3 Agen yang Berangkatkan 14 ABK WNI ke Kapal Tiongkok Jadi Tersangka
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Mabes Polri menetapkan tiga agen yang memberangkatkan 14 ABK WNI bekerja di Kapal Long Xing 629 menjadi tersangka.
Kabareskrim Mabes Polri, Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo mengatakan, hal itu diputuskan usai penyidik menggelar perkara.
"Tiga agen tersebut yakni berinisial W dari PT APJ di Bekasi, F dari PT LPB di Tegal, dan J dari PT SMG di Pemalang," kata Listyo dalam keterangan tertulis yang diterima IDN Times, Minggu (17/5).
1. Para agen terindikasi melakukan tindak pidana perdagangan orang
Listyo tidak menjelaskan lebih detail apa alasan menetapkan tiga agen itu menjadi tersangka. Namun, mereka terindikasi melakukan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
"Dengan tujuan eksploitasi bermodus menjanjikan gaji, (namun) penempatan kerja dan waktu kerja tidak sesuai,” ucapnya.
Baca Juga: Jenazah ABK Disebutkan Boleh Dilarung di Laut, Ini Syaratnya
2. Pihak imigrasi Tanjung Priok dan Pemalang sebelumnya diperiksa
Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Mabes Polri, Brigjen Pol. Ferdy Sambo mengatakan, telah memeriksa pihak Imigrasi dari Tanjung Priok dan Pemalang. Pemeriksaan itu dilakukan secara virtual.
"Melakukan gelar perkara guna menaikkan status perkara. Dari tahap penyelidikan menjadi penyidikan dengan membuat LP (laporan polisi) model A," kata Sambo saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (12/5).
Pada Jumat (8/5) lalu, 14 ABK WNI yang diduga dieksploitasi itu kembali ke tanah air. Setibanya menjalani karantina dan diperiksa secara virtual, didapatkan mereka mendapatkan paspor dari dua Imigrasi tersebut.
"Imigrasi Pemalang 10 Paspor dan Tanjung Priok empat Paspor," katanya.
3. Pihak perekrut tenaga kerja ABK dilaporkan
Salah satu founder dari Margono-Surya and Partners (MSP), David Surya, sebelumnya melaporkan kasus terkait dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Tindak Pidana Perlindungan Pekerja Migran, yang terjadi di kapal Long Xing 629.
"Jadi kita melaporkan perekrut tenaga kerjanya di sini (Indonesia). Almarhum kan direktur oleh salah satu perusahaan di sini untuk dikirimkan ke kapal. Nah, kami sudah mempelajari perjanjian kerja lautnya," ujarnya saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (8/5).
David menjelaskan, pada 30 April 2020 lalu, dia dihubungi oleh Pengacara Publik Korea Selatan yang bernama Jong Chul Kim dari organisasi APIL (Advocates for Public Interest Law). Jong Chul kala itu, berkonsultasi kepada MSP mengenai tragedi tewasnya empat ABK asal WNI yang bekerja di kapal Longxing 629.
"Tiga ABK meninggal dan dilarung jenazahnya di perairan Samoa. Dan satu meninggal di Korea Selatan setelah almarhum pindah kapal dan pergi ke Rumah Sakit," jelas David.
Editor’s picks
Jong Chul kata David, mengirimkan Perjanjian Kerja Laut dari Almarhum Effendi Pasaribu melalui email. David kemudian memberikan pendapatnya dari aspek hukum internasional seperti Konvensi ILO mengenai seafarer dan seaman, serta hukum nasional Indonesia.
"Saya menilai, ini ada kesalahan dari hukum internasional dan ada kesalahan dalam hukum nasional," katanya.
"Saya melaporkan sebagai saksi, jadi saya bukan kuasa hukum dari keluarga atau almarhum. Saya sebagai warga negara Indonesia yang pertama kali tahu tentang peristiwa ini dan dimintai pendapat oleh Jong Chul," ungkapnya lagi.
4. Memiliki bukti kuat untuk membantu proses penyelidikan polisi
Setelah 30 April 2020, Jong Chul Kim diliput oleh MBC News Korea Selatan. Dia kemudian menyampaikan pendapatnya sebagaimana pendapat hukum yang telah disampaikan David.
Pada Kamis (7/5) dan Jumat (8/5), David kembali dihubungi oleh Jong Chul Kim salah satu lawyer dari Law Firm di Korea Selatan yang mewakili SPPI. Saat ini, investigasi di Korea Selatan sedang berlangsung.
"Saya tadi juga memberikan bukti permulaan yang polisi belum punya. Itu berupa Perjanjian Kerja Laut atas nama Alm. Effendi Pasaribu, email saya dengan Jong Chul, dan lawfirm di Korea," jelasnya.
Saat ditanyai apakah Perekrut ABK itu dari perusahaan PT. Lakemba Perkasa Bahari (LPB), David tak menyangkalnya. Namun, dia menegaskan, proses penyelidikan ada di Polri.
"Saya gak bisa konfirmasi, tapi saya tidak bisa menyangkal," ucapnya.
5. Ada beberapa dugaan pelanggaran yang dilaporkan
Dalam kasus ini, David melaporkan sejumlah dugaan pelanggaran. Pertama, dugaan tindak pidana perdagangan orang sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 21 tahun 2007.
Kemudian, ada beberapa tindak pidana perlindungan pekerja migran Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 18 tahun 2017. Menurutnya,
Perjanjian Kerja Laut (PKL) almarhum dibuat secara bertentangan dengan Permen Kelautan dan Perikanan Nomor 42/2016, antara lain Pasal 11 ayat 1.
"Karena, PKL tersebut sepertinya belum diperiksa oleh perwakilan negara Indonesia di Tiongkok," jelasya.
Kedua, upah almarhum dalam PKL disebutkan sebesar USD 300 dolar/bulan, dengan uraian yang dikirim kepada keluarga USD 150, USD 100 disimpan oleh Delian atau Pemilik Kapal Longxing dan USD 50 diambil di atas kapal setelah kapal sandar.
"Kemudian, ada jaminan sebesar US$800 yang harus dibayarkan almarhum kepada recruitment agency di Indonesia," kata David.
Tak cukup hanya itu, ada biaya USD 600 yang harus dikurangi dari upah almarhum. Hal itu untuk membayar penggantian biaya dokumen kepada recruitment agency di Indonesia.
"Selain itu, ada ancaman denda sebesar US$1.600 jika berhenti kerja dan US$5.000 jika almarhum pindah kapal," tuturnya.
Baca Juga: Pemerintah Laporkan Dugaan Perbudakan ABK WNI ke Dewan HAM PBB