Pakai Politik Sarung, Ma'ruf Amin jadi Penangkal Isu Jokowi Anti-Islam
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Menjadi salah satu pemimpin kaum santri, Ma'ruf Amin maju ke kancah politik sebagai calon wakil presiden yang dipinang Joko Widodo (Jokowi). Banyak pihak menilai Ma'ruf dipilih menjadi cawapres untuk menangkal isu agama yang terus-terusan menerpa Jokowi.
Pro-kontra pemilihan Ma'ruf sebagai pasangan Jokowi terus bergulir. Terlepas dari itu, berhasilkah ia menjalankan 'politik sarung' demi menepis anggapan bahwa Jokowi anti-Islam?
1. Menangkal isu keagaman yang menyerang Jokowi, menjadi salah satu alasan Ma'ruf dipilih
Mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin mengakui bahwa salah satu alasan dirinya dipilih menjadi calon wakil presiden (cawapres) yang dipasangkan dengan Jokowi adalah untuk menangkal isu keagamaan yang sering dialamatkan kepada Jokowi.
"Mungkin salah satu, tapi kan bukan satu-satunya," ujar Ma'ruf dalam tayangan Mata Najwa edisi 'Politik Sarung Ma'ruf Amin', Rabu (30/1) malam.
Dia mengatakan, ada banyak faktor dan banyak pihak yang menentukan pemilihan pasangan Jokowi. "Untuk memutuskan menjadi wakil Presiden, saya kira tidak sesederhana itu. Tidak sekedar elektabilitas. Karena itu bukan hanya keputusan pak Jokowi," lanjutnya.
Sementara itu, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy menguatkan anggapan itu. Sebagai pemimpin para ulama, kata dia, Ma'ruf menjadi orang yang tepat dipilih sebagai cawapres bagi Jokowi yang terus diberi label anti-Islam.
"Karena kita waktu itu mencari titik temu dari kemungkinan yang ada. Karena Pak Jokowi terus diserang dengan label anti islam, maka figur santri menjadi hal yang tepat," ujar pria yang akrab disapa Rommy tersebut.
2. Jokowi kerap diserang isu terkait SARA dan PKI
Isu terkait suku agama ras dan antargolongan (SARA) bukan baru sekarang menerpa Jokowi. Saat maju sebagai capres dalam Pemilu 2014 pun, Jokowi sudah diisukan tidak beragama Islam, keturunan etnis Tionghoa, serta memiliki sangkut paut dengan Partai Komunis Indonesia (PKI)'.
"Saya kira soal pak Jokowi bilang ada 6 persen orang Indonesia yang percaya dia PKI, itu dia punya data. Dan itu yang terus kita jelaskan. Itu tidak benar. Pak Jokowi kan sudah menjawab bahwa dia bukan PKI," kata Ma'ruf.
Dia mengatakan, isu agama sebenarnya bisa dihindari. "Tapi ada pihak-pihak yang ingin menggunakan itu untuk menyerang kubu kita. Dan itu yang harus ditangkal."
3. Sebagai Ketua MUI, Ma'ruf diajukan menjadi cawapres untuk menjalankan politik sarung
Editor’s picks
Baca Juga: Pascapertemuan dengan Ma'ruf, Bobotoh Ini Terancam Dipukuli
Dengan keyakinan bahwa Ma'ruf bisa menangkal isu-isu tersebut, PPP mengajukan namanya kepada Jokowi, sebagai figur yang bisa dipinang sebagai cawapres. Rommy mengatakan pengusulan itu bahkan dilakukan PPP sebelum memberi tahu Ma'ruf sendiri.
"PPP sedari awal memang sudah mengajukan Ma'ruf Amin. 3 Desember 2017 itu saya sudah ajukan. Saya tidak pamit pada Kiai Ma'ruf ketika saya mengusulkan Kiai kepada Presiden Jokowi," kenang Rommy.
Keyakinan yang sama dirasakan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar yang juga hadir dalam diskusi Mata Najwa, membenarkan bahwa pemilihan Ma'ruf bertujuan menjaring 'mereka yang bersarung' alias kaum santri dan ulama.
"Yakin. Karena Kiai Maruf ini representasi dari tiga arus besar, PKB, NU dan Muhammadiyah. Jadi yang punya sarung dan pakai sarung, insya Allah pilih Ma'ruf Amin," ujar pria yang akrab disapa Cak Imin itu.
3. Fatwa MUI dinilai sering dijadikan dalih atas sikap intoleran
Meski demikian, Ma'ruf sendiri bukan sosok yang bebas terpaan isu. Ketika menjabat Ketua MUI, ia kerap dikritik karena sejumlah fatwa yang dikeluarkan lembaganya. Direktur Amnesty Internasional Usman Hamid menyebut fatwa-fatwa MUI memengaruhi lahirnya sikap intoleran di kalangan umat Islam.
Dalam kasus pelarangan dan penutupan rumah ibadah, Usman mencontohkan, pelakunya merujuk tindakan itu pada fatwa MUI. "Seluruh serangan-serangan intoleran yang terjadi selama ini, tidak lepas dari otoritas keagamaan, seperti Fatwa MUI sebagai rujukan," kata Usman yang juga hadir di acara Mata Najwa.
Namun, Ma'ruf membantah fatwa MUI cenderung intoleran. Kasus-kasus kekerasan yang timbul, misalnya dalam bentuk tindak radikalisme atau terorisme, disebut Ma'ruf sebagai bentuk kesalahan dalam memahami Fatwa MUI.
"Sebenarnya tidak ada yang mengarah pada intoleran. Ada kemungkinan (terkait fatwa), pertama itu lebih pada menjaga umat. Fatwa itu memberi keputusan hukum.. Fatwa itu sebagai suatu bimbingan, kalau dianggap perintah untuk melakukan eksekusi, itu tidak benar," papar Ma'ruf.
Ia lalu memberi contoh tentang kasus Ahmadiyah yang diberi fatwa terlarang karena sesat. "Itu bukan fatwa MUI saja tapi juga berbagai majelis fatwa di dunia, karena ini sebagai aliran sesat, maka kita minta ke pemerintah tolong dicegah," papar Maruf.
5. Ma'ruf mengaku tidak ada fatwa yang melarang ucapan selamat Natal
Ma'ruf pun meluruskan kesimpangsiuran mengenai fatwa haram untuk mengucapkan selamat Natal. "Mengucapkan (ucapan natal) boleh, tidak mengucapkan juga tidak apa-apa," kata Ma'ruf.
"Saya ingin menjelaskan bahwa fatwa tentang larangan mengucapkan (selamat natal) itu tidak pernah ada di fatwa MUI. Yang ada adalah fatwa tentang larangan mengikuti ritual agamanya, dalam fatwa itu netral," tambahnya.
Baca Juga: Ma'ruf Amin Curiga Tabloid Indonesia Barokah Jebakan Tim Lawan