TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

8 Tuntutan Perempuan Indonesia dalam Women’s March Jakarta 2018

Yuk ambil bagian dalam acara ini

IDN Times/Margith Juita Damanik

Jakarta, IDN Times  - Women’s March Jakarta 2018 akan hadir kembali pada Sabtu (3/3) mendatang. Kegiatan ini akan diikuti oleh ribuan masyarakat yang peduli dan ingin membantu menyuarakan tuntutan dan suara perempuan agar terpenuhi segala hak-haknya.

Tidak hanya diikuti oleh perempuan, acara yang terbuka untuk umum ini juga akan membantu menyuarakan tuntutan dan aspirasi kaum-kaum marginal yang kerap tertutup suaranya agar juga dapat didengar dan dipenuhi segala hak-haknya.

Pada tahun 2017 terdapat hampir 260.000 kasus kekerasan terhadap perempuan dan dilaporkan. Menurut catatan tahunan dari Komnas Perempuan, terdapat 173 perempuan yang dibunuh di Indonesia pada tahun 2017, dengan 95 persen di antaranya dibunuh oleh laki-laki.

Angka ini lantas memicu keresahan sendiri dari berbagai lembaga dan organisasi serta gerakan masyarakat. Dalam momentum International Women’s Day yang akan dirayakan pada bulan maret, banyak lapisan masyarakat akhirnya berani buka suara, menyuarakan segala tuntutannya.

Dalam acara Women’s March Jakarta 2018 mendatang akan disuarakan setidaknya 8 tuntutan perempuan. Hal ini dilakukan bukan untuk memanas-manasi suasana sosial di Indonesia namun untuk menyadarkan masyarakat luas dan pemerintah bahwa perempuan Indonesia juga punya suara yang layak didengar dan diperhitungkan aspirasinya.

Baca juga: 7 Perempuan Inspiratif yang Sering Berbagi Kisahnya Lewat Media Sosial

1. Tuntutan menghapus kebijakan yang diskriminatif

IDN Times/Margith Juita Damanik

“Menuntut pemerintah terutama DPR untuk menghapus hukum dan kebijakan yang diskriminatif yang melanggengkan kekerasan terhadap perempuan, anak, masyarakat adat, kelompok penghayat kepercayaan, kelompok difabel, kelompok dengan ragam orientasi seksual, identitas dan ekpresi gender, serta karakteristik seks. Termasuk di antaranya menghapus ketentuan perkawinan anak dalam UU Perkawinan, kriminalisasi dalam bab kesusilaan RKUHP, dan perda-perda yang diskrimintaif.” demikian bunyi tuntutan pertama.

Hal yang menjadi fokus utama dalam tuntutan ini khususnya merupakan tentang RKUHP yang dinilai dengan mudah banyak mengkriminalisasi orang lain. “Pembahasan kembali RKUHP tidak hanya soal kriminalisasi atau persekusi, namun juga agar melihat bahwa ada tujuh persoalan lain yang justru menyerang perempuan,” kata Naila Rizqi Zakiah, selaku Wakil Ketua dari Women’s March Jakarta 2018. Naila menilai jika RKUHP ditetapkan akan banyak hal yang menyerang perempuan. Salah satunya mengenai kemiskinan perempuan yang masih langgeng dan memicu peningkatan kekerasan terhadap perempuan.

2. Tuntutan untuk pengesahan berbagai hukum dan kebijakan

IDN Times/Margith Juita Damanik

“Mendukung pemerintah dan DPR untuk mengesahkan hukum dan kebijakan yang melindungi perempuan, anak, masyarakat adat, kelompok difabel, kelompok minoritas gender dan seksual dari diskriminasi dan kekerasan berbasis gender. Termasuk di antaranya mengesahkan RUU penghapusan Kekerasan Seksual dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.” Begitu bunyi tuntutan kedua.

“Kita mendorong DPR dan pemerintah untuk mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual,” kata Naila. “Pembahasan RUU Penghapusan kekerasan seksual yang dilakukan komisi 8 DPR sudah mulai diusik oleh kelompok-kelompok yang menginginkan adanya perubahan-perubahan dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual,” kata Naila lagi.

Menurutnya kelompok-kelompok ini menginginkan bahwa hubungan seksual di luar perkawinan dikategorikan sebagai kekerasan seksual. “Kita perlu sama-sama mengawal RUU Penghapusan Kekerasan Seksual agar keluarnya sesuai dengan tujuan awalnya, yaitu berorientasi pada korban, melindungi korban,” kata Naila.

3. Tuntutan untuk menjamin dan menyediakan akses keadilan dan pemulihan bagi korban kekerasan

IDN Times/Margith Juita Damanik

“Menuntut pemerintah dan aparat hukum terkait untuk menjamin dan menyediakan akses keadlian dan pemulihan bagi korban kekerasan berbasis gender dengan mendorong penegakan Perma nomor 03 tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum, menyediakan layanan visum gratis, serta layanan psikososial bagi korban kekerasan berbasis gender,” demikian isi tuntutan ketiga.

Salah satu kabar baik yang sudah diterima adalah adanya Putusan MA yang sudah dikeluarkan yang mengakomodir kebutuhan korban kekerasan, terutama perempuan. “Kami mendorong institusi-institusi lain untuk mendorong kebijakan yang serupa,” kata Naila.

4. Menghentikan intervensi negara terhadap tubuh 

IDN Times/Margith Juita Damanik

“Menuntut pemerintah terutama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Hukum & HAM, juga Kementerian Kesehatan untuk menghentikan intervensi negara dan masyarakat terhadap tubuh dan seksualitas warga negara, termasuk salah satunya terkait sunat perempuan,” begitulah isi tuntutan keempat.

Negara perlu mengambil sikap yang tegas terhadap hal ini. Isu sunat perempuan sempat menjadi bahasan hangat di tengah masyarakat. Butuh regulasi atau aturan yang jelas mengenai hal ini.

5. Tuntutan penghapusan stigma dan diskriminasi berbasis gender

IDN Times/Margith Juita Damanik

“Menuntut pemerintah menghapus dan menghentikan stigma dan diskriminasi berbasis gender, seksualitas dan status kesehatan, salah satunya tentang kesehatan orang dengan HIV/AIDS. Serta memberikan jaminan pemenuhan hak atas kesehatan seksual dan reproduksi serta kesehatan jiwa yang adil dan setara,” demikianlah bunyi tuntutan kelima mereka.

Menghapus stigma dan diskriminasi terhadap perempuan positif, atau orang dengan HIV/AIDS maupun orang-orang gangguan jiwa juga hal penting dan genting untuk dipenuhi dan dilakukan. Karena saat ini diskriminasi terhadap golongan itu sangat marak terjadi. Beberapa berita hoax terkait kelompok marginal tersebut juga menyebar luas dan membuat stigma negatif atas kelompok ini semakin kencang terdengar.

6. Tuntutan menghapus praktik dan budaya kekerasan berbasis gender

IDN Times/Margith Juita Damanik

“Menuntut pemerintah menghapus praktik dan budaya kekerasan berbasis gender di lingkungan hukum, kesehatan, lingkungan hidup, pendidikan, dan pekerjaan melalui proggram pendidikan dan pencegahan kekerasan berbasis gender,” bunyi tuntutan keenam.

Praktik dan budaya kekerasan berbasis gender juga nyatanya terjadi di wilayah lingkungan hidup. “Terjadi terutama di areal-areal pertambangan. Pertambangan emas, pertambangan semen, kemudian areal lingkungan hidup yang digunakan yang digunakan sebagai industri,” kata Naila. Menurut catatan, perlawanan-perlawanan dari perempuan sudah mulai dilakukan. Salah satunya adalah kelompok ibu-ibu Kendeng.

“Kekerasan terhadap perempuan tidak melulu soal persekusi, kekerasan, pemerkosaan, tapi perlu disadari perusakan terhadap lingkungan itu akan berdampak kepada perempuan juga,” kata Naila menjelaskan.

7. Mengajak masyarakat untuk tidak melakukan praktik kekerasan

IDN Times/Margith Juita Damanik

“Mengajak masyarakat berpartisipasi aktif menghapus praktik dan budaya kekerasan berbasis gender di lingkungan hukum, kesehatan, lingkungan hidup, dan pekerjaan,” bunyi tuntutan ketujuh yang lebih mengarah untuk mengajak masyarakat lebih peduli dan aktif berpartisipasi.

Berbeda dengan enam tuntutan sebelumnya yang ditujukan kepada pemerintah dan menuntut pemerintah untuk memenuhinya, tuntutan ketujuh lebih bersifat ajakan dan dorongan agar maysarakat umum juga berperan aktif dalam menghapus praktik dan budaya kekerasan berbasis gender. Hal ini dilakukan menyadari gerakan masyarakat tentu akan juga membantu mendorong pemerintah untuk bekerja lebih cepat dan tegas dalam mengambil dan menentukan suatu keputusan.

Baca juga: Kisah Seru Asih, Perempuan Pemadam Kebakaran yang Fobia Air

 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya