Memperingati The Slave Route Project, Indonesia Masih Terjebak TPPO

Indonesia masih rawan akan perdagangan manusia

Jakarta, IDN Times - Sejarah mencatat bahwa 23 Agustus diperingati hari penghapusan perdagangan budak. UNESCO dengan inisiatif meluncurkan "The Slave Route Project" yang secara resmi diluncurkan pada tahun 1994 di Ouidah, Benin.

Dikutip dari unesco.org, tujuan dari peringatan ini bermula untuk memecah keheningan seputar perdagangan budak yang telah mengkhawatirkan semua benua. 

Dalam hal ini, masyarakat Indonesia masih rawan terjebak kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Dikutip dari id.usembassy.gov, pemerintah memperkirakan 1,9 juta dari 4,5 juta warga Indonesia, rentan dieksploitasi menjadi pekerja paksa di luar negeri.

Banyak masyarakat Indonesia yang bekerja di luar negeri, tidak memiliki dokumen atau telah melewati batas izin tinggal. Situasi ini meningkatkan kerentanan terhadap perdagangan orang.

1. Selama 3 tahun terakhir, Indonesia masih berada pada posisi negara yang buruk dalam menangani kasus perdagangan manusia

Memperingati The Slave Route Project, Indonesia Masih Terjebak TPPOedgeenvironment.com

Dikutip dari id.usembassy.gov, upaya Indonesia dalam pencegahan penanganan TPPO diapresiasi oleh Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat dengan status tier 2 (tingkat 2) selama tahun 2016-2018.

Artinya, bahwa Indonesia belum sepenuhnya memenuhi standar minimum The Trafficking Victims Protection of 2000 (TVPA).

Pemerintah Indonesia telah menerapkan peraturan baru untuk mencegah perdagangan manusia di industri perikanan, bernegosiasi dengan sektor swasta dalam usaha mengurangi kerentanan para pekerja Indonesia di luar negeri, serta mengadakan pelatihan untuk para pegawai pemerintahan dan aparat penegak hukum.

Dalam hal ini, pemerintah telah memulangkan dan memberikan layanan kepada warga negara Indonesia yang menjadi korban di luar negeri. Meski demikian, pemerintah Indonesia belum memenuhi standar minimum di beberapa bidang yang menjadi perhatian utama. 

Baca Juga: Shannon Service Berbagi Seputar Liputan Investigasi Human Trafficking

2. Jumlah korban anak human trafficking menurun

Memperingati The Slave Route Project, Indonesia Masih Terjebak TPPOIDN Times/Sukma Shakti

Tak hanya orang dewasa yang menjadi korban, anak-anak pun dapat menjadi korban human trafficking. Dalam database KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), jumlah korban menurun pada tahun 2019 dari tahun sebelumnya. Hingga saat ini, data yang telah diperbaharui pada Mei, jumlah korban anak pada kasus perdagangan orang tahun 2019 adalah 15 anak.

Kemudian, jumlah korban pada tahun 2018 sebanyak 329 anak dan tahun 2017 sebanyak 347 anak. Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, jumlah korban anak dalam kasus TPPO semakin menurun. 

Berdasarkan jumlah data yang diterima oleh KPAI, sumber data primer didapat berasal dari pengaduan korban langsung ke KPAI, pengaduan daring diBank Data Perlindungan Anakpengaduan hasil pemantauan dan investigasi kasus KPAI, serta pengaduan hotline service KPAI.

3. Menurut Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, tidak ada unit khusus yang menangani kasus human trafficking

Memperingati The Slave Route Project, Indonesia Masih Terjebak TPPOIDN Times/Aldzah Fatimah Aditya

Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (KemenPPPA), Pribudiarta Nur Sitepu, menjelaskan bahwa pihak Kementerian PPPA tidak ada unit khusus yang menangani kasus human trafficking. 

"Kementerian PPPA ini pihak yang gak punya kemampuan intervensi. Jadi hanya ditangani oleh gugus tugas yang sifatnya ad hoc." ujar Pribudiarta. 

Prubudiarta mengatakan bahwa kasus human trafficking tidak bisa selesai, karena tidak ada unit khusus yang mampu menyelesaikan kasus secara tuntas.

4. KemenPPPA tetap konsisten dalam mengambil kebijakan

Memperingati The Slave Route Project, Indonesia Masih Terjebak TPPOIDN Times/Indiana Malia

Pribudiarta mengatakan akan tetap konsisten dalam menginvestigasikan kasus human trafficking ke dalam program-program sektoral. 

"Kalau dari KemenPPPA sendiri, kami tetap konsisten dengan posisi kami dalam mengambil kebijakan. Kami tetap konsisten dalam gugus tugas," ujar Pribudiarta

Dalam hal ini, Pribudiarta menjelaskan bahwa pihaknya hanya bisa menjalankan pada sisi policy atau kebijakan. Ia berharap Presiden memberikan fungsi tambahan dan bersifat konkret. 

Harapan besar dari KemenPPPA pada kasus human trafficking, untuk ada institusi khusus yang mampu menangani masalah tersebut.

Baca Juga: Trafficking di Jatim, Mayoritas Pelaku Orang Dekat

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya