Reklamasi, Walhi: Itu Proyek Ilegal!

3. Penting untuk memasukkan poin biaya konservasi sebagai bagian afirmatif

Walhi Desak Pembahasan RUU SDA Ditunda karena Alasan IniIDN Times/Irfan fathurohman

Eva mengatakan, penting untuk tetap memasukkan poin biaya konservasi. Menurutnya, hal itu berguna sebagai bagian afirmatif untuk memastikan adanya tanggung jawab korporasi.

"Menyatukannya sebagai bagian dari Biaya Jasa Pengelolaan Sumberdaya Air (BJP-SDA), justru mengaburkan tanggung jawab korporasi," ujar Eva.

Eva menjelaskan, hal tersebut merujuk pada UU tentang Konservasi Tanah dan Air yang berbunyi ”Konservasi Tanah dan Air adalah upaya pelindungan, pemulihan peningkatan, dan pemeliharaan”.

"Pernyataan membandingkan biaya konservasi dengan kondisi keuangan perusahaan tidaklah tepat, mengingat dampak perubahan, ataupun kerusakan sebuah ekosistem air, tidak hanya akan diterima perusahaan, lebih jauh lagi dampak meluas akan diterima oleh masyarakat yang bergantung pada ekosistem air," tegas Eva.

4. RUU belum tegas melarang privatisasi air

Walhi Desak Pembahasan RUU SDA Ditunda karena Alasan IniIDN Times/Aldzah Fatimah Aditya

Eva menjelaskan, RUU yang ada belum tegas melarang privatisasi air. Menurutnya, tidak ada mandat evaluasi dan review perizinan terhadap pengusahaan air yang telah ada.

"Ini kan belum ada mandat evaluasi dan review perizinan ke pengusahaan air yang telah ada," ujar Eva.   

Baca Juga: WALHI: Mendahulukan Ekonomi daripada Lingkungan Hidup adalah Sesat

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya