YLBHI: Negara Menundukkan Hukum Adat di RKUHP

Aparat penegak hukum bisa sewenang-wenang

Jakarta, IDN Times - Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengatakan, pemberlakuan hukum adat dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) terlihat seperti pemerintah menundukkan hukum adat. Sebab hukum adat yang diakui jika hanya ada dalam peraturan daerah (Perda).

"Itu kan berarti seperti ini, hukum adat itu berlaku kalau kita (pemerintah) akui, itu kan menundukkan hukum adat oleh negara," ujar perempuan yang akrab disapa Asfin kepada IDN Times, Minggu (22/9).

Asfin mengatakan, pemerintah mendukung pluralisme hukum, tetapi pasal tersebut justru menundukkan hukum adat. "Jangan terkecoh, " ujar dia.

Baca Juga: Ini Pandangan MUI Soal Pasal Santet di dalam RKUHP

1. Pasal 2 Ayat 1 RKUHP dianggap bentuk kriminalisasi yang tidak jelas dari pemerintah kepada masyarakat

YLBHI: Negara Menundukkan Hukum Adat di RKUHPIDN Times/Sukma Shakti

Asfin mengatakan, Aliansi Nasional Reformasi KUHP menganggap Pasal 2 Ayat 1 RKUHP.

Pasal 2 (1) RKUHP berbunyi, "Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang ini."

Asfin menganggap pasal tersebut berbahaya, karena masyarakat tidak mengetahui pemidanaan apa yang akan didapatkan. "Karena tidak tertulis, publik ya gak bakal tahu, itu berbahaya sekali," ujar dia.

2. Pasal 598 RKUHP dinilai menimbulkan kesewenang-wenangan aparat penegak hukum

YLBHI: Negara Menundukkan Hukum Adat di RKUHP(Ilustrasi) IDN Times/Rochmanudin

Sementara, kata Asfin, Aliansi Nasional Reformasi KUHP berpendapat, Pasal 598 menimbulkan kesewenang-wenangan, karena aparat penegak hukum berpotensi mendefinisikan: “hukum yang hidup di masyarakat” berdasarkan penafsirannya sendiri, tanpa batasan yang jelas.

"Pasal tersebut mengandung penyimpangan asas legalitas dan kriminalisasi yang tidak jelas," ujar dia.

3. Hukum adat berlaku apabila diakui pemerintah

YLBHI: Negara Menundukkan Hukum Adat di RKUHPIDN Times/Arief Rahmat

Asfin menegaskan, pasal-pasal tersebut terkesan pemerintah memberikan ruang pada hukum adat, tetapi secara mendasar tidak begitu adanya.

"Ini penundukan hukum adat," kata dia.

Asfin menggarisbawahi hukum adat yang berlaku hanyalah hukum yang ada di Perda. "Jangan terkecoh, hukum dalam kehidupan masyarakat, maka hukum adat yang akan dijadikan dasar, itu hanya yang ada di dalam Perda, dan kemudian dikompilasi pemerintah," ujar dia.

Menurut Asfin, itu adalah gambaran tentang hukum adat yang berlaku di Indonesia yaitu yang diakui pemerintah. "Artinya hukum adat yang tidak masuk ke dalam Perda tidak berlaku dong, atau keberlakuannya lebih rendah dari yang ada di Perda," tutur dia.

Baca Juga: YLBHI: Pasal Gelandangan di RKUHP Adalah Bentuk Overkriminalisasi

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya