Perusahaan Wajib Berkontribusi pada Kesehatan Mental Karyawan

Menghindari disengagement para pekerja

Jakarta, IDN Times - Dalam dunia kerja, seorang karyawan akan dihadapkan pada banyak kesibukan setiap harinya. Mulai dari pekerjaan sehari-hari, proyek khusus, menjaga relasi dengan rekan kerja, dan masih banyak lagi. Segala sesuatunya tidak selalu berjalan mulus, apalagi bila ada “drama” di luar pekerjaan. Wah, tentu hal ini dapat mempengaruhi produktivitas dan, lebih jauh lagi, kesehatan mental karyawan.

Untuk menciptakan tempat kerja yang sehat, IDN Media, perusahaan media platform untuk Millennial & Gen Z di Indonesia, berupaya untuk selalu menjaga nilai dan budaya kerja yang positif. Terlebih lagi, dengan semakin meningkatnya kesadaran untuk menjaga kesehatan mental, termasuk di lingkungan kerja. Untuk mendukung hal ini, IDN Media pun membentuk mental health program untuk Timmy di IDN Media. Hoshael Waluyo Erlan, atau yang lebih akrab disapa Hosha, adalah Mental Health Counselor yang secara khusus ditunjuk untuk menjalankan program tersebut. Pada kesempatan ini, Hosha menjelaskan peran penting perusahaan dalam menjaga kesehatan mental karyawannya dan mengungkapkan kasus kesehatan mental yang paling sering ditemukan di tempat kerja.

1. Isu kesehatan mental di tempat kerja

Perusahaan Wajib Berkontribusi pada Kesehatan Mental KaryawanHoshael Waluyo Erlan (Dok. IDN Media/Herka Pangaribowo)

Menurut Hosha, kecemasan dan depresi adalah dua kasus kesehatan mental yang paling sering ditemui di tempat kerja. Keduanya memang merupakan fenomena global yang seringkali dialami oleh mereka yang berada dalam usia produktif. “Tentunya, hal ini dipengaruhi oleh kombinasi dari banyak hal, ya. Mulai dari tekanan hidup yang dialami masyarakat modern, perubahan-perubahan yang menuntut kita menjadi manusia yang lebih cepat, lebih handal, lebih sukses, tekanan dari tempat kerja, serta terkadang ada faktor kepribadian yang membuat kita lebih rawan untuk mengalami permasalahan kesehatan mental ini. Ditambah dengan masih adanya kemungkinan gagal untuk memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut,” terangnya.

2. Peran tempat kerja dalam menjaga kesehatan mental karyawan

Perusahaan Wajib Berkontribusi pada Kesehatan Mental KaryawanIlustrasi meeting, Timmy Jakarta (Dok. IDN Media/Herka Pangaribowo)

Baca Juga: IDN Media Punya Mental Health Counselor Khusus Timmy! 

Kita menghabiskan sebagian besar waktu kita untuk bekerja. Tentunya, hal tersebut sedikit banyak akan memengaruhi kondisi kesehatan mental kita. Hosha menjelaskan, “Adalah penting untuk memahami setiap periode dalam hidup kita. Kita menjalani peranan secara simultan─sebagai pekerja, sebagai individu profesional. Di lain sisi, kita juga berperan sebagai kakak, adik, suami, pasangan, saudara. Semua peran ini pun harus dijalani dengan optimal untuk menjaga keseimbangan hidup kita.”

Oleh karenanya, tempat kerja seharusnya juga berkontribusi secara aktif untuk menjaga kesehatan mental karyawan. “Bila dilihat dari sisi perusahaan, menemukan cara dan waktu untuk mendukung kesehatan mental para pekerjanya bukan sekadar tanggung jawab moral, tetapi juga keputusan bisnis yang tepat dan smart. Apabila kesehatan mental diabaikan, hal ini bisa saja mengakibatkan disengagement bagi para pekerja, tingkat absensi yang semakin tinggi, meningkatnya kesalahan yang dibuat, di mana hal-hal ini malah justru akan mencederai produktivitas dan berjalannya bisnis secara keseluruhan,” ia mengungkapkan.

3. Menjalankan open door policy

Perusahaan Wajib Berkontribusi pada Kesehatan Mental KaryawanTimmy menjalankan syuting untuk video Yummy (Dok. IDN Media/Herka Pangaribowo)

Untuk mendukung kesehatan mental karyawan di tempat kerja, Hosha menyebutkan beberapa hal fundamental. Sebagai langkah pertama, perusahaan dapat menjalankan open door policy di mana pekerja dapat membicarakan tentang isu kesehatan mental secara terbuka. Kata Hosha, “Iklim komunikasi yang aman terkait isu kesehatan mental tentu membuka jalur komunikasi yang jelas bagi tiap pekerja, terutama saat mereka hendak meminta bantuan atau dukungan terkait kesehatan mental mereka. Dengan demikian, mereka pun akan merasa aman dan nyaman bercerita, tanpa harus merasa dihakimi atau direndahkan.”

Banyak pekerja yang masih merasa malu atau takut. Mereka khawatir apabila isu kesehatan mental mereka diinterpretasikan sebagai tanda kelemahan, sehingga mereka pun enggan terbuka. “Oleh sebab itu, perusahaan perlu menyatakan keterbukaannya terhadap dialog tentang kesehatan mental. Membantu dan mengakomodir kebutuhan para pekerjanya di aspek kesehatan mental juga dapat mendorong respons yang positif,” terang Hosha.

Langkah selanjutnya adalah memastikan bahwa para pimpinan dan pemangku kepentingan mendapatkan edukasi yang memadai tentang isu-isu kesehatan mental. Mulai dari tanda-tanda yang muncul, serta keterampilan dasar untuk membicarakannya dengan individu-individu yang secara reguler berinteraksi dengan mereka. Hal ini akan meningkatkan kenyamanan dan keterbukaan para pekerja terhadap atasan mereka, sehingga mereka pun dapat lebih cepat mengakses layanan bantuan atau dukungan yang mereka butuhkan.

Masalah kesehatan mental bukanlah hal yang tabu untuk dibicarakan dan tidak membuat kita menjadi lemah. Didiklah diri kita sendiri dan lingkungan sekitar kita agar lebih aware dengan isu ini dan bersama-sama mencari solusinya. Sama seperti kebugaran jasmani, kebugaran mental juga penting untuk diperhatikan dan dijaga.

Topik:

  • Amelia Rosary

Berita Terkini Lainnya