Mengungkap Sejarah Polwan yang Bermula dari Perempuan Minang

Selamat HUT ke-73 Polisi Wanita!

Jakarta, IDN Times - Hari ini menjadi peringatan ke-73 Hari Polisi Wanita (Polwan). Menarik untuk mengungkap sejarah di balik terbentuknya polwan.

Enam gadis remaja asal Minang, Sumatra Barat, menjadi awal mula lahirnya polwan pada 1 September 1948. Mereka mengikuti Pendidikan Insptektur Polisi di SPN Bukittinggi dan menjadi ABRI perempuan pertama.

Yuk simak kisah terbentuknya polwan seperti dinukil dari buku Polisi Wanita Dalam Lintasan Sejarah Polri.

Baca Juga: 8 Gaya Busana Briptu Hikma, Polwan Berhijab Pasukan Perdamaian PBB

1. Enam remaja perempuan asal Minang menjadi pencetus lahirnya polwan

Mengungkap Sejarah Polwan yang Bermula dari Perempuan MinangIDN Times/Miftahul Ilmi

Bermula dari peristiwa Agresi II hingga  terjadi pengungsian besar-besaran kaum perempuan dari semenanjung Malaya. Mereka menolak diperiksa dan digeledah secara fisik oleh kaum pria. 

Dari peristiwa ini, pemerintah Indonesia menunjuk Sekolah Polisi Negara (SPN) untuk membuka Pendidikan Inspektur Polisi bagi kaum perempuan. Melalui proses seleksi, terpilihlah enam remaja perempuan asal negeri Minang, untuk mengikuti pendidikan tersebut. Mereka bernama Mariana Saanin, Nelly Pauna, Rosmalina, Dahniar, Djasmainar, dan Rosnalia.

Kasus kejahatan pada perempuan, kenakalan anak-anak dan remaja, hingga kasus serta perkelahian antar-pelajar yang meningkat, membuat Korps Polisi Wanita lebih berperan dalam eksistensinya pada Polri.

2. Enam polwan merasa terhormat mendapatkan seragam polisi

Mengungkap Sejarah Polwan yang Bermula dari Perempuan MinangIlustrasi Polwan/ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar

Keenam perempuan pelopor polwan tersebut merasa bangga ketika menerima pakaian seragam polisi. Hal tersebut diungkapkan Rosmalina dalam catatan pribadinya seperti dinukil dari buku Polisi Wanita Dalam Lintasan Sejarah Polri.

"1948: Begitu Pelopor Polisi Wanita yang berenam mendapat pakaian seragam polisi, terdengarlah ucapan sebagai berikut: Wah, gagahnya wanita-wanita itu. Lihat itu wanita-wanita opas. Itu mereka wanita-wanita penangkap pencuri-pencuri ayam dan lain-lain. Tapi ini segera berakhir dengan peralihan zaman ke zaman revolusi. Hampir semua pemuda pemudi Sumatera Barat bertekad ingin berjuang mempertahankan kemerdekaan Negara Republiknya," tulis buku itu. 

Ketika keenam wanita memakai baju seragam polisi, banyak yang terkejut dan menaruh rasa hormat. Keenam remaja asal Minang itu pun begitu bangga.

3. Polri kesulitan memeriksa badan pelaku kejahatan perempuan

Mengungkap Sejarah Polwan yang Bermula dari Perempuan MinangAntara/ Irwansyah Putra

Tahun pertama setelah kemerdekaan, masa yang sulit bagi Indonesia. Sebagian besar rakyat yang tidak berpendidikan menjadi masalah bagi negara yang baru merdeka. 

Meskipun merdeka, kejahatan tetap merajalela. Ketika melakukan pemeriksaan terhadap saksi, tersangka, dan korban, polisi sering kali kesulitan mengontrol sikap dan perilaku dirinya. Alasannya, sikap dan perilaku mereka masih serupa dengan polisi era penjajahan. 

Kesulitan lain yang dialami Polri, ketika polisi diterjunkan untuk memeriksa tersangka atau saksi perempuan pada tahap pemeriksaan badan. Sering kali polisi pria meminta bantuan kepada istri mereka untuk melaksanakan tugas tersebut. 

Pada 1948, direncanakan lah mendirikan pendidikan polisi wanita pada setiap keresidenan di seluruh wilayah Indonesia. Setiap keresidenan diberi kesempatan mengirimkan dua calon polisi wanita.

4. Istri Kapolri menjadi ibu asuh polisi wanita

Mengungkap Sejarah Polwan yang Bermula dari Perempuan MinangIDN Times/Arifin Al Alamudi

Pada saat perang kemerdekaan, para istri polisi mengabdikan diri pada nusa dan bangsa. HL Soekarno berinisiatif membentuk organisasi istri-istri polisi, yang diberi nama "Bhayangkari" yang terbentuk pada 17 Agustus 1949.

Mereka yang terlibat organisasi Bhayangkari sangat berperan penting dalam perkembangan polwan. Jawatan Kepolisian Negara mengirimkan tiga anggota Bhayangkari ke Amerika Serikat untuk mempelajari tugas polisi wanita. Mereka adalah istri dari Soeyono, Harsoyo, dan Waluyo Soegondo yang mengusulkan pembukaan kembali pendidikan khusus polisi wanita. 

Atas kerja keras yang dilakukan, pada 1 Februari 1959 dibuka penerimaan 42 Brigadir Polwan dan pada 1961 penerimaan Taruni. Sejak Orde Baru, istri Kapolri menjadi ketua Bhayangkari dan istri Kapolda menjadi ketua Bhayangkari daerah. Hingga kini, ketua Bhayangkari dijadikan sebagai Ibu Asuh Polwan. 

5. Polisi wanita pada era reformasi

Mengungkap Sejarah Polwan yang Bermula dari Perempuan MinangIDN Times/Andra Adyatama

Pada era Orde Baru, kiprah polwan memang dipandang sebelah mata. Banyak pertanyaan mengenai kemampuan polwan yang berperan maksimal di kepolisian. Sering kali perempuan diremehkan karena tidak mudah menjalankan tugas yang memiliki tanggung jawab besar. Selain itu, menjadi seorang polwan juga dekat dengan berbagai risiko. 

Kini, polwan mulai dipandang memiliki peran penting di Polri. Mereka dipasang sebagai garda terdepan bagi pemulihan dan perbaikan citra Polri yang kurang baik pada masa lalu. Memang sulit menempatkan polwan pada posisi tertentu, dan peran mereka masih minim serta terbatas dalam bidang-bidang tertentu.

Pada era reformasi, banyak petinggi kepolisian dari polisi wanita. Hal ini membuktikan polwan juga mempunyai potensi besar melakukan hal yang dikerjakan Polri. 

Baca Juga: Si Penyelamat Bunuh Diri Hingga Capim KPK, Ini 5 Polwan Berprestasi

Topik:

  • Rochmanudin
  • Dwi Agustiar
  • Eddy Rusmanto

Berita Terkini Lainnya