Amnesty Desak Polisi Ungkap Aktor Intelektual Kasus Novel Baswedan

TGPF sudah berakhir, tapi tak ada hasil

Jakarta, IDN Times - Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid  mendesak kepolisian untuk terus mengungkap kasus penyiraman air keras yang menimpa mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan.

Hal itu diungkapkan Usman, usai pihaknya menemui Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Gatot Eddy Pramono di Gedung Promoter Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (9/7). Pertemuan itu dilakukan Amnesty guna membahas agenda terkait Hak Asasi Manusia (HAM). Beberapa di antaranya adalah kasus kerusuhan 21-23 Mei, dan juga kasus Novel Baswedan.

Dalam pertemuan itu, Kapolda Metro kata Usman juga mengaku, tidak mudah dalam mengungkap kasus Novel.

"Namun, kami dalam posisi tetap mendesak kasus Novel, tidak dihentikan dan dilanjutkan pengusutannya sampai pelakunya ditemukan termasuk aktor intelektual ditemukan juga," ujar Usman.

1. Amnesty menilai harus ada pihak lain yang dilibatkan dalam mengungkap kasus Novel

Amnesty Desak Polisi Ungkap Aktor Intelektual Kasus Novel BaswedanIDN Times/Axel Jo Harianja

Usman menjelaskan, pihaknya merasa perlu dibentuknya Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang bukan hanya sekadar dari tim Kepolisian. Akan tetapi, harus juga melibatkan para ahli dan para tokoh yang memiliki integritas moral yang tinggi dalam mengusut kasus Novel.

Ia pun mencontohkan beberapa tim pencari fakta yang melibat beberapa pihak. Di antaranya tim pencari fakta kasus Munir dalam masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan TGPF dalam kasus kerusuhan Mei pada era pemerintahan BJ Habibie.

"Tim gabungan itu dipantau penuh oleh tim aktivis kalangan sipil. Karena dalam pengalamannya, sering kali tanpa pengawasan secara dekat dari kalangan masyarakat sipil. Proses pengusutan kasus-kasus yang semacam ini berakhir tanpa kejelasan," ujar Usman.

Lebih lanjut, Usman menilai, perlu adanya pembaharuan dari TGPF kasus Novel tersebut. Hal itu kata Usman, merujuk pada laporan Komnas HAM, yang ketika itu menyimpulkan ada penyalahgunaan proses di dalam proses hukum kepolisian.

"Nah, siapa yang menggunakan itu secara salah, menyalahgunakan proses? Dan apakah orang-orang yang menyalahgunakan proses itu sudah diganti dan tidak dilibatkan dalam proses pengusutan? Saya kira itu yang perlu diperhatikan," ucapnya.

Baca Juga: Amnesty Internasional Tagih Hasil Penyidikan Kerusuhan 22 Mei ke Polri

2. Laporan TGPF kasus Novel Baswedan sedang disusun

Amnesty Desak Polisi Ungkap Aktor Intelektual Kasus Novel BaswedanIDN Times/Axel Jo Harianja

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono mengatakan pihaknya tengah menyusun laporan soal hasil kerja dalam mengungkap kasus Novel.

"Jadi tim yang dibentuk oleh Bapak Kapolri sesuai dengan surat perintah Bapak Kapolri, ada pakar, ada penyidik KPK, ada penyidik PMJ kan sudah berakhir kemarin. Tapi, tentunya dari tim sudah menyusun laporannya," kata Argo.

Meski begitu, Argo enggan menjelaskan lebih detail bagaimana hasil laporan tersebut. Ia hanya mengatakan, meski batas waktu TGPF itu telah berakhir, kasus Novel masih tetap diusut.

"Laporan nanti akan dikirim ke pimpinan Polri ya," sambungnya.

3. TGPF sudah berakhir, tapi tak ada hasil

Amnesty Desak Polisi Ungkap Aktor Intelektual Kasus Novel BaswedanANTARA FOTO/Jojon

Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Novel Baswedan dibentuk oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian pada (8/1) lalu. Mantan Kapolda Metro Jaya itu memberikan amanah khusus kepada 65 orang yang tergabung di dalam tim tersebut. Mereka terdiri dari berbagai unsur di antaranya praktisi yang menjadi tim pakar, internal dari Komisi Pemberantasan Korupsi dan kepolisian.

Namun, hingga tenggat waktu kerjanya, tim yang dibentuk berdasarkan surat keputusan nomor: Sgas/3/IHUK.6.6/2019, itu belum mengungkap hasil penyelidikan mereka. Maka, tak heran oleh Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi, tim tersebut sudah dianggap gagal dalam mengemban amanahnya. 

"Hingga batas waktu yang telah ditentukan, tim tersebut tidak dapat mengungkap satu pun aktor yang bertanggung jawab atas cacatnya mata kiri penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut," demikian ujar peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Wardhana melalui keterangan tertulis mereka pada Minggu (7/7) kemarin. 

Fakta itu, kata Kurnia, sesungguhnya tidak lagi terlalu mengejutkan. Lantaran, sejak awal dibentuk, baik Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi dan Novel sudah pesimis atas kinerja dari tim tersebut. 

Melihat perkembangan kinerja tim dari kepolisian yang tak memuaskan, koalisi masyarakat sipil antikorupsi kembali mendesak agar Presiden segera membentuk tim pencari fakta independen. Tim tersebut juga hanya melaporkan hasil penyelidikannya ke Presiden. 

"Kedua, satuan tugas harus menyampaikan laporannya kepada publik sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas," kata Kurnia. 

Baca Juga: Temui Kapolda Metro, Amnesty Indonesia Bahas Kasus Novel Baswedan

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya