Jenderal Hoegeng, Kapolri Antisuap Yang Ogah Pakai Fasilitas Negara

Jenderal Hoegeng pencetus penggunaan helm di Indonesia

Jakarta, IDN Times - Bulan ini adalah kelahiran tokoh legendaris di Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Jenderal Hoegeng Iman Santoso. Dia lahir di Pekalongan, 14 Oktober 1921, yang dikenal karena kejujuran, ketegasan, dan juga kebersahajaannya.

Kapolri ke-5 yang dilantik pada 1 Mei 1968 ini menjadi panutan tak hanya bagi anggoa Polri, tapi juga bagi aparat penegak hukum lainnya. Integritasnya yang kuat membuatnya disegani sekaligus diteladani.

Berikut fakta-fakta di balik Jenderal Hoegeng yang dikutip dari Ensiklopedi Kapolri Jenderal Polisi Drs Hoegeng Iman Santoso. Yuk, simak kisahnya. 

Baca Juga: Jenderal Hoegeng Tak Sudi Sepemakaman dengan Koruptor di Kalibata

1. Hoegeng berasal dari keluarga ningrat namun gaya hidupnya sederhana

Jenderal Hoegeng, Kapolri Antisuap Yang Ogah Pakai Fasilitas NegaraFoto repro Ensklopedi Kapolri Jenderal Polisi Drs. Hoegeng Iman Santoso. (IDN Times/Anabel Yevina Mulyadi Wahyu)

Ayah Hoegeng bernama Soekarjo Kario Hatmodjo adalah seorang pegawai negeri Pemerintah Hindia Belanda. Ayahnya memulai karier sebagai Jaksa di Lendraad (artinya Pengadilan Negeri dalam bahasa Belanda) Pekalongan. Sedangkan Ibu Hoegeng bernama Oemi Kalsoem yang merupakan keturunan ningrat Mataram Kanjeng Ario Poerbo Mandoera di zaman Perang Diponegoro. 

Hoegeng dapat dikatakan berasal dari keluarga ambtenaar atau dikenal sebagai keluarga ningrat. Meskipun dari keluarga ningrat, perilaku Hoegeng sejak kecil tak mencerminkan kesombongan. Sejak kecil Hoegeng bergaul dengan rakyat biasa, dirinya tidak mencerminkan sikap layaknya orang ningrat. 

Semasa kecilnya, Hoegeng diwarnai dengan kehidupan yang sederhana. Sang ayah sebagai pegawai negeri Pemerintahan Hindia Belanda dikatakan mampu untuk membeli berbagai hal, tapi ayahnya tak mempunyai tanah dan rumah pribadi. Mereka selalu menyewa rumah yang lumayan besar untuk menampung keponakan serta kerabatnya. Hingga akhir hidupnya, sang ayah tak sempat memiliki tanah dan rumah pribadi.

Tak membeli rumah bukannya tak mampu, ayah Hoegeng yang sering berpindah-pindah membuat tak sempat untuk membeli rumah. Ayahnya sering diberikan tugas ke berbagai kota. Maka dari itu, keluarga Hoegeng selalu berpindah rumah. 

Hoegeng dididik dalam keluarga yang menekankan cara hidup disiplin. Dalam kehidupan sehari-hari, keluarga Hoegeng tak pernah berfoya-foya. Ayahnya selalu makan siang di rumah, seluruh anaknya harus hadir tapi tak diizinkan untuk makan bersama. 

2. Hoegeng menolak memakai barang inventaris sebagai kapolri

Jenderal Hoegeng, Kapolri Antisuap Yang Ogah Pakai Fasilitas NegaraFoto repro Ensklopedi Kapolri Jenderal Polisi Drs. Hoegeng Iman Santoso. (IDN Times/Anabel Yevina Mulyadi Wahyu)

Dalam sebuah acara pelantikan, Hoegeng menerima serah jabatan sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri). Seusai acara, Hoegeng mengembalikan seluruh barang inventaris Mabak seperti mobil, peralatan radio, walkie talkie, dan lain-lain.

Sejak dirinya menjabat sebagai Kepala Imigrasi, kemudian menjadi menteri, Hoegeng lebih memilih tinggal di rumah yang kecil dan sederhana. Setelah pensiun pun, Hoegeng tak memiliki mobil dan rumah pribadi. 

Hoegeng pun pernah ditawari posisi di sebuah maskapai penerbangan. Namun, dia menolaknya karena ia tidak tergiur oleh rekan-rekannya yang hidup mewah.

Ketika pensiun saja, Hoegeng pun tak pernah menerima sogokan dalam bentuk apa pun untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Hoegeng dan sang istri yang hobi melukis, dapat menjadikan hobinya sebagai penghasilan.

3. Hoegeng sosok pemberani pembongkar kasus besar

Jenderal Hoegeng, Kapolri Antisuap Yang Ogah Pakai Fasilitas NegaraFoto repro Ensklopedi Kapolri Jenderal Polisi Drs. Hoegeng Iman Santoso. (IDN Times/Anabel Yevina Mulyadi Wahyu)

Selama menjabat sebagai Kapolri, Hoegeng pernah menangani kasus besar, yaitu Kasus Sum Kuning. Kasus ini adalah pemerkosaan yang menimpa seorang warga Yogyakarta bernama Sumarijem. Perempuan tersebut diperkosa oleh beberapa anak penggede.

Kasus ini menjadi sangat rumit karena kepolisian dinilai lamban menangani. Ketika itu, Presiden Soeharto terpaksa turun tangan dengan membentuk Tim Pemeriksa Pusat (Teperpu)/Kopkamtib. 

Kemudian, kasus besar kedua yaitu kasus Rene Louis Coenrad, kasus pertandingan sepak bola persahabatan antara kesebelasan ITB dengan kesebelasan AKABRI yang berakhir ricuh. Kerusuhan tersebut berlanjut ketika seorang taruna Akpol menembak Rene mahasiswa ITB yang berujung pada kematian. Hoegeng berjanji mengajukan kasus tersebut ke pengadilan. 

Kasus besar ketiga yang ditangani Hoegeng adalah kasus Robby Tjahyadi, seorang WNI yang terlibat kejahatan penyelundupan mobil mewah senilai Rp716.243.300. Kasus tersebut menjadi spektakuler, bukan dari nilai rupiahnya, tapi Robby memiliki kedekatan hubungan dengan Keluarga Cendana.

4. Alasan Hoegeng diberhentikan sebagai Kapolri

Jenderal Hoegeng, Kapolri Antisuap Yang Ogah Pakai Fasilitas NegaraFoto repro Ensklopedi Kapolri Jenderal Polisi Drs. Hoegeng Iman Santoso. (IDN Times/Anabel Yevina Mulyadi Wahyu)

Jenderal Hoegeng diberhentikan sebagai Kapolri pada 2 Oktober 1971. Pemberhentian ini menimbulkan tanda tanya karena Hoegeng diberhentikan sebelum waktunya. 

Ketika itu, sepucuk surat dinas dari Menteri Pertahanan dan Keamanan (Menhankam) diantarkan pada meja Hoegeng. Surat tersebut berisikan tentang penunjukannya sebagai duta besar di salah satu negara penting di Eropa Barat (Kerajaan Belgia).

Surat tersebut dikirimkan agar Hoegeng tak merasa berkecil hati. Tapi Hoegeng merasa ada suatu keanehan, sebab jabatannya sebagai Kapolri belum habis. Mendapatkan surat tersebut, ia meminta penjelasan ke atasannya, yaitu Menteri Pertahanan/Keamanan Jenderal TNI M Panggabean mengenai tawaran jabatan baru yang dipercayakan presiden kepadanya.

Namun Hoegeng tak mendapatkan penjelasan secara rinci mengapa diberhentikan sebelum waktunya. Banyak pihak yang menduga Hoegeng diberhentikan karena mengusut kasus Robby Tjahyadi terkait penyelundupan mobil mewah. Bukan karena mobil mewahnya.

5. Hoegeng sosok pencetus penggunaan helm di Indonesia

Jenderal Hoegeng, Kapolri Antisuap Yang Ogah Pakai Fasilitas NegaraFoto repro Ensklopedi Kapolri Jenderal Polisi Drs. Hoegeng Iman Santoso. (IDN Times/Anabel Yevina Mulyadi Wahyu)

Hoegeng adalah sosok pencetus penggunaan helm di Indonesia. Di Jakarta banyak kasus kecelakaan lalu lintas pengendara sepeda motor, baik yang mengendarai maupun yang membonceng. Banyak yang menjadi korban kecelakaan, karena tidak menggunakan helm. Hal tersebut kemudian menjadi dasar peraturan menggunakan helm

Pada awalnya, ide Hoegeng lahir dari kenyataan Indonesia dan perbandingan luar negeri, yakni peraturan praktis bagi para pengendara sepeda motor agar selalu memakai helem. Posisi duduk bagi para pengendara sepeda motor harus mengangkang. Hal tersebut dirasakan langsung  pengalaman Hoegeng, ketika Hoegeng mengunjungi Jerman Barat, Belanda, dan Inggris.

6. Hoegeng menolak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata

Jenderal Hoegeng, Kapolri Antisuap Yang Ogah Pakai Fasilitas NegaraFoto repro Ensklopedi Kapolri Jenderal Polisi Drs. Hoegeng Iman Santoso. (IDN Times/Anabel Yevina Mulyadi Wahyu)

Pada 14 Juli 2004 dini hari sekitar pukul 00.30 WIB, Jenderal Polisi Drs. Hoegeng Iman Santoso meninggal dunia. Hoegeng meninggalkan seorang istri, tiga orang
anak dan beberapa cucu. Menurut salah seorang kerabat Hoegeng, sebelum meninggal, almarhum sempat menderita sakit stroke dan gangguan jantung. Hoegeng dimakamkan TPU Tonjong.

Hoegeng tak ingin dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP). Dirinya sempat berkata dalam sebuah rapat Petisi 50, mengungkapkan kalau dirinya mati tak mau sekuburan dengan para koruptor. Salah satunya Taher, pembantu dekat Ibnu Sutowo yang diadili di Singapura karena melakukan tindakan korupsi dari uang Pertamina.

Artikel ini pertama kali terbit pada 10 November 2019

Baca Juga: Mengenang Kisah Jenderal Hoegeng, Kapolri yang Dikenal Super Jujur

Topik:

  • Rochmanudin
  • Dwi Agustiar
  • Yogie Fadila
  • Jumawan Syahrudin

Berita Terkini Lainnya