Alissa Wahid: Efek COVID-19 akan Berdampak pada Pemilu 2024

Tak hanya Pemilu, dampaknya juga ada di Pilkada

Jakarta, IDN Times - Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian, Alissa Qotrunnada Munawwarah Wahid mengatakan, dampak COVID-19 bagi Indonesia akan berpengaruh bagaimana masyarakat menilai seorang pejabat publik. Hal ini juga diperkuat dengan munculnya survei menjelang Pilpres 2024.

"Menurut saya, pandemik COVID-19 ini dampaknya nanti akan ada pada pemilihan-pemilihan pejabat publik berikutnya," ungkap Alissa dalam webinar IDN Times bertajuk New Normal or The Great Reset: Life After Pandemic COVID-19, Selasa (9/6).

1. Ada 4 kriteria kredibilitas seorang pemimpin

Alissa Wahid: Efek COVID-19 akan Berdampak pada Pemilu 2024IDN Times/Panji Galih Aksoro

Dengan merujuk dari teori Stephen Covey Jr, menurut Alissa, ada 4 kriteria kredibilitas bagi seorang pemimpin. Pertama, bagaimana karakter atau integritasnya, lalu yang kedua ialah itikad.

Dalam kriteria itikad, Alissa menilai, jila kepala daerah dinilai oleh publik sebagai genuine untuk kemaslahatan publik, maka elektabilitasnya akan meroket dengan cepat.

"Walau pun dia gak kelihatan punya strategi yang scientific, tapi kalau genuine, dan itu yang sebetulnya Pak Ganjar (Gubernur Jateng) kelihatan genuine. Ketika pergi ke warung, ke pasar, dan lain-lain itu. Itu yang menjadi ukuran," kata Alissa.

Baca Juga: Buka-bukaan Cara Ridwan Kamil Atasi Pandemik COVID-19 di Jawa Barat

2. Kapabilitas dan track record juga menjadi kriteria seorang pemimpin

Alissa Wahid: Efek COVID-19 akan Berdampak pada Pemilu 2024IDN Times/Panji Galih Aksoro

Kriteria ketiga adalah kapabilitas. Alissa mencontohkan, kapabilitas ini dilihat apakah seorang pemimpin tidak terjebak dengan blind spot dirinya. Berdasarkan riset, kata Alissa, semakin tinggi posisi pemimpin tersebut, maka semakin besar blind spot-nya.

"Blind spot-nya misalnya gini, 'Ya aku nyampe titik ini karena prestasiku, jadi yang lain jangan ngajarin aku, aku yang paling tahu situasinya'," katanya mencontohkan.

"Sementara, orang-orang pemimpin yang hebat itu dia akan membuka pintu, informasinya datang dari mana-mana. Sehingga, kebijakan yang dia buat akan lebih komprehensif lebih dekat dengan situasi lapangan," sambungnya.

Dan kriteria keempat, track record seorang pemimpin. Menurut Alissa, great reset yang paling besar bagi bangsa Indonesia adalah di mana masyarakat betul-betul mengukur track record seorang pemimpin.

"Apakah si pemimpinnya yang selama ini dia pilih itu memang sesuai harapan, menunjukkan eligility atau kelincahan, menunjukkan flexibility atau adaptif, apakah dia adaptif terhadap situasinya, dan menunjukkan responsivitas atau reaktivitas," ujarnya.

"Kalau reaktif tuh begini, publik ngomong A langsung bereaksi, terus bikin kebijakannya, disesuaikan. Tetapi kalau responsif, maka dia ngukurnya agak panjang. Mengukurnya dari kemaslahatan masyarakatnya secara umum, kebijakan yang lebih fokus. Terakhir, dalam hal ini walk the talk. Itu yang sangat dilihat oleh publik," katanya menambahkan.

3. COVID-19 dinilai sebagai ajang mendulang dukungan elektoral jelang Pilpres 2024

Alissa Wahid: Efek COVID-19 akan Berdampak pada Pemilu 2024Dok. Humas Pemprov Jateng

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, melihat pandemik COVID-19 sebagai ajang mendulang dukungan elektoral jelang Pilpres 2024. Dari survei yang ia lakukan selama 16-18 Mei 2020, aktor politik yang diuntungkan secara elektoral adalah kepala daerah.

“COVID-19 bisa mempengaruhi elektoral kepala daerah karena mereka bisa menunjukkan taringnya. Karena dua bulan terakhir medan penanganan COVID-19 bergeser tidak hanya di pusat, tapi juga di daerah,” kata Burhan ketika memaparkan hasil temuannya, Minggu (7/6).

Salah satu pertanyaan yang diajukan dalam survei adalah jika Pilpres digelar hari ini, maka siapa yang Anda pilih? Sebenarnya, Prabowo Subianto masih menempati urutan pertama. Namun, angkanya hanya 14,1 persen, berkurang jauh bila dibandingkan dengan Februari lalu yaitu 22,2 persen.

Tren sebaliknya terjadi pada kepala daerah.

Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, menempati urutan kedua dengan angka 11,8 persen, naik dari Februari lalu 9,1 persen. Urutan kedua disusul oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, dengan angka 10,4 persen, turun dari Februari lalu 12,1 persen. Disusul oleh Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, yang juga meningkat pada Mei 2020 menjadi 7,7 persen dari sebelumnya 3,8 persen Februari 2020 silam.

Selain Anies, kepala daerah yang turun adalah Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, yang sebelumnya 5,7 persen menjadi 4,3 persen pada Mei 2020.

4. Sandiaga Uno hingga AHY mengalami penurunan

Alissa Wahid: Efek COVID-19 akan Berdampak pada Pemilu 2024IDN Times/Kevin Handoko

Salah satu tokoh politik lainnya yang sempat diunggulkan pada Pilpres 2024 adalah Sandiaga Salahuddin Uno. Namun, dukungannya menurun dari yang sebelumnya 9,5 persen menjadi 6 persen. Tren serupa terjadi pada Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang sebelumnya 6,5 persen menurun jadi 4,8 persen.

Menurut Burhanuddin, penurunan pada Prabowo hingga AHY disebabkan oleh visibilitas di ruang publik yang berkurang.

“Artinya, yang bukan kepala daerah visibility-nya berkurang," katanya.

Menanggapi tingginya dukungan kepada kepala daerah, Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Philips J. Vermonte, melihat survei tersebut sebagai pertanda apabila pemilih di Indonesia sudah mulai rasional.

Pemilih sudah mulai menjadikan rekam jejak kepala daerah sebagai alasan untuk memilihnya bakal presiden atau wakil presiden. Senada dengan Philips, politikus PDIP Maruarar Sirait menganggap, rekam jejak selama menjabat kepala daerah guna mencegah masyarakat membeli kucing dalam karung.

“Saya pikir COVID-19 ini ujian bagi siapa pun yang akan maju ke depan, apakah menteri atau politisi. Bagaimana tanggung jawabnya, sikap kenegaraan dia. Ini jadi ujian bahwa pemimpin ke depan gak boleh lahir dari gelap, dari spekulasi, apa karyanya?,” kata dia.

Jajak pendapat yang dilakukan sepanjang 16-18 Mei 2020 ini melibatkan 1.200 responden yang tersebar di seluruh provinsi. Ada pun metodenya adalah wawancara melalui telepon, karena survei tatap muka tidak memungkinkan di tengah pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Sementara, tingkat kepercayaan survei ini mencapai 95 persen, dengan toleransi kesalahan (margin of error) kurang lebih 2,9 persen. Acuan (base line) pada survei ini adalah survei politik dan ekonomi yang dilakukan secara tatap muka pada Februari 2020. 

Baca Juga: Anies, Ganjar, Emil, Raih Keuntungan Pilpres 2024 dari COVID-19?

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya