Transit Oriented Development, Paradigma Baru Pembangunan Kota Jakarta

Ada 5 TOD yang sudah dikembangkan oleh MRT Jakarta

Jakarta, IDN Times - Jakarta sebagai pusat perekonomian dan pemerintahan di Indonesia terus berkembang pesat. Sebagai jantung ekonomi, transportasi merupakan pendukung di hampir semua lapangan usaha.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS) DKI Jakarta jumlah kendaraan bemotor di Jakarta terus meningkat secara signifikan. Pada tahun 2022, mobil penumpang tercatat lebih dari 3,7 juta. Jumlah ini naik dari tahun 2021 yang mencapai 3,5 juta dan 3,3 juta pada tahun 2020.

Sementara untuk sepeda motor mencapai lebih dari 17,3 juta. Jumlah ini meningkat dari 16,7 juta pada tahun 2021 dan 16,1 juta pada tahun 2020.  Dengan jumlah tersebut, maka tidak ayal kemacetan di ibu kota akan semakin parah.

Seiring dengan tingkat kemacetan yang cukup tinggi, Jakarta terus berbenah mengubah paradigma pembangunannya.

Pembangunan di Jakarta pelan-pelan beralih dari yang sebelumnya car oriented development (COD) menuju transport oriented development (TOD).

Kepala Departemen TOD Planning and Development PT MRT Jakarta, Sagita Devi mengatakan pergantian moda transportasi sangat penting untuk dilakukan.

Devi mengatakan emisi karbon yang dihasilkan melalui sektor transportasi diperkirakan mencapai 25.000 ton per tahun atau setara 43 persen. Sementara itu, 80 persen polusi udara di Jakarta disumbang dari kendaraan pribadi.

Selain itu, sebanyak Rp100 triliun hilang karena kemacetan lalu lintas. Lebih parahnya lagi, warga Jabodetabek harus menghabiskan waktunya empat jam di perjalanan setiap hari.

“Ada kerugian Rp100 triliun rupiah yang hilang akibat dari kemacetan lalu lintas,” ujar dia, di Taman Literasi Tiahahu, Jakarta Selatan, Jumat (24/3/2023).

1. Membangun kawasan inklusif melalui TOD

Transit Oriented Development, Paradigma Baru Pembangunan Kota JakartaKepala Departemen TOD Planning and Development PT MRT Jakarta, Sagita Devi saat memaparkan konsep TOD di sejumlah kawasan Jakarta. (IDN Times/Amir Faisol)

Devi mengatakan berdasarkan peraturan daerah (perda) nomor 9 Tahun 2018, PT. MRT Jakarta mendapatkan tiga mandat untuk ikut berkontribusi dalam pembangunan di Jakarta.

Ketiga mandat tersebut di antaranya adalah membangun sarana dan prasarana, melakukan operasional dan maintanance sarana dan prasarana tersebut serta mengembangkan bisnis melalui pengembangan area transit oriented development (TOD) di sekitar kawasan stasiun MRT.

TOD adalah pendekatan pembangunan inklusif yang bersifat ramah lingkungan karena memadukan fungsi transi dan ruang publik dengan manusia di satu kawasan tertentu.

Pendekatan pembangunannya juga tidak lagi menggunakan kendaraan pribadi melainkan untuk orientasi berjalan kaki sehingga tercipta konektivitas tanpa batas.

Yang paling penting, bagaimana konsep integrasi fisik antarmoda transportasi publik bisa tercipta dengan baik dan nyaman.

Devi mengatakan MRT Jakarta melakukan suatu perencanaan pembangunan pada radius 300-700 meter dari titik stasiun.

Perencanaan yang dilakukan mulai dari perencanaan konektivitas, ruang publik, area publik, area transit, pedestrian, area UMKM hingga area titik penjemputan transportasi daring.

Semua unsur itu dibuat dalam satu perencanaan antar kawasan yang nantinya dilegalkan dalam bentuk peraturan gubernur (pergub).

“Kita sebagai pengelola kawasan akan membuat sebuat panduan rancang kota,” ucap dia.

Devi mengatakan saat ini sudah ada lima kawasan TOD di yang sudah disahkan di dalam pergub.

Pertama, TOD kawasan Blok M-Sisimangaraja. Kedua TOD Kawasan Fatmawati. Ketiga, Kawasan Lebak Bulus. Keempat Kawasan Dukuh Atas, dan Kelima Kawasan Istora Senayan.

“Sementara untuk TOD Kawasan Bundaran HI saat ini tinggal menunggu disahkan pergubnya,” ujar dia.

Baca Juga: Nilai Investasi TOD MRT Jakarta Rp1,5 Triliun, Kawasan Terdongkrak!

2. Menciptakan nilai tambah baru bagi kawasan

Transit Oriented Development, Paradigma Baru Pembangunan Kota JakartaGubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menghadiri inisiasi PT MRT Jakarta (Perseroda) dalam menyambut hunian di Kawasan Transit Oriented Development (TOD), Jumat (19/8/2022).

Devi meyakini kawasan TOD sangat mampu meningkatkan nilai tambah. Akibat pembangunan MRT Jakarta fase 1, rata-rata peningkatan nilai lahan meningkat sebesar 5,1 persen.

Setidaknya sudah ada empat proyek infrastruktur di kawasan MRT yang sudah beroperasi, di antaranya Simpang Temu Lebak Bulus, Taman Literasi Martha Christina Tiahahu, Transit HUB Point Square, dan penyediaan hunian di kawasan dukuh atas.

Kemudian ada juga 11 pembangunan infrastruktur yang masih berjalan di tahun 2023 ini dengan carry over dari tahun 2022.

Salah satu contoh adalah simpang temu dukuh atas yang progres pembangunannya sudah mencapai 65 persen. Kawasan ini nantinya akan meningkatkan konektivitas antaramoda transportasi mulai dari Kereta Rel Listril (KRL),  LRT Jabidebek, dan Transjakarta.

“Kita mendorong adanya interkoneksi layang maupun bawah tanah,” ujar dia.

Di tahun 2022 lalu, total nilai investasi proyek infrastruktur di kawasan TOD MRT Jakarta mencapai Rp1,5 triliun.

Menurut Devi, untuk fase 1 dan fase 2 diperkirakan nilai investasi akan terus meningkat hingga Rp62,1 triliun yang diperoleh dari penerimaan Land Value Capture selama 2023 hingga 2069.

“Sebetulnya kawasan TOD itu menciptakan nilai tambah baru bagi kawasan, dengan adanya infrastruktur MRT bisa timbulkan peningkatan nilai tambah baru di sepanjang jalur MRT,” jelasnya.

Karena itu, hal ini harus ditangkap dengan baik oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta maupun pihak pengembang sehingga tercipta kawasan mandiri dan berkelanjutan.   

3. Tantangan pembangunan TOD

Transit Oriented Development, Paradigma Baru Pembangunan Kota JakartaANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Kendati demikian, Devi mengatakan  pembangunan TOD ini masih menghadapi sejumlah tantangan.

Hal itu, karena TOD merupakan basis pembangunan yang tergolong baru di Indonesia sehingga masih membutuhkan sejumlah regulasi.

Selain itu, penerimaan dari masyarakat dan pihak pengembang juga menjadi tantangan tersendiri yang dihadapi.

Belum lagi, karena MRT Jakarta tidak memiliki lahan maka pihaknya harus melakukan pendekatan secara persuasif dan pengenalan konsep bisnis kepada para pemilik lahan di sekitar kawasan stasiun.

“Dulu tantangannya sosialisasi konsepnya itu sendiri supaya ke depannya TOD bisa diterima masyarakat,” pungkasnya.

Baca Juga: Prioritaskan Pejalan Kaki, Pemprov DKI Jakarta Kembangkan TOD

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya