Perubahan Iklim Ancam Ketersediaan Pangan

Makanan lokal dapat beradaptasi dengan perubahan iklim

Jakarta, IDN Times - Isu tentang perubahan iklim menjadi salah satu topik yang sangat penting untuk dibahas. Namun isu ini masih terbilang sedikit dibahas, sehingga manusia tidak sadar apa yang sedang terjadi di bumi ini.

Manager The Climate Reality Project Indonesia, Amanda Katili Niode mengatakan, bukan hanya masalah lokal, perubahan iklim juga termasuk masalah regional bahkan global. Saat ini, manusia tidak sadar mengenai perubahan iklim yang terjadi yang dapat mengancam sumber daya alam untuk generasi yang akan datang.

"Perubahan iklim ini menjadi masalah lokal, regional, dan global. Situasinya sekarang kita hanya punya satu bumi tempat kita bernapas dan mengambil air secara gratis, sehingga kita tidak peduli sumber daya alam tanpa mempedulikan generasi yang akan datang,” ujar Amanda dalam workshop yang digelar Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) secara virtual, Sabtu (9/10/2021).

"Ditambah dengan banyaknya kegiatan manusia, sehingga banyak mengeluarkan gas-gas atau bahan kimia dengan karbon yang menyebabkan pemanasan global, sehingga iklim berubah," tambahnya.

Amanda menjelaskan, akibat dari perubahan iklim dapat mengganggu sistem global yang rentan iklim, salah satunya adalah pangan. Hal ini juga dapat menyebabkan instabilitas politik dan global.

Baca Juga: 139,2 Juta Penduduk Dunia Terdampak Perubahan Iklim dan COVID-19

1. Pangan adalah benang merah tujuan pembangunan berkelanjutan

Perubahan Iklim Ancam Ketersediaan PanganIlustrasi Pasar (IDN Times/Besse Fadhilah)

Dalam penjelasannya, Amanda mengatakan, PBB baru saja mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Sistem Pangan Dunia pada 26-28 Juli 2021. Menurut Sekjen PBB, pangan adalah benang merah untuk bisa mencapai 17 tujuan pembangunan berkelanjutan.

“Sekjen PBB merasa pangan itu adalah benang merah untuk bisa mencapai 17 tujuan pembangunan berkelanjutan, termasuk mengurangi kemiskinan, bagaimana menyikapi perubahan iklim, dan sebagainya,” jelas Amanda.

Pada KTT Sistem Pangan, kata Amanda, dilakukan dengan meminta pendapat kepada semua orang yang terlibat melalui dialog independen, global, anggota PBB, dan dari Indonesia sendiri diadakan oleh Bapennas.

2. Pada KTT Pangan, Indonesia bahas kuliner tradisional dapat beradaptasi dengan perubahan iklim

Perubahan Iklim Ancam Ketersediaan PanganSekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, ketika melakukan pidato saat Sidang Majelis Umum PBB pada hari Rabu, 22 September 2021, lalu. (Instagram.com/antonioguterres)

Amanda menjelaskan, sedikitnya ada tiga alasan makanan lokal dapat membantu beradaptasi dengan perubahan iklim

Pertama, makanan lokal itu tidak perlu pengangkutan dan segar, tidak perlu pendingin dan dikemas, tidak perlu diolah dan sebagainya, sehingga pastinya lebih sehat dan bisa lebih segar.

Kedua, dapat meningkatkan ekonomi lokal. Ekonomi masyarakat itu terbantu kalau kita konsumsi pangan lokal.

Ketiga, pangan lokal yang turun temurun yang tradisional ini ternyata bisa menjadi basis untuk pangan masa depan, dimana jumlah manusia akan bertambah dan  lahan pertanian menjadi berkurang. Seperti mengonsumsi serangga, pada daerah tertentu di Indonesia memang mengonsumsi serangga, menanam hidroponik, sehingga banyak teknik-teknik yang dapat diperoleh dari pangan-pangan tradisional.

Amanda juga mengatakan, rempah-rempah termasuk pangan lokal yang bermanfaat untuk membantu kesehatan apalagi saat pandemik COVID-19 saat ini.

“Terutama rempah-rempah yang juga membantu kesehatan, nah adaptasi termasuk adaptasi terhadap penyakit, bisa dari rempah-rempah yang merupakan unsur dari pangan lokal,” Kata Amanda.

3. Masyarakat Indonesia semakin sadar tentang pangan lokal sejak pandemik COVID-19

Perubahan Iklim Ancam Ketersediaan PanganIlustrasi lahan sawah (IDN Times/ Ervan Masbanjar)

Sementara itu, Pemimpin Redaksi IDN Times sekaligus pembawa acara pada workshop tersebut, Uni Lubis, mengatakan bahwa sejak pandemik COVID-19 masyarakat kini lebih sadar akan pangan lokal dan masyarakat adatlah yang menjadi panutan masyarakat saat ini.

“Selama pamdemik ini kita makin sadar tentang pangan lokal, karena apa? Kan ketika terjadi pembatasan mobilitas, semuanya dikarantina, wilayah logistik juga terhambat, itu kan akhirnya masyarakat adat adalah guru yang dalam sebenarnya yang sangat concern kearifan lokal soal perubahan iklim. Dia nanam sayur sendiri, kita lihat kan orang jadi urban farming juga,” kata Uni.

Uni juga menjelaskan, keadaan saat inilah yang menjadikan masyarakat dekat pada sumber pangan lokal yang lebih ramah lingkungan, dalam artian tidak meninggalkan jejak karbon yang dapat memperparah iklim.

Baca Juga: Soal Perubahan Iklim, Anies: Jakarta Siap Berkontribusi Secara Global

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya