Anggota DPR Minta Kejagung Tindaklanjuti Kasus HAM Berat Masa Lalu

DPR bentuk Pengadilan HAM ad hoc

Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari mendesak Kejaksaan Agung menindaklanjuti hasil penyelidikan Komnas HAM, atas kasus pelanggaran HAM berat masa lalu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Menurut Taufik, tindak lanjut hasil penyelidikan Komnas HAM atas pelanggaran HAM berat masa lalu tidak perlu menunggu keputusan DPR, seperti yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD sebelumnya. 

"Kejagung dapat menindaklanjuti dengan melakukan penyidikan terhadap kasus tersebut, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pengadilan HAM dan hukum acara yang berlaku," kata Taufik pada acara peluncuran film dokumenter "Dengarkan dan Suarakan”, dikutip dari ANTARA, Senin (29/11/21).

"Keputusan DPR untuk membentuk Pengadilan HAM ad hoc dilakukan setelah penyidikan oleh Kejagung dilakukan," sambung dia.

Baca Juga: Komnas HAM: Peran DPR Legislatif, Tak Bisa Nilai Kasus HAM Berat

1. Penindakan lanjutan diputuskan Pengadilan HAM ad doc

Anggota DPR Minta Kejagung Tindaklanjuti Kasus HAM Berat Masa LaluANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Taufik menjelaskan, ketentuan tersebut merujuk pada Pasal 43 ayat 1 UU Pengadilan HAM yang menyebutkan, "Pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang terjadi sebelum diundangkannya undang-undang ini, diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM ad hoc." 

Dalam Pasal 43 ayat 2 UU Pengadilan HAM menyebutkan, "Pengadilan HAM ad hoc sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dibentuk atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan peristiwa tertentu dengan Keputusan Presiden."

Namun, kata Taufik, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-V/2007, kata 'dugaan' dalam penjelasan Pasal 43 ayat 2 UU Pengadilan HAM tersebut, bertentangan dengan UUD 1945 dan dinyatakan batal, karena dianggap tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum.

Penjelasan pasal tersebut awalnya berbunyi sebagai berikut:

“Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia mengusulkan dibentuknya Pengadilan HAM ad hoc, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia mendasarkan dugaan telah terjadinya pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dibatasi pada locus dan tempus delicti tertentu yang terjadi sebelum diundangkannya undang-undang ini."

 

2. DPR harus memperhatikan penyelidikan

Anggota DPR Minta Kejagung Tindaklanjuti Kasus HAM Berat Masa LaluGedung MPR DPR RI (IDN Times/Marisa Safitri)

Taufik mengatakan, DPR harus memperhatikan hasil penyelidikan dan penyidikan dari institusi yang berwenang, karena DPR yang merekomendasikan pembentukan Pengadilan HAM ad hoc.

Dia menilai, seharusnya DPR melihat dasar penyidikan yang mendasari pembentukan Pengadilan HAM ad hoc, sehingga bukan DPR sendiri yang menduga terjadinya peristiwa pelanggaran HAM berat, melainkan proses pro yustisia yang mendasari keputusannya.

Selain itu, kata Taufik, kewenangan DPR dalam hal mengusulkan pembentukan Pengadilan HAM ad hoc, bukan dalam hal menentukan apakah hasil penyelidikan Komnas HAM dapat ditingkatkan menjadi penyidikan atau tidak.

"Menindaklanjuti hasil penyidikan Komnas HAM menjadi penyidikan adalah kewenangan Jaksa Agung. Karena itu laksanakanlah kewenangan pro yustisia itu berdasarkan hukum," kata dia.

Taufik juga mendukung kebijakan Jaksa Agung kepada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), untuk menyusun langkah-langkah strategis dan efektif untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM masa lalu.

3. Presiden perintahkan komitmen penuntasan kasus pelanggaran HAM masa lalu tetap dilanjutkan

Anggota DPR Minta Kejagung Tindaklanjuti Kasus HAM Berat Masa LaluPresiden Joko Widodo memberikan keterangan pers terkait COVID-19 di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (16/3/2020) (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Taufik mengatakan, Presiden Joko "Jokowi" Widodo memerintahkan agar komitmen penuntasan kasus pelanggaran HAM masa lalu terus dilanjutkan, dan kejaksaan adalah aktor kunci dalam penuntasan kasus ini.

"Segera tuntaskan pelanggaran HAM masa lalu, karena ini adalah utang politik kita kepada bangsa ini, jangan sampai negeri yang kita cintai ini gagal memberikan keadilan bagi rakyatnya, dan menjadi negara yang menjalankan praktik impunitas yakni membiarkan kejahatan tanpa adanya penegakan hukum dan keadilan," kata Taufik.

Baca Juga: Jokowi akan Bentuk Tim Khusus Tuntaskan Kasus Pelanggaran HAM Berat

4. Masih ada 13 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang belum tuntas

Anggota DPR Minta Kejagung Tindaklanjuti Kasus HAM Berat Masa Lalu(ANTARA FOTO/Fanny Octavianus)

Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD pada Kamis, 25 November 2021, mengatakan dari 13 kasus pelanggaran HAM berat yang diselidiki Komnas HAM, 4 di antaranya terjadi setelah 2000 diproses pemerintah. Sedangkan, 9 kasus lainnya terjadi sebelum lahirnya UU Peradilan HAM pada 2000, sehingga harus menunggu keputusan DPR.

Sementara, 4 kasus yang terjadi setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM (UU Pengadilan HAM), adalah kasus Wasior 2001, kasus Wamena 2003, kasus Jambu Keupok Aceh 2003 dan kasus Paniai 2004.

Sedangkan, 9 kasus yang terjadi sebelum 2000, yaitu peristiwa 1965-1966, Penembakan Misterius 1982-1985, kasus Talangsari Lampung 1989, Peristiwa Trisakti, Semanggi I dan II 1998-1999, Kerusuhan Mei 1998, Penghilangan Paksa 1997-1998, Pembunuhan Dukun Santet 1998, kasus Simpang KAA 1999, dan kasus Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis lainnya terjadi pada masa Aceh dalam status Daerah Operasi Militer (DOM) pada 1989-1998.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya