Epidemolog Sumbar Ingatkan Warga Tak Terbuai Efektivitas Vaksin

Ia meminta warga konsisten menerapkan prokes

Padang, IDN Times - Ahli Epidemiologi asal Sumatra Barat (Sumbar) sekaligus Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat dari Universitas Andalas (Unand), Defriman Djafri, mengingatkan masyarakat agar tidak terbuai oleh vaksin yang dikalim mampu menekan laju penularan COVID-19.

Menurutnya, tingkat efektifitas vaksin Sinovac yang bakal digunakan pemerintah belum teruji. Selain itu, sinovac belum memiliki persetujuan penggunaan vaksin pada masa darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) serta izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPPOM) maupun Majelis Ulama Indonesia (MUI).

“Jangan terlalu terbuai dengan vaksin. Prokes tetap harus diterapkan dengan ketat karena memang sudah teruji. Takutnya tingkat efektifitas vaksin Sinovac rendah, malah terjadi penularan yang masif. Itu yang tidak kita inginkan terjadi. Mudah-mudahan, Sinovac ini benar-benar ampuh sesuai harapan kita bersama,” kata Defriman, Kamis (7/1/2021).

Tingkat efektifitas vaksin kata Defriman, akan berpengaruh jika kemudian ditemukan varian baru atau mutasi virus corona. Vaksin yang tersedia saat ini belum diketahui apakah cukup resisten terhadap mutasi baru tersebut.

Selain mengandalkan vaksin Sinovac, ia mendorong masyarakat tetap konsisten menerapkan protokol kesehatan (prokes) yang ketat. Ia menegaskan, prokes sudah teruji menekan laju penularan COVID-19.

1. Siapkan skenario terburuk

Epidemolog Sumbar Ingatkan Warga Tak Terbuai Efektivitas VaksinKatadata

Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia wilayah Sumbar ini juga mengingatkan pemerintah dan otoritas terkait, segera menyiapkan skenario terburuk proses vaksinasi Sinovac. Tidak menutup kemungkinan akan terciptanya klaster baru, apalagi merujuk pada fakta penularan COVID-19 akhir-akhir ini yang cepat menular.

“Yang akan diberikan vaksin tahap pertama ini adalah seluruh tenaga kesehatan yang berjibaku melawan pagebluk COVID-19. Tempat vaksinasinya di seluruh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Jangan sampai terjadi penularan, karena akan berdampak terhadap layanan kesehatan," pintaya.

Ia tak menginginkan jika nakes harus dirawat atau melakukan isolasi selama 14 hari. Padahal nakes seharusnya bertugas memberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat. 

Baca Juga: Mutasi COVID-19 Muncul, Ahli Mikrobiologi Sumbar Ragukan Sinovac  

2. Dihadapkan dengan berbagai kendala

Epidemolog Sumbar Ingatkan Warga Tak Terbuai Efektivitas VaksinPexels.com/bruce mars

Defriman menilai, proses vaksinasi dihadapkan beberapa kendala dan tantangan, seperti disinformasi tentang vaksinasi itu sendiri. Dari pengalaman di lapangan, tantangan terbesar adalah memberi pemahaman dan informasi yang utuh dan komprehensif kepada masyarakat.

Hasil studi persepsi penerimaan vaksin yang melibatkan WHO, UNICEF dan Kemenkes RI pada September 2020 lalu dengan jumlah sampel 8.364 responden, menghasilkan penilaian masyarakat sebagai alasan terbesar tidak akan menerima vaksin COVID-19.

Studi itu menghasilkan aspek keamanan vaksin sebesar 59,03 persen, efektifitas 43,17 persen, dan tingkat kepercayaan terhadap di 15,97 persen,

“Ini tantangan kita ke depan. Vaksin ini pada dasarnya adalah intervensi yang diharapkan efektif oleh pemerintah untuk memutus rantai penularan COVID-19. Tetapi untuk efek yang lebih besar agar dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian, pencapaian kekebalan kelompok (herd immunity), penguatan sistem kesehatan, dan tentunya berdampak terhadap produktivitas sosial dan ekonomi ke depan," terangnya.

Baca Juga: BPPOM Palembang Akui Vaksin Sinovac Belum Ada Izin Penggunaan Darurat

3. Tantangan vaksinasi bukan hanya tenaga dan logistik serta fasilitas penunjang

Epidemolog Sumbar Ingatkan Warga Tak Terbuai Efektivitas VaksinIlustrasi Menyuntik (IDN Times/Arief Rahmat)

Defriman kembali menegaskan, tantangan vaksinasi bukan hanya sebatas kesiapan tenaga, peralatan, logistik, serta sarana pendukung. Namun juga terkait dengan sistem penerapan protokol kesehatan.

Ia mendorong skenario penerapan prokes COVID-19 yang dilakukan oleh tenaga vaksinator dalam memberi pelayanan vaksinasi. Tenaga vaksinator katanya harus benar-benar terlatih dan mengikuti SOP yang tidak sama dengan vakasinasi biasa.

“Petunjuk teknis vaksinasi COVID-19 bisa dijadikan acuan dan pedoman yang harus dijalankan oleh vaksinator. FKTP yang ditetapkan nantinya sebagai tempat dilaksanakan vaksinasi, harus menjalankan layanan esensial kesehatan, jangan sampai terabaikan” tutup Defriman.

Baca Juga: Kasus Positif di Sumbar Meningkat, Unand Akan Teliti Varian COVID-19

Topik:

  • Deryardli Tiarhendi

Berita Terkini Lainnya