SBMI: Pemerintah Belum Berikan Perlindungan Buruh dari Dampak COVID-19

Pemerintah didesak tingkatkan perlindungan buruh perempuan

Jakarta, IDN Times - Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) menilai keberhasilan pemerintah RI dalam meloloskan resolusi “Violence Against Women Migrant Workers" di PBB belum dibarengi dengan peran perlindungan yang nyata, khususnya dalam melindungi Buruh Migran Indonesia (BMI) dari dampak COVID-19.

Ketua Umum SBMI, Hariyanto mengatakan, pemerintah masih belum menjalankan kewajibannya yang dimandatkan oleh Undang-Undang dalam upaya memberikan perlindungan terhadap buruh migran yang terdampak pandemik COVID-19.

“Pemerintah telah gagal menjalankan amanat Undang-Undang sehingga mengakibatkan buruh migran Indonesia khususnya perempuan rentan mengalami kekerasan, terlanggar haknya, termasuk terkait ketenagakerjaan, sosial, keterbatasan informasi, serta kesulitan akses kesehatan,“ tegas Hariyanto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (25/11/21).

1. Resolusi difokuskan pada perlindungan terhadap buruh migran perempuan di masa pandemik

SBMI: Pemerintah Belum Berikan Perlindungan Buruh dari Dampak COVID-19Pekerja perempuan yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI)-Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melakukan aksi di depan kantor Kementerian PPPA, Jakarta, Jumat (6/3/2020). (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Resolusi “Violence Against Women Migrant Workers" merupakan resolusi dua tahunan bekerja sama dengan Filipina yang didukung oleh 50 negara dan telah disahkan secara konsensus oleh seluruh anggota PBB.

Tahun ini, resolusi difokuskan pada perlindungan terhadap buruh migran perempuan di masa pandemik COVID-19, termasuk memastikan komitmen negara melindungi hak-hak kesehatan, serta akses terhadap pelayanan kesehatan dan vaksin COVID-19.

Pengesahan resolusi ini disebut memperkuat pengakuan global atas kepemimpinan Indonesia di forum internasional, terutama di bidang perlindungan buruh migran.

Baca Juga: Kapolda Metro Sapa Buruh yang Demo Sambil Jajal Kuda ‘Warmblood’ 

2. SBMI nilai pemerintah belum maksimal dalam melindungi buruh perempuan dari kekerasan

SBMI: Pemerintah Belum Berikan Perlindungan Buruh dari Dampak COVID-19Ilustrasi kekerasan seksual terhadap perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)

Berdasarkan data studi SBMI tentang “Respons dan Tanggung Jawab Perwakilan RI dalam Melindungi Buruh Migran Indonesia dari Dampak Pandemi COVID-19” di 4 negara tujuan BMI  (Malaysia, Singapura, Hongkong dan Arab Saudi).

Secara umum, SMBI menilai pemerintah belum maksimal dalam melindungi buruh migran perempuan dari berbagai pelanggaran dan kekerasan yang kasusnya meningkat selama pandemik COVID-19.

3. Tuntutan SBMI kepada Pemerintah RI

SBMI: Pemerintah Belum Berikan Perlindungan Buruh dari Dampak COVID-19Ilustrasi kekerasan (IDN Times/Sukma Shakti)

Sebagai bagian dari Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan menjadi momentum refleksi Pemerintah Indonesia untuk segera melakukan langkah-langkah konkret untuk meningkatkan pelindungan BMI perempuan. Sebagaimana SBMI menuntut:

  1. Pemerintah RI memastikan komitmen pada instrumen HAM dan kebijakan di tingkat internasional maupun regional, diintegrasikan ke dalam kebijakan nasional yang implementatif dan konkrit untuk pelindungan BMI. Pelindungan harus diberikan kepada semua BMI terlepas status keimigrasian mereka.
  2. Pemerintah RI harus mengimplementasikan UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, termasuk segera menerbitkan berbagai aturan turunan yang dimandatkan dalam UU tersebut, di antaranya Peraturan Pemerintah tentang  Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga dan Awak Kapal Perikanan dan Peraturan Pemerintah tentang Pengawasan Pelaksanaan Pelindungan PMI, dengan melibatkan masyarakat sipil, lembaga HAM  dan lembaga oversights di Indonesia.
  3. Pemerintah RI harus segera membuat perjanjian tertulis dengan negara tujuan untuk memastikan perlindungan hak-hak BMI, khususnya tentang: 1) Hak BMI atas informasi dan untuk menggunakan alat komunikasi agar BMI dapat mengakses informasi terkait Covid-19 serta dapat melakukan pengaduan secara online; 2) Jaminan kebutuhan dasar BMI berupa tempat tinggal, makanan dan alat kebersihan dapat terintegrasi dalam undang-undang buruh lokal di negara tujuan sebagaimana mandat Pasal 31 UU Nomor 18 Tahun 2017; 3)Semua BMI dapat menjadi peserta program asuransi yang berlaku di negara tujuan untuk memastikan pertanggungan risiko dampak COVID-19 yang tidak di-cover Jaminan Sosial Pekerja Migran Indonesia dapat tercover asuransi di negara tujuan; 4) Asuransi kesehatan di Singapura, skema pembayaran bersama (co-payment) antara pemberi kerja dengan BMI harus diubah menjadi kewajiban pemberi kerja dalam hal akses layanan kesehatan, dan penambahan cakupan asuransi kesehatan akibat COVID-19;
  4. Kementerian Ketenagakerjaan harus segera merevisi Permenaker No 18 Tahun 2018 Tentang Jaminan Sosial Pekerja Migran Indonesia, untuk memastikan adanya pertanggungan risiko terkait dampak Covid-19 pada tahap sebelum bekerja, selama bekerja dan setelah  bekerja.
  5. KBRI/KJRI harus menyampaikan informasi perkembangan COVID-19 di negara tujuan secara berkala melalui media kreatif yang mudah dipahami BMI, termasuk kebijakan soal vaksinasi di negara tujuan dan prosedur kepulangan pada masa pandemi dari bandara di negara tujuan hingga pemulangan ke kampung halaman BMI.
  6. Seluruh perwakilan RI secara periodik mengumumkan agensi (Mitra Usaha) yang resmi/berlisensi dan agensi (Mitra Usaha) yang tidak resmi/tidak berlisensi serta calon Pemberi Kerja bermasalah, sebagaimana diamanatkan UU No. 18 Tahun 2017 (Pasal 10).
  7. Pemerintah Pusat (Kemenlu) dan Perwakilan  RI di negara tujuan harus memastikan keterlibatan Serikat Buruh Migran dan organisasi komunitas BMI di luar negeri dalam penanganan dampak COVID-19.
  8. Setiap Perwakilan RI harus membuat rencana kontijensi untuk memetakan masalah kedaruratan COVID-19 sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pelindungan Warga Negara Indonesia di Luar Negeri.
  9. Perwakilan RI harus memastikan layanan yang cepat, profesional, sensitif gender, berempati kepada korban yang terakses serta menyediakan  layanan khusus terkait pengaduan kekerasan fisik, psikologis dan kekerasan seksual yang dialami oleh BMI, termasuk shelter dan layanan pemulihan yang memadai.
  10. Sanksi yang tegas harus diberikan kepada para staf perwakilan yang melakukan tindakan tidak profesional, tidak etis, dan tidak berempati terhadap korban, termasuk melontarkan kata-kata merendahkan kepada BMI yang menyampaikan pengaduan.
  11. Perwakilan Pemerintah RI  dan pemerintah negara tujuan harus melakukan pengawasan secara berkala dan intensif terhadap agensi dan para pemberi kerja untuk memastikan hak-hak BMI terpenuhi, termasuk memastikan BMI tidak mengalami kekerasan dan pelanggaran, baik yang dilakukan pemberi kerja maupun agensi.
  12. Pemerintah RI harus segera meratifikasi Konvensi ILO Nomor 189 tentang Kerja Layak untuk Pekerja Rumah Tangga,  Konvensi ILO Nomor 188 tentang Pekerjaan di Sektor Perikanan, serta mendorong negara-negara penempatan untuk meratifikasi Konvensi-Konvensi tersebut.

Baca Juga: Kian Mengkhawatirkan, Ini Deretan Kasus KDRT Sepanjang 2021

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya