Artis Terjerat Narkoba Dihukum atau Rehabilitasi? Ini Penjelasan BNN

Aturan pecandu narkoba direhabilitasi sebenarnya gimana sih?

Jakarta, IDN Times - Beberapa waktu terakhir, aparat penegak hukum menangkap dua publik figur yang terjerat kasus narkoba. Mereka adalah komedian Tri Retno Prayudati alias Nunung yang ditangkap karena mengonsumsi narkoba jenis sabu, dan aktor muda Jefri Nichol karena mengonsumsi ganja.

Hingga saat ini proses hukum keduanya masih berjalan. Keduanya telah dinyatakan positif mengonsumsi narkoba. Namun, belum pasti apakah selanjutnya hanya akan menjalani proses rehabilitasi atau kasus hukumnya tetap dituntaskan.

Lantas, bagaimana cara aparat penegak hukum menentukan pecandu narkoba yang ditangkap untuk bisa direhabilitasi?

Berikut penjelasan Kepala Biro (Karo) Humas dan Protokol Badan Narkotika Nasional (BNN), Brigjen Pol Sulistyo Pudjo kepada IDN Times.

1. Mereka yang tertangkap karena narkoba wajib jalani asesmen

Artis Terjerat Narkoba Dihukum atau Rehabilitasi? Ini Penjelasan BNNKepala Biro (Karo) Humas dan Protokol Badan Narkotika Nasional (BNN), Brigjen Pol. Sulistyo Pudjo/Axel Jo Harianja

Kepala Biro (Karo) Humas dan Protokol Badan Narkotika Nasional (BNN), Brigjen Pol Sulistyo Pudjo menjelaskan, ketika seseorang ditangkap karena kasus narkoba, mereka harus menjalani asesmen atau penilaian yang komprehensif untuk mendapatkan kesimpulan. Sebab, menurutnya, seseorang yang ditangkap dengan barang bukti narkoba, belum tentu dianggap sebagai pelaku.

Sebaliknya, yang tidak kedapatan memegang narkoba belum tentu bukan pelaku.

"Harus diadakan namanya asesmen. Hukumnya wajib," katanya kepada IDN Times di Kantor BNN, Cawang, Jakarta Timur, Selasa (30/7).

Pudjo menerangkan, asesmen itu dilakukan oleh Tim Asesmen Terpadu (TAT) yang terdiri dari penyidik, tim psikologi dan juga tim kesehatan. Dalam asesmen, ada yang disebut asesmen hukum, yakni untuk menentukan apakah orang yang ditangkap termasuk pemakai, pengedar, bandar, ataupun jaringan.

"Karena sering kali orang memakai narkoba itu ternyata juga pengedar, atau orang memakai narkoba itu cuma pemakai. Harus ditentukan yang bersangkutan ini dianggap pemakai atau pengedar,'' terangnya.

Kemudian, selanjutnya aparat penegak hukum mulai melakukan pemeriksaan atau penyelidikan. Semua cara dilakukan untuk memperoleh informasi yang jelas. Seperti halnya informasi digital, hingga transaksi keuangan.

2. Proses asesmen cepat, yang lama adalah pemeriksaannya

Artis Terjerat Narkoba Dihukum atau Rehabilitasi? Ini Penjelasan BNNIDN Times/Dhana Kencana

Pudjo melanjutkan, proses asesmen biasanya dapat dirampungkan dalam dua hari. Akan tetapi, yang membuat lama adalah saat proses pemeriksaan.

"Diperiksa baru setengah lembar bilang sakit perut. Tiga jam lagi minta akses pakai pengacara. Periksa lagi satu jam lagi sakit perut. Kita menghormati hak orang saat diperiksa. Jadi kalau sangat kooperatif, cepat (asesmennya)," ujarnya.

"Jadi kita gak ngejar pengakuan tapi kita ngejar pembuktian," sambungnya.

Baca Juga: Hasil Labfor Nyatakan Nunung Aktif Gunakan Sabu Sejak 13 Bulan Lalu

3. Yang tidak megang narkoba ternyata juga bisa di tangkap loh!

Artis Terjerat Narkoba Dihukum atau Rehabilitasi? Ini Penjelasan BNNDok. Istimewa

Pudjo menjelaskan, aturan rehabilitasi juga telah tercantum dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 tahun 2010. Di situ juga tertera jelas mengenai batasan-batasan tentang pemakai narkoba. Menurutnya, aturan itu sebagai petunjuk aparat penegak hukum, untuk menentukan seseorang layak didiagnosa sebagai pengguna ataupun tidak.

Selain itu, aturan tersebut juga bisa menjadi petunjuk apakah seseorang yang ditangkap terlibat dalam kegiatan jual beli narkoba ataupun tidak.

Meski begitu, orang yang ditangkap tanpa ditemukan barang bukti narkoba, tetap saja bisa mendekam di penjara. Keputusan itu dilihat dari hasil asesmen dan juga pemeriksaan.

"Jadi, ada orang tidak memegang narkoba. Tetapi, yang bersangkutan dihukum. Karena apa? Yang bersangkutan itu bandarnya. Saya periksa kamu misalnya. Dari pengembangan, terus ada bandar lagi. Barang (narkoba) nggak ada di kamu, tapi apa? Uangnya ke kamu semua. Kamu masuk penjara," jelasnya.

Pudjo mencontohkan, sebuah jaringan memang terkadang tidak menyimpan narkoba. Akan tetapi, mereka terlibat dalam proses mengedarkan barang haram tersebut. Seperti halnya menyediakan rumah, menyediakan mobil atau kurir, hingga memata-matai petugas untuk mengamankan jalur peredaran narkoba.

"Karena dia menunjukkan bagian dari jaringan. Walaupun dia gak megang (narkoba) gak makai, masuk sel dia, jaringan dia. Mungkin barangnya cuma ada di dua atau tiga orang saja. Tapi yang ketangkap bisa sampai 10 orang. Ya Karena mereka memang layak dihukum," ungkap Pudjo.

"Jadi tidak semua kasus narkoba harus ada barang bukti," lanjutnya.

4. Bagaimana dengan Nunung, apakah bisa direhabilitasi?

Artis Terjerat Narkoba Dihukum atau Rehabilitasi? Ini Penjelasan BNNANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Pudjo kembali menegaskan, untuk menentukan seseorang bisa direhabilitasi atau tidak, harus berdasarkan asesmen. Tim terpadu akan saling berunding untuk menentukan nasib orang yang tertangkap karena kasus narkoba.

Nunung diketahui ditangkap dengan ditemukan barang bukti narkoba berupa sabu sebanyak 0,36 gram. Akan tetapi, Nunung menghilangkan barang bukti sabu sebanyak 2 gram. Berdasarkan hasil pemeriksaan pula, Nunung memperoleh sabu tersebut dari orang-orang yang masih diduga terlibat sebuah jaringan.

Terkait hal itu, nasib Nunung kata Pudjo, akan ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaan dari tim asesmen terpadu.

"Tapi, kalau menurut pemikiran saya menghilangkan barang bukti itu fatal," katanya.

5. Nunung kemungkinan besar tidak dapat direhabilitasi?

Artis Terjerat Narkoba Dihukum atau Rehabilitasi? Ini Penjelasan BNNIDN Times/Axel Jo Harianja

Polisi telah mengajukan asesmen kepada Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) DKI Jakarta, terhadap kasus narkoba yang menjerat Nunung. Kasubdit I Ditresnarkoba Polda Metro Jaya, AKBP Calvijn Simanjuntak mengatakan, pihaknya masih menanti hasil dari asesmen itu.

Calvijn mengungkapkan, ada beberapa hal yang didalami dalam proses asesmen. Pertama kondisi kesehatan, kedua rutinitas penggunaan dan ketiga apakah seseorang terlibat jaringan narkoba atau tidak.

"Kita melihat seluruhnya. Tidak bisa secara parsial, tidak hanya melihat jumlah barang bukti," ungkapnya di Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (30/7).

Calvijn melanjutkan, berdasarkan peraturan yang tertuang dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 tahun 2010, seseorang dapat direhabilitasi jika ditemukan barang bukti pemakaian satu hari berupa 1 gram sabu.

"Tetapi, fakta NN (Nunung) ini membuang dengan jumlah 2 gram sabu, dan yang kita sita 0,36 gram sabu. Ini brutto ya, jadi kalau ditotal sekitar 2,36 gram sabu," terangnya.

"Itu memberatkan dia untuk proses rehab gak?" ujarnya, menegaskan pernyataan sebelumnya.

Calvijn kembali menegaskan, untuk menentukan seorang pengguna narkoba menjalani rehabilitasi tidak sekadar melihat besar kecilnya jumlah barang bukti yang disita. Pihaknya perlu mendalami apakah para pelaku yang telah ditangkap, terlibat jaringan atau sindikat lainnya.

"Maka itu kami lebih fokus mencari dan mengembangkan ke tersangka dan jaringan lainnya," jelasnya.

Baca Juga: Ajukan Asesmen, Mungkinkah Nunung Direhabilitasi?

6. Ini isi lengkap SEMA MA No. 4 tahun 2010 soal rehabilitasi

Artis Terjerat Narkoba Dihukum atau Rehabilitasi? Ini Penjelasan BNNIDN Times/Patiar Manurung

Dari penelusuran IDN Times, Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 tahun 2010 menjelaskan tentang, penempatan penyalahgunaan, korban penyalahgunaan dan pecandu narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Berikut isi selengkapnya.

1. Bahwa dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tanggal 12 Oktober 2009 tentang Narkotika, maka dianggap perlu untuk mengadakan revisi terhadap Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor : 07 Tahun 2009 tanggal 17 Maret 2009 tentang Menempatkan Pemakai Narkotika ke Dalam Panti Terapi dan Rehabilitasi.

2. Bahwa penerapan pemidanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 huruf a dan b Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika hanya dapat dijatuhkan pada klasifikasi tindak pidana sebagai berikut :

a. Terdakwa pada saat ditangkap oleh penyidik Polri dan penyidik BNN dalam kondisi tertangkap tangan;

b. Pada saat tertangkap tangan sesuai butir a di atas ditemukan barang bukti pemakaian I (satu) hari dengan perincian antara lain sebagai berikut :

1. Kelompok metamphetamine (shabu) :1 gram
2. Kelompok MDMA (ekstasi) : 2,4 gram = 8 butir
3. Kelompok Heroin : 1,8 gram
4. Kelompok Kokain : 1,8 gram
5. Kelompok Ganja : 5 gram
6. Daun Koka : 5 gram
7. Meskalin : 5 gram
8. Kelompok Psilosybin : 3 gram
9. Kelompok LSD (d-lysergic acid diethylamide : 2 gram
10. Kelompok PCP (phencyclidine) : 3 gram
11. Kelompok Fentanil : 1 gram
12. Kelompok Metadon : 0,5 gram
13. Kelompok Morfin : 1,8 gram
14. Kelompok Petidin : 0,96 gram
15. Kelompok Kodein : 72 gram
16.Kelompok Bufrenorfin : 32 mg

c. Surat uji Laboratorium positif menggunakan Narkotika berdasarkan permintaan penyidik.

d. Perlu Surat Keterangan dari dokter jiwa/psikiater pemerintah yang ditunjuk oleh Hakim.

e. Tidak terdapat bukti bahwa yang bersangkutan terlibat dalam peredaran gelap Narkotika.

3. Dalam hal Hakim menjatuhkan pemidanaan berupa perintah untuk dilakukan tindakan hukum berupa rehabilitasi atas diri Terdakwa, Majelis Hakim harus menunjuk secara tegas dan jelas tempat rehabilitasi yang terdekat dalam amar putusannya. Tempat-tempat rehabilitasi yang dimaksud adalah :

a. Lembaga rehabilitasi medis dan sosial yang dikelola dan/atau dibina dan diawasi oleh Badan Narkotika Nasional.

b. Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Cibubur, Jakarta.

c. Rumah Sakit Jiwa di seluruh Indonesia (Depkes RI).

d. Panti Rehabilitasi Departemen Sosial RI dan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD).

e. Tempat-tempat rujukan lembaga rehabilitasi yang diselenggarakan oleh masyarakat yang mendapat akreditasi dari Departemen Kesehatan atau Departemen Sosial (dengan biaya sendiri).

4. Untuk menjatuhkan lamanya proses rehabilitasi, Hakim harus dengan sungguh- sungguh mempertimbangkan kondisi/taraf kecanduan Terdakwa, sehingga wajib diperlukan adanya keterangan ahli dan sebagai standar dalam proses terapi dan rehabilitasi adalah sebagai berikut :

a. Program Detoksifikasi dan Stabilisasi : lamanya 1(satu) bulan.
b. Program Primer : lamanya 6 (enam) bulan.
c. Program Re-Entry : lamanya 6 (enam) bulan.

7. Lalu, apa perbedaan Tim Narkoba BNN dengan Polri?

Artis Terjerat Narkoba Dihukum atau Rehabilitasi? Ini Penjelasan BNNKepala Biro (Karo) Humas dan Protokol Badan Narkotika Nasional (BNN), Brigjen Pol. Sulistyo Pudjo/Axel Jo Harianja

Pudjo mengungkapkan, BNN lebih fokus memberantas jaringan-jaringan narkoba besar, serta menjadi sistem pencegahan bagi masyarakat.

"Makanya BNN gak pernah tangkap artis kecuali artis jadi bandar (narkoba). Gak pernah tangkap publik figur yang makai, kecuali publik figur jadi bandar," ungkapnya.

Mantan Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Jawa Barat itu mencontohkan, pihaknya pernah menangkap salah satu anggota DPR dan menyita puluhan kilogram narkoba. Dari penelusuran IDN Times, BNN pernah menangkap anggota DPRD Langkat, Sumatera Utara, Ibrahim Hasan pada 19 Agustus 2018 lalu.

Ibrahim diketahui merupakan bandar narkoba kelas kakap. BNN juga menyita barang bukti sabu seberat 105 kg dan ekstasi 30 ribu butir. Semua narkoba itu merupakan milik politikus Partai Nasional Demokrat (Nasdem) tersebut.

"Kita bukan nangkap (karena) DPR-nya, karena dia bandar," katanya.

Dari contoh tersebut, kata Pudjo, BNN lebih baik berkonsentrasi pada jaringan narkoba besar, ketimbang jaringan narkoba yang kecil.

"Karena pada saat kita bisa nangkap yang gede, jutaaan orang kecil-kecil itu bisa terselamatkan dari penggunaan. Saat orang ingin beli, barang nggak ada," jelasnya.

Baca Juga: Jefri Nichol Klaim Pakai Ganja karena Sulit Tidur, Ini Kata BNNP DKI

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya