Relawan Ikut Sukseskan Gerakan Indonesia PASTI BISA

Ada pula relawan untuk aspek non-laboratorium

Jakarta, IDN Times - Satuan khusus Task Force Riset dan Inovasi Teknologi untuk Penanganan COVID-19 (TFRIC19) yang dibentuk Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sedang mempersiapkan produksi 100.000 test-kit qRT-PCR lokal. Akan didistribusikan ke rumah sakit episentrum COVID-19 di seluruh Indonesia, East Ventures, perusahaan modal ventura asal Indonesia, kemudian memprakarsai sebuah gerakan galang dana bertajuk Indonesia PASTI BISA guna mendukung riset dan inovasi ini. Selain itu, East Ventures juga menerima uluran tangan berupa relawan analis laboratorium biosafety level 2 dan 3.

Lalu, apakah yang dimaksud dengan biosafety level 2 dan 3 dan apa saja peran relawan untuk membantu satuan khusus Indonesia PASTI BISA?

1. Biosafety level pada umumnya

Relawan Ikut Sukseskan Gerakan Indonesia PASTI BISADok. i3L

Biosafety level adalah kombinasi antara praktek dan prosedur penggunaan fasilitas laboratorium ketika sedang meneliti agen patogen menular yang berbahaya. Oleh karenanya, biosafety mutlak diterapkan dalam setiap kegiatan laboratorium yang meneliti penyakit menular, termasuk penyakit COVID-19 yang disebabkan Virus Corona SARS-CoV-2. Istilah biosafety level ini juga digunakan untuk menjelaskan metode yang aman dalam menangani dan mengelola bahan-bahan infeksius di laboratorium.

Intinya, prinsip-prinsip biosafety meliputi dasar-dasar praktek dan teknik laboratorium yang benar, peralatan keselamatan, fasilitas yang melindungi pekerja laboratorium, lingkungan, dan masyarakat dari terpaparnya mikroorganisme menular.

2. Biosafety level 2 dan 3 (BSL-2 dan BSL-3)

Relawan Ikut Sukseskan Gerakan Indonesia PASTI BISAunsplash.com

BSL-2 merupakan laboratorium yang digunakan saat meneliti agen patogen yang berpotensi cukup membahayakan. Oleh sebab itu, akses pada laboratorium ini dibatasi, setiap personil harus dilatih dengan kompetensi spesifik, dan seorang ahli juga akan dihadirkan untuk membimbing. Telah ditetapkan oleh WHO bahwa BSL-2 ini merupakan standar minimal laboratorium yang dapat digunakan untuk meneliti swab. Meski sudah mampu meneliti swab, kapasitas BSL-2 masih terbatas.

BSL-3 adalah laboratorium untuk menguji agen patogen menular yang berpotensi membahayakan atau bahkan mematikan, mengingat paparan agen penyakit menular berbahaya bisa menginfeksi hanya melalui hirupan udara. Untuk itu, tingkat pengamanan BSL-3 pun sudah sangat tinggi. Mulai dari peneliti yang memakai Alat Pelindung Diri (APD), hingga tekanan ruangan yang harus negatif agar virus maupun kuman tidak mengalir keluar. Pada 4 April 2020 lalu, Kepala LBM Eijkman, Prof. Amin Soebandri, menyatakan, “Virus Corona adalah virus RNA. Melakukan ekstraksi RNA pada suatu jenis virus yang menyebabkan pandemi tentu adalah suatu prosedur yang riskan. Oleh karenanya, penelitian seperti ini harus dilakukan di BSL-3, atau minimal BSL-2, namun wajib dengan prosedur yang sangat ketat.”

3. Relawan yang dipilih untuk NUSANTARA Indonesia PASTI BISA

Relawan Ikut Sukseskan Gerakan Indonesia PASTI BISADok. Nusantics

Untuk memperkuat kredibilitas test-kit bertipe qRT-PCR lokal ini, dalam keterangannya, Fara Rangkuti selaku Kepala Bioinformatika dan Data Science Nusantics, menambahkan bahwa personil yang dipilih untuk mengelola baik aspek laboratorium maupun non-laboratorium adalah mereka yang memang telah berpengalaman di bidangnya.

“Koordinator bagian mapping laboratorium, misalnya, adalah Qudratun, CEO dari Labq.id yang memang aktif menghubungkan para peneliti dan akademisi dengan banyak laboratorium di seluruh Indonesia. Lalu, koordinator cold chain partners adalah Johann Tirtha, seorang entrepreneur yang berpengalaman dalam bidang logistik. Koordinator data platform dipegang oleh Rizki Mardian, seorang ahli di bidang data dan pernah bekerja sebagai postdoctoral di MIT (Broad Institute). Sedangkan koordinator alat laboratorium ialah Ihsan Pramanda, seorang dosen dan peneliti di lab i3L.”

Topik:

  • Amelia Rosary

Berita Terkini Lainnya