Perjuangkan Papua, Sukarno dan Diplomat RI Sering Dilecehkan di PBB 

Papua diperjuangkan sejak zaman penjajahan #HariPancasila

Jakarta, IDN Times - Perjuangan Indonesia mempertahankan Papua sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), telah berlangsung sejak awal Indonesia berdiri sebagai bangsa yang merdeka.

Presiden pertama RI Sukarno telah memperjuangkan Papua saat Indonesia mendesak Belanda menyerahkan dan mengakui kedaulatan Indonesia di Konferensi Meja Bundar pada 1949 di Den Haag, Belanda. 

Pada saat itu pemerintah kolonial Belanda masih ingin menguasai separuh bagian barat Papua. Namun, Indonesia menolak mentah-mentah keinginan itu dan delegasi Indonesia yang dipimpin M. Hatta, memperjuangkan seluruh wilayah Papua sebagai bagian dari NKRI di Konferensi Meja Bundar. 

Kerasnya perjuangan Indonesia mempertahankan seluruh wilayah Papua sebagai bagian dari NKRI, sampai-sampai membuat Presiden Sukarno, pada tahun 1963, dijuluki sebagai penghasut perang dan ekspansionis oleh bangsa Barat. Hal ini diungkapkan Sukarno dalam buku autobiografinya, Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia yang ditulis Cindy Adams.

Baca Juga: Rusuh di Papua Harus Jadi Momentum Penyadaran Bahaya Rasialisme

1. Alasan Belanda tidak menyerahkan Irian Barat

Perjuangkan Papua, Sukarno dan Diplomat RI Sering Dilecehkan di PBB Arsip Perpusnas

Presiden Sukarno atau Bung Karno menuding Belanda ngotot mempertahankan sebagian dari wilayah Papua, yakni Nederlands Nieuw Guinea atau disebut sebagai Irian Barat, karena ingin kembali menginjakkan kaki di Asia.  

“Penduduknya berpindah-pindah setiap tahun karena tanahnya kurang subur. Keuntungan dari minyak bumi tidak berarti dibanding dengan ongkos-ongkos untuk mengurus wilayah itu. Lalu kenapa Belanda menginginkannya? Agar memiliki pijakan kaki di Asia. Agar memiliki beberapa sisa-sisa kebesarannya pada waktu dulu,” ujar Sukarno.

2. Sukarno dan diplomat Indonesia sering dilecehkan saat memperjuangkan Papua di PBB

Perjuangkan Papua, Sukarno dan Diplomat RI Sering Dilecehkan di PBB Repro Buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat

Selama memperjuangkan Irian Barat, Sukarno kerap mendapat perlakuan tidak adil dalam Sidang Umum Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) pada 1960.

“Di Perserikatan Bangsa Bangsa kami terus dilecehkan. Ketika para diplomat kami akan berpidato, mereka minta waktu selama berhari-hari untuk mengubah, mengetik ulang, mengoreksi, dan membaca lagi naskah pidato mereka, karena mereka takut melukai perasaan kaum imperialis yang kemudian mentertawai kami saat usul kami ditolak,” ujar Sukarno. 

Belanda melakukan manuver politik, yaitu dengan dekolonialisasi terhadap Nieuw Guinea dan menyerahkannya lewat PBB. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Christian Herter mendatangi Sukarno saat ia pidato, dan meminta Sukarno agar banyak berbicara. Namun Sukarno mengatakan bahwa Belanda menudingnya berbohong, dan Herter membalas bahwa Belanda senang dengan adanya dekolonialisasi.

3. Indonesia mengangkat senjata untuk memperjuangkan Papua Barat

Perjuangkan Papua, Sukarno dan Diplomat RI Sering Dilecehkan di PBB IDN Times/Vanny El Rahman

Sebelum Papua Barat kembali ke pangkuan ibu pertiwi pada 1 Mei 1963, Sukarno terpaksa menggunakan senjata dalam hal ini.

“Sekarang terpaksa mulai melakukan satu politik memakai senjata. Tidak ada jalan lain untuk membuat Old Established Forces menghargai Indonesia. Tidak ada lagi diskusi. Mulai saat ini kami menjawab dengan meriam,” kata Sukarno dalam bukunya. 

Dalam menyelesaikan perselisihan ini, Amerika bertugas sebagai mediator dan menekan Belanda, dan Belanda pun dengan berat hati akhirnya menyerah dan setuju mengembalikan Papua Barat ke pangkuan ibu pertiwi.

Baca Juga: Wiranto: Pasukan Keamanan di Papua Bukan untuk Menakut-nakuti

Topik:

  • Sunariyah
  • Rochmanudin
  • Jumawan Syahrudin
  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya